Kantor Majalah Lock-On hari ini disibukkan dengan tamu yang berdatangan silih berganti.
Mulai dari artis ibu kota Jawa Tengah sampai pengusaha, bahkan beberapa pejabat.
Semuanya karena satu artikel sensitif yang diterbitkan kemarin, dalam Majalah Lock-On edisi terbaru. Mas Jackson, atau yang biasa dipanggil Jeccky, adalah yang paling sibuk karena ia lah orang nomer satu di kantor itu -sang pemimpin umum.
Semua tamu itu meminta penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal sepele dari artikel berjudul 'Sunan Kuning Menguning?'. Sialnya, banyak nama-nama besar disebutkan dalam liputan itu dengan inisial yang sangat jelas mengarah ke oknum-oknum tertentu. Dari pejabat sampai pengusaha. Tentu saja bukan hal yang baik, karena mereka pasti langsung tersinggung.
Jeccky harus bersusah payah menjelaskan sebaik-baiknya agar orang-orang penting ini tidak langsung marah meluap-luap. Padahal yang disebutkan dalam artikel adalah inisial dan bukan nama asli mereka.
Tapi sebenarnya, Pemimpin Redaksi lah yang seharusnya mengurus segala komplain terkait reportase yang diterbitkan. Jeccky hanya menyesali dua hal: menyepakati ide gila Adam untuk edisi terbaru ini dan taruhan tidak bermutu di antara keduanya.
Karena Jeccky kalah taruhan, maka semua respon pembaca akan langsung menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya tidak mengira artikelnya seperti itu.
Di pihak sang dalang yang merancang kejadian pagi ini, Adam datang ke kantor dengan rasa puas. Ia berhasil mendapatkan tiga malam untuk makan bersama orang dengan bagian 'itu' terbaik sedunia. Tidak berhenti di situ, hari ini ia juga sukses membuat Jeccky kewalahan.
Adam sempat melirik rekannya itu dari sela jendala. Wajah rekannya itu terlihat panik dan keringat dingin yang menetes dari jidat jenongnya. Semuanya membuat Adam kesulitan untuk tidak menyeringai. Walaupun pada akhirnya ekspresi datar tetap terjaga di wajahnya yang tampan.
Reaksi Jeccky adalah apa yang ia inginkan untuk sebuah artikel kritis terbaik yang dibuat oleh anak buah kebanggaannya -Bagus. Artikel investigasi tentang salah satu daerah yang dikenal sebagai pelesiran dewasa di Semarang memang sejak awal adalah ide yang menarik.
Di balik senyum ekstra tipisnya, kedua iris keabuan milik Adam memindai newsroom dengan ketepatan yang super jeli. Tujuannya adalah, sama seperti setiap pagi hari lainnya, menemukan sosok gadis yang begitu ia ingini –Dewi.
Biasanya perempuan itu akan duduk di sofa atau tiduran di kursi yang digabung-gabungkan. Kalau tidak begitu, Dewi akan asik ngobrol dengan Ucuk maupun Bagus di dekat ruang fotokopian di bagian belakang ruang redaksi.
Namun pagi ini, untuk pertama kalinya, matanya tidak menemukan sosok gembel gelandangan yang kucel di ruangan itu, bahkan di sudut terpencil sekalipun.
Adam tanpa berniat menutupi gerak tubuh khawatirnya pun langsung mendatangi meja Bagus, satu-satunya narasumber terpercaya jika berkaitan dengan Dewi. Anak buahnya satu ini sedang was-was melihat pintu ruang redaksi. Kalau-kalau sang Pemimpin Umum memanggilnya untuk meminta pertanggungjawaban atas tulisannya.
Adam tahu hal itu. Ia bisa menebak pikiran semua anak buahnya karena sudah mengamati mereka secara intens. Tapi untuk saat ini, prioritasnya bukan Bagus, tapi Dewi.
"Bagus, si Dewi ke mana?" Adam mengetuk meja kerja Bagus untuk memperoleh perhatian, "Tidur di kantin lagi?"
"Belum ada liat, Mas. Dia, kok, tumben terlambat, ya..."
"Ada surat atau sesuatu yang dia tinggalkan sebagai kabar?"
Bagus menggeleng dan Adam mengerutkan alis semakin dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS ADAM!
RomancePemimpin Redaksi minim ekspresi yang tampan, Mas Adam, berusaha memonopoli bawahannya demi memuaskan hasratnya terhadap hobi yang tidak normal. Sang bawahan yang terjebak kemiskinan, Dewi, mencoba menguak misteri terbesar atasannya, Apakah Mas Adam...