chapter 13.

675 36 2
                                    

Sudah dua minggu ini Fajar mengalami koma,  dan sejak saat itu pula tidak lelah Rian dan Aiq mengunjungi Fajar setiap hari.  Rian akan menunggu hingga malam. Setelah itu dia akan pulang karena ada Aiq yang tidak memungkinkan untuk menginap. Mereka diantar oleh supir mama Fajar. Mama Fajar tidak tega melihat cucu dan calon menantunya naik bis atau taksi. 

Seperti hari hari sebelumnya Rian datang bersama dengan Aiq.  Aiq yang saat itu tertidur di baringkannya di sofa besar yang ada di kamar itu.  Sedangkan Rian, di duduk di kursi kecil di samping tempat tidur Fajar. 
Rian menggenggam tangan Fajar dan menatap wajahnya.  Wajah yang sangat dirindukannya.

"Mas, kapan kamu bangun? Aku kangen sama kamu." Rian mulai menangis lagi

"Kamu bilang kamu mau kembali lagi bersamaku, cepat bangun mas."

Kesedihan Rian sudah memuncak,  dia ingin Fajar segera bangun. 

"Apa kamu tidak ingin melihat Aiq tumbuh besar bersamaku?"
 
"Mas bangun."

Rian menggenggam tangan Fajar dan menangis kembali. Karena lelah menangis Rian pun tertidur dengan kepala yang menyender di rajang.
Rian merasakan sebuah tangan yang mengelus kepalanya.  Dia mulai membuka matanya dan mendongakkan kepalanya. Rian mendapati tangan Fajar yang mengelus rambutnya. Rian terbelalak,  dia mendapati fajar tersenyum menatapnya. 

"Mas. . . Kamu sudah sadar?" Rian bertanya seakan tak percaya.

Fajar membalas dengan senyuman lembutnya. Rian langsung saja memeluk tubuh Fajar.  Dia sangat bahagia melihat Fajar sudah sadar. Tapi Rian ingat di harus memberi tahu dokter tentang hal ini. 

"Mas tunggu sebentar ya,  aku panggilkan dokter." Rian segera bergegas.

Tidak lama kemudian Rian datang bersama dengan seorang dokter.  Dokter tersebut mulai memeriksa keadaan Fajar dengan teliti.

"Keadaan bapak Fajar sudah membaik," dokter tersebut menyampaikan

"Syukurlah dok kalau begitu,."Rian menjawab dengan senyuman.

"Tetapi sebaiknya bapak Fajar,  masih tetap dirawat sampai tiga hari kedepan untuk memastikan keadaanya." sang dokter menyarankan. 

"Iya dok,  baiklah kalau begitu." Rian menjawab. 

Dokter kemudian meninggalkan kamar tersebut.  Rian lalu menghampiri Fajar dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang. Rian kembali menggenggam tangan Fajar dan memandang wajahnya.  Dia tersenyum tapi air mata jatuh di pipinya. 

"Kamu kenapa menangis jom?" Fajar bertanya dengan nada khawatir. 

"Aku bahagia dan bersyukur banget mas,  akhirnya kamu sadar." suara Rian bergetar. 

"Jadi apa kamu mau memaafkan aku jom?" Fajar mencoba bertanya dengan suara lirih.

Rian memandang Fajar dan mengangguk pelan. Rian sadar bahwa dia masih mencintai Fajar dan ingin berada di samping Fajar.

Melihat hal tersebut Fajar tersenyum lebar,  perjungannya selama ini akhirnya membuahkan hasil. 

"Aku juga mau minta maaf mas,  karena aku kamu jadi begini,  karena aku kamu harus menderita."  kata Rian dengan suara lirih. 

"Nggak jom, semua tidak akan jadi seperti ini kalau dulu aku tidak bertindak bodoh, dan menjadi seorang pengecut." Jawab Fajar

"Mas sudahlah kita lupakan saja semuanya, sekarang kita mulai lagi dari awal." Rian menegaskan pada Fajar. 

Fajar tersenyum dan mengangguk,  dia mengeratkan genggaman tangannya pada Rian.

Ditengah percakapan mereka terdengar suara anak kecil yang memanggil Rian.  Ternyata itu Aiq yang sudah bangun dari tidurnya. 

Permainan Takdir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang