chapter 9.

516 37 3
                                    

Rian kini telah berada di depan gudang tempatnya bekerja. Dia masuk dengan wajah yang merengut.  Kevin yang melihat itu merasa heran, tidak biasanya Rian sepertinya  itu. 

"Kamu kenapa yan? Kok murem banget wajahmu?" tanya kevin

"Aku nggak papa kok vin. Lagi capek aja."

"Halah capek ngapain? Orang jomblo ini." Kevin berbicara dengan nada sedikit mengejek. 

"Iya iya yang udah ada gandengan,  yang capeknya ada alesannya." Rian balas mengejek Kevin, 

Mereka masih saling mengejek saat tiba tiba Ahsan memanggil mereka untuk segera memulai pekerjaan. 

"Kalian pada ngapain sih, masuk cepetan" Ahsan berkata dengan nada yang tegas. 

"Iya bah." Rian dan Kevin menjawab secara bersamaan.

Tiba tiba Rian teringat jika Aiq harus pulang lebih awal hari ini.  Diapun berniat untuk meminta ijin pada Ahsan.

"Bah,  boleh ngomong bentar?" Rian menghampiri Ahsan. 

"Ada apa Ian? Kayaknya penting"

"Hari ini aku mau minta ijin pulang awal bah." rian berkata dengan hati hati

"Lho memangnya ada apa?"

"Ada sedikit urusan bah, tapi maaf aku nggak bisa cerita."

"Ya udah nggak papa,  tapi pekerjaan hari ini kamu selesaikan dulu ya." pinta ahsan

"Beres bah,  makasih ya bah."

"Iya," jawab Ahsan dengan tersenyum

Jam sudah menunjukkan pukul 13.30 siang. Rian bergegas untuk menjemput Aiq. 

"Semuanya,  aku duluan ya." pamit ahsan pada semuanya

"oke,  hati hati Ian." jawab Kevin dan Anthony,  sedangkan Ahsan hanya melambaikan tangan. 

Setelah berjalan beberapa saat Rian telah sampai di depan sekolah Aiq,  dia menunggu di tempat biasa. Sudah 10 menit berlalu namun Aiq tak kunjung terlihat. Rian memutuskan untuk masuk ke dalam.  Di sana Rian bertemu dengan guru yang menyambut mereka tadi pagi.

"Selamat siang bu, saya mau menjemput Aiq." Rian berkata dengan sopan kepada guru tersebut.

"Lho pak Rian kok disini,  Aiq sudah dijemput." kata guru tersebut

"Dijemput? Sama siapa bu?  Bukannya Clinton hari ini sedang sakit?" tanya Rian heran

"Bukan pak Clinton,  tapi teman anda yang kemari bersama anda tadi pagi."

Rian terkejut mendengar hal itu.  Fajar menjemput Aiq dan membawanya entah kemana.  Rian harus segera mencari mereka. Rian pun segera berpamitan.

"Terimakasih kalau begitu bu,  saya permisi."

"Iya pak sama sama, oh iya pak,  teman anda berpesan kalau bapak diminta untuk menjemput Aiq dirumahnya."

"oh iya bu,  terimakasih."

Rian segera bergegas pergi ke rumah Fajar, dia harus segera membawa Aiq pulang. 

Ditempat lain,  Fajar yang telah menjemput Aiq sejak tadi telah berada di rumahnya.  Kini Aiq tengah tertidur, dan Fajar membaringkannya di kamarnya. Fajar memandang wajah Aiq yang begitu mirip denganya waktu kecil dengan penuh kasih sayang.

"Semoga kamu benar-benar anak om, supaya om bisa bawa kamu dan ayah kamu pulang ke rumah kita."
Fajar berbisik pada Aiq. 

Kini Fajar duduk di rung tamu menunggu kedatangan Rian. Dia memikirkan kata kata yang akan diucapkan pada Rian.

Tidak lama,  terdengar suara bel bersahutan dengan ketukan pintu. Fajar yakin itu Rian. Dia tersenyum, lalu berjalan ke arah pintu. Saat membuka pintu terlihatlah wajah Rian yang penuh amarah. 

"Mana Aiq?" tanya Rian dengan nada yang ketus. 

"Masuk dulu jom." Fajar menjawab dengan tenang. 

Rian masuk ke dalam melewati Fajar begitu saja. 

"Sudah kan,  sekarang mana Aiq."

"Dia sedang tidur, sepertinya dia kecapekan." kata fajar tenang

"Anda sudah lancang membawa anak saya tanpa ijin, hanya karna saya mengijinkan anda memberi nya tumpangan, bukan berarti anda bisa seenaknya." Rian tampak marah, mukanya memerah hampir menangis. 

"Jom, aku hanya ingin dekat dengan anakku, apa itu salah?" jawab fajar

"Anakku?  Berani benar anda menyebutnya sebagai anak. Dia bukan anak anda." rian semakin marah

Rian bergegas masuk untuk membawa Aiq pulang. Dia melihat Aiq yang tidur dengan pulasnya. Lalu Rian mengangkat tubuh Aiq dan menggendongnya. Rian berjalan ke arah pintu.

"Aku antar pulang." Fajar menahan lengan Rian. 

"Tidak perlu,  kami bisa pulang sendiri." Rian terus berjalan. 

"Apa tidak bisa kamu memaafkan aku Jom?" suara Fajar terdengar sangat lirih

"Aiq bukan anak anda, dan saya mohon jangan mendekati Aiq lagi. Permisi." rian melanjutkan langkahnya

Seolah ingin menegaskan pada Fajar untuk menjauh. Rian tidak menjawab pertanyaannya.

Fajar hanya bisa memandang kepergian Rian dan Aiq dengan nanar.  Tapi dia bertekad akan membawa Aiq dan Rian kembali dalam hidupnya. 

"Tunggu saja Jom,  akan aku buktikan Aiq adalah anakku. Dan kamu akan menjadi milikku lagi."

Bersambung










Permainan Takdir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang