chapter 8.

559 41 1
                                    

Hari itu setelah pulang kerja Fajar sengaja mengikuti Rian ke rumahnya.  Fajar ingin mencari kebenaran yang disembunyikan Rian selama ini. Dia ingin mengetahui semuanya.

Setelah menunggu beberapa saat,  fajar kini telah berdiri di depan pintu rumah rian. Rumah tersebut berukurn sangat kecil menurut fajar.  Tidak lebih besar dari kamar tidur di rumahnya. Namun terlihat sangat bersih,  dan di halamannya banyak tumbuhan yang membuat rumah tersebut indah. 

'tok. . .tok. . .tok'

Terdengar suara pintu rumah Rian diketuk. Dia sedikit terkejut, karena tidak biasanya ada tamu datang ke rumahnya. Yang datang paling Clinton atau orang tua Clinton. Itu juga biasanya mereka memberi tahu lebih dulu lewat telepon.

"Siapa ya nak? Apa om Clinton mau ngasih sesuatu buat kamu? " kata Rian pada Aiq

Rian menuju ke pintu depan untuk melihat siapa yang datang. Seketika wajah Rian berubah menjadi muram. Menunjukkan jika orang dihadapannya tidak disambut.

"Anda?? Untuk apa anda datang kemari?" Rian berkata dengan nada yang sangat ketus.

Ternyata orang itu adalah Fajar. Dia kini berdiri di depan rumah Rian.

"Jom, ada yang aku mau bicarakan sama kamu, tolong dengarkan aku dulu." fajar memohon pada rian.

"Tidak ada lagi hal yang perlu kita bicarakan pak, sebaiknya anda pulang."  Rian nampak tidak senang.

Rian hendak menutup pintu, namun lengan kekar Fajar menghentikannya.

"Aiq, dia anakku kan?"

Kata kata Fajar itu seolah meruntuhkan dunia Rian. Bagaimana Fajar bisa tahu? Tapi Rian tidak akan kalah begitu saja. Dia akan melindungi Aiq, dia tidak akan membiarkan Fajar bertemu Aiq.

"Atas dasar apa anda menyangka kalau Aiq adalah anak anda?"

"Kamu jujur saja jom sama aku, dia anakku kan? Kalau bukan, tunjukkan padaku siapa ibunya?" tantang fajar pada rian

"Itu bukan urusan anda, sebaiknya anda pergi dari sini!"

Dari dalam rumah terdengarlah suara langkah kaki kecil yang memanggil Rian. Itu adalah Aiq yang keluar karena mendengar keributan.

"Ayah. . ." anggil Aiq pada Rian

Rian dan Fajar seketika menghentikan perdebatan mereka, dan serentak memandang anak tersebut.

Fajar memandang Aiq dengan rasa kasih sayang dan rindu yang luar biasa. Dia bisa melihat wajah kecilnya ada pada sosok Aiq. Fajar semakin yakin jika Aiq adalah anaknya.

"Anakku. . ." Ucap Fajar dengan lirih.

Fajar hendak berjalan masuk namun Rian menghadangnya dan mendorong Fajar keluar. Rian langsung menutup pintu tersebut dan menguncinya. Tanpa mempedulikan teriakan Fajar yang memintanya membuka pintu.

Aiq terlihat bingung, baru kali ini dia melihat ayahnya ribut dengan orang lain.

"Ayah, paman itu siapa?" tanya Aiq

"Dia bukan siapa siapa nak, kamu nggak usah mikirin paman itu lagi ya." Rian mencoba menjelaskan ada Aiq

"Tapi kenapa ayah marah marah?" tanya Aiq lagi

"Ayah nggak marah kok nak, cuma suara ayah agak keras aja." Rin menenangkan Aiq

Rian berusaha menunjukkan senyumnya pada Aiq. Dia tidak ingin Aiq tahu jika dia marah.

"Ayah aku ngantuk."

"Yaudah, yuk kita tidur, besok biar bisa bangun pagi."

Mereka menuju ke kamar dan mulaibmembaringkan diri. Malam itu Rian tidur mendekap Aiq dengan erat, dia takut kehilangan malaikat kecilnya. Dia sadar Fajar bisa melakukan apapun. Dan Rian tidak ingin melihat Aiq terluka.


Permainan Takdir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang