Article I: When She Meet Him for The First Time

41.8K 1.5K 155
                                    

🐾🐾

Special Note: Terjemahan Bahasa Jawa Kuru masukin di kolom komentar di paragraf terkait.

🐾🐾

⤵️⤵️⤵️
Let's jump to the story
⤵️⤵️⤵️



Digembok.

Semua benda milik Dewi sudah dikeluarkan, dibiarkan berceceran di halaman depan.


Bukan main, studio lukis sekaligus kamarnya yang dari awal sudah tidak layak huni itu digembok dengan kertas bertulisan "DIUSIR! JANGAN PERNAH DATANG LAGI! DASAR PEREMPUAN PENGERAT!" tertempel di pintu. 

Sial, Dewi ingin sekali berkata kasar. Ayolah, dia baru enam bulan tidak bayar uang sewa!

Dewi akhirnya hanya menendang pintu kamar dan duduk di dingklik (kursi kecil) –salah satu perabotan termahal yang ia punya. Dia sangat luar biasa ekstra badmood karena pengusiran ini. Awalnya, aliran listrik diputus, lalu air dihentikan, sekarang dia diusir secara keseluruhan dari kosannya di pemukiman kumuh di bawah jembatan di daerah Kaligawe, Semarang.

Bagus! Aku juga ndak mau tinggal di sini ndes, batinnya dongkol dengan logat Semarangan yang sudah mendarah daging. Dewi mengerucutkan bibirnya dan meludah di depan pintu. Wajahnya merah karena amarah dan malu.

Sekarang, setelah diusir untuk kesekian kalinya di kawasan kumuh di kaligawe, Dewi terpaksa harus pindah ke daerah lain yang harga sewa kamarnya murah. Memangnya ada? Dia mengerutkan dahi semakin dalam.

Mantan kamarnya ini saja berada di bawah kolong jembatan. Dibatasi dengan tripleks tipis dan berdampingan dengan tetangga-tetangga lain yang setidaknya masih berjuang mencari koin demi hidup. 

Lalu apa yang dilakukan Dewi untuk hidup selama ini?

Dewi itu seniman. Orangtuanya juga seniman profesional. Saat mereka masih hidup, Dewi dikenal sebagai pelukis jenius. Tapi sekarang dia hanya pelukis yang dompetnya aus. Bahkan, dia sudah gak punya dompet lagi karena benda itu sudah beralih fungsi menjadi gelang dengan dua lobang.

Dewi menatap gelang di tangan kanannya yang dulu sempat menjadi dompet. "Dijual laku berapa, ya?" gumam anak itu, mulai menimbang-nimbang apakah ia akan meloakan artefak dompetnya ini.

Lalu mau tinggal di mana Dewi setelah ini? 

Dewi tidak punya keluarga, orangtuanya juga sudah meninggal. Kalau pun ada yang mengaku sebagai keluarga, mereka lah yang harusnya disebut pengerat. Mereka hanya menyedot harta warisannya dan setelah tidak punya warisan lagi, Dewi dibuang seperti upil nya Upil Ipil.

Perempuan itu  kemudian bangkit berdiri dan mulai memilah benda-benda tidak berguna yang dia miliki. Beberapa akan dia jual ke pemulung, beberapa akan dia gadaikan, sisanya akan dia bawa untuk bertahan hidup selama sebulan. Itu pun kalau ada yang masih berfungsi. 

Yah, tak ada gunanya terlalu lama merutuki nasib.

Satu-satunya hal yang paling membahagiakan baginya sekarang adalah ia baru saja diterima bekerja di kantor Majalah Lock-On Indonesia sebagai staf design layout. Itulah satu-satunya pekerjaan yang bisa ia lakukan dengan baik, paling tidak ada kaitannya dengan seni. 

Dewi ingat bagaimana kejadian konyol yang dia alami ketika interview

Dengan kaos terbaiknya, yang bolong di bagian ketiak, Dewi sempat diduga sebagai pengemis dan terancam diusir oleh satpam. Tapi dengan nge-gas, anak itu berhasil meyakinkan si satpam kalau dia memang pelamar kerjaan di kantor Lock-On Indonesia. 

MAS ADAM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang