"Tidak perlu dibuka. Mencurigakan."
Dewi langsung menoleh kaget ke arah atasannya sambil menunjung sebuah paket yang ternyata cukup berat. Anak itu mengerutkan alisnya dan membalas, "Apa salahnya dibuka? Tinggal satu doang. Nanti ini selesai, langsung Dewi kasih hadiah dari Dewi."
Adam berdecak dan mengambil satu paket yang mencurigakan itu. Baru dibuka sedikit, pria tampan itu langsung menyerahkannya kepada si Dewi.
Dewi mengintip sedikit dan menatap sang atasan. "Dari fansmu?"
Adam mengangguk. "Mungkin," tambahnya ragu-ragu.
Rupanya, kado terakhir ini adalah satu toples besar semur jengkol. Masakan kesukaan Adam yang nyaris tiap hari dimasak oleh Dewi dan sering dibawakan anak itu sebagai bekal makan siang sang atasan. Dewi pun memiringkan kepalanya, bingung.
Memang ini membantu pekerjaannya memasak, tapi perempuan itu terheran-heran bagaimana tante-tante itu bisa mengetahui hal ini. Mereka saja tidak pernah berani mendekati Dewi dan Adam sejak tragedi Riris beberapa bulan lalu. Bagaimana bisa mereka mengirimkan makanan kesukaan Adam sebanyak ini? Lagipula, memangnya habis dimakan berdua saja?
"Dari mana mereka tahu kalau Mas e suka jengkol?"
Adam menghela nafas berat dan merebahkan punggungnya di sofa dengan paha Dewi sebagai bantalnya. "Entah dari mana," jawab pria itu dengan malas. Tentu saja dari Author, pft. Sama-sama.
Adam kemudian menatap Dewi dengan intens. Dia menekan bibirnya keras-keras, menahan diri untuk tidak bertanya tentang hadiah ulangtahun dari Dewi. Ia gengsi untuk tanya, tapi entah kenapa si Dewi masih tidak peka dan malah asik merapikan semur jengkol itu di dapur.
Adam pun berdeham. "Kayaknya ada seseorang yang belum kasih hadiah."
"Siapa, Mas?" Dewi menyeletuk dari dapur, "Pak RT?"
"Entahlah." Adam pun merasa ada yang aneh dengan perasaannya dan menidurkan dirinya di sofa sambil menghela nafas. Ia pun memejamkan matanya, mencoba mengidentifikasi perasaan aneh apa ini.
Namun semua pikirannya itu tiba-tiba kacau balau ketika hidungnya mulai mencium aroma semur jengkol yang semakin lama semakin kentara, diiringi oleh suara langkah kaki.
"Mas, kamu kenapa?"
Ketika Adam membuka matanya, betapa kagenya dia ketika wajah Dewi berada di hadapannya. Anak itu duduk di samping posisi Adam menidurkan tubuhnya.
Perempuan mungil itu menundukkan kepala hingga nafas mereka saling beradu. Cukup dekat hingga membuat Adam menelan ludah. Ia ingin mencium Dewi, tetapi perjanjian bedebah yang dulu ia buat bersama Dewi rupanya sangat efektif sebagai rem untuk nafsunya.
"Dewi, apa ini cara menyiksa jenis terbarumu, hm?"
Dewi mengerutkan alisnya. "Mas Adam, sih, kayak orang mati."
Adam pun menghela nafas dan mendorong Dewi agar dirinya bisa duduk dengan sewajarnya. Dewi pun hanya menyengir dan duduk manis di samping Adam.
Perempuan mungil itu pun mengeluarkan tas belanjaan Indomart dan memberikannya kepada sang atasan. "Hadiah ulangtahun Dewi ada dua. Ini satu. Yang ini jangan Mas buang ke tempat sampah, ya."
Adam mengerutkan alisnya dan menerima tas belanjaan itu. "Tentu saja," balas Adam sambil tersenyum kecil.
"Mas Adam harus mengenakan hadiah dari Dewi yang ini baru nanti Dewi kasih hadiah yang kedua."
Cengiran Dewi lagi-lagi sukses membuat Adam menurut. Pria itu bahkan menahan tawa sambil membuka tas belanjaan tadi. Ia merasa aksen jawa yang masih terdengar kental itu sangatlah menggemaskan. Ditambah ekspresi memohon Dewi yang menjadi stimulus Adam untuk langsung menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS ADAM!
Любовные романыPemimpin Redaksi minim ekspresi yang tampan, Mas Adam, berusaha memonopoli bawahannya demi memuaskan hasratnya terhadap hobi yang tidak normal. Sang bawahan yang terjebak kemiskinan, Dewi, mencoba menguak misteri terbesar atasannya, Apakah Mas Adam...