Pembangunan Masyarakat lewat Sumber Daya Manusia

138 61 3
                                    

(Maka) Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.

[QS. Saba (34) ayat 13]

Agama Islam adalah agama yang rahmat. Ia menunjukkan manusia kepada fitrahnya sebagai wakil Tuhan di muka bumi yang memiliki tugas untuk menerapkan kehendak-Nya yang berupa perbaikan dan pembangunan. Oleh karena itu Allah telah menyebut agama ini sebagai rahmat untuk seluruh alam (Rahmatan lil 'alamin).

Dalam bab sebelumnya, kita tahu bahwa secara teknisnya, perintah rahmat untuk seluruh alam dapat dipraktekkan dengan cara amar ma'ruf, nahi munkar, dan beriman kepada Allah. Sedangkan bentuk penerapan dari tugas Khalifah di muka bumi dapat kita laksanakan dalam satu tujuan, yaitu demi melakukan pembangunan bumi melalui pengembangan masyarakat.

Bagaimana bisa penulis bisa menyimpulkan pembangunan bumi bisa diarahkan kepada pembangunan masyarakat? Secara logisnya, manusia yang merupakan penyusun komponen masyarakat adalah bagian dari bumi itu sendiri, karena mereka adalah penduduk bumi yang tercipta dari unsur-unsur bumi (tanah) dan diperintahkan untuk membangun bumi. Maka dari itu dalam rangka awal membangun bumi, kita harus menyadarkan manusia akan tujuannya dengan mengembangkan sumber daya yang mereka miliki agar dapat dimanfaatkan untuk memakmurkan bumi.

Jika kita membangun bumi tanpa membangun manusianya, maka akan terasa sia-sia pembangunan yang kita lakukan karena selalu mendapat tantangan dari manusia yang lain di mana mereka ingin merusak bumi lantaran tak tahu tujuan mereka. Selain itu, setiap keberhasilan pembangunan yang kita lakukan, mesti akan dirusak lagi oleh mereka yang ingin merusak bumi ini. Laksana amar ma'ruf tanpa nahi munkar, maka akan terasa berat.

Namun, dalam hal ini akan tampaknya sulit jika kita tidak meluruskan motif umum seseorang dalam beragama. Umumnya, orang-orang beragama memiliki motif-motif khusus dalam keberagamaan mereka. Tujuan paling umum yang sering kita temui adalah untuk memberikan ketenangan hidup secara pribadi atau personal, apalagi muncul banyak statement atau pernyataan kalau manfaat beragama itu hanya bisa dirasakan oleh orang yang menganutnya sendiri dan orang lain tak bisa merasakannya. Bahkan sampai diberi bumbu-bumbu bahwa kita harus mendekatkan kepada Tuhan secara privasi kadangkala membuat sebagian orang merasa iri dan curiga, bagaimana cara mereka dapat dekat dengan Tuhannya? Apakah kedekatan itu hanyalah karangan mereka sendiri, atau bagaimana? Alhasil kalau seperti itu, manfaat beragama terutama beragama Islam ini akan menjadi sempit karena hanya untuk orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan saja, sedangkan yang tidak dekat dengan Tuhan tak akan mendapat manfaat.

Memang kita harus mengupayakan kedekatan diri dengan Tuhan. Tapi apakah kedekatan dengan Tuhan itu harus berarti meninggalkan semua dunia beserta isinya dan hanya fokus kepada akhirat semata? Apakah benar Islam diturunkan dengan motif seperti itu? Maka dari itu kita harus mengkritisi ulang statement semacam itu karena sebagaimana yang kita tahu, Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin yang rahmatnya dapat dirasakan oleh seluruh alam, bukan hanya untuk orang yang beriman saja apalagi hanya bisa dirasakan oleh mereka yang "merasa" dekat kepada Tuhan. Padahal jika kita melihat ulang mereka yang mengaku-ngaku dekat kepada Tuhan hanya meninggalkan kehidupan dunia saja. Orang yang dekat kepada Tuhannya tak akan meninggalkan dunia karena mereka tahu bahwa dunia adalah ladang untuk beramal sehingga manfaatnya bisa dipanen di dunia sekaligus di akhirat.

Jika karena motif beragama seseorang diarahkan kepada ketenangan personal, maka tentu saja kehidupan ini tak akan terurus karena semua orang berebut untuk mendapat ketenangan bagi diri mereka sendiri. Dan ketika seseorang berebut untuk mencari ketenangan, maka hal yang menimbulkan ketidaktenangan akan pula ia tinggalkan, karena ketenangan sendiri berarti kehidupan yang damai dan tentram, tanpa resiko dan pengorbanan. Jika mereka menempuh jalan perjuangan yang penuh resiko dan pengorbanan, bahkan pengorbanan ketenangan mereka pribadi alias zona nyaman, maka mereka merasa tidak tenang dan menurut mereka, agama itu tidak diciptakan untuk menantang diri dan melakukan pengorbanan, tapi untuk menenangkan diri. Inilah yang pernah dikatakan oleh Karl Marx bahwa agama adalah candu, jika kita menghubungkannya dengan contoh orang-orang yang beragamanya hanya mencari ketenangan pribadi.

Tertidur Dalam Kemunduran IslamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang