Namun bukan Dewi namanya kalau dia putus asa pada situasi seperti ini.
Walaupun begitu, bagaimana bisa seorang perempuan biasa seperti dirinya bisa menolak setiap sentuhan Adam ini? Akal sehatnya saja menyerah untuk protes.
Udah begitu, si pria bejat di hadapannya ini mulai menggesek-gesekan kakinya di antara kaki Dewi. Perempuan itu langsung kegelian sendiri dan berniat membalas perlakuan si Adam.
Sayangnya, atau malah untungnya, balasan dari Dewi dilakukan tanpa kontrol.
Satu serangan tidak terprediksi dari Dewi mengacaukan suasana panas di antara keduanya. Tepatnya, ketika salah satu kaki perempuan itu dengan sangat keras menyeruduk pangkal paha Adam. Demi apapun, Dewi cuma mau niru apa yang dilakukan Adam kepadanya!
Teke, kekencengen po? batin Dewi keheranan.
Paling tidak, serangan itu sukses membuat Adam menjauh dari Dewi sambil menahan jeritan sakit.
Dewi menyeka bibirnya dan menatap tajam ke arah atasannya itu. Kali ini, setelah akal budi kesusilaannya kembali berkuasa, gantian perempuan itu yang menjadi emosi atas apa yang telah dilakukan Adam kepadanya.
"Mas Adam, aku tahu aku salah dengan menyelinap masuk ke dalam ruangan rahasiamu," ujar Dewi dengan bahasa Indonesia logat jawa yang menggemaskan, "Aku sekarang tahu kalau Mas Adam suka petis sama jariku, iuh. Tapi tidak ada saru-saruan di antara kita. Kamu lakukan itu dan aku tidak akan muncul lagi di hadapan Mas Adam."
Adam terkejut dan dalam sepersekian detik tidak bisa merespon apapun, karena rasa nyeri di pangkal paha dan ancaman serius yang tidak jelas dari Dewi. Tentu Adam ingin memonopoli perempuan itu, melihat jarinya saja sudah membuatnya setengah gila.
Namun, ia juga tidak bisa hidup tenang jika kehilangan jari itu.
"Bagaimana bisa kau berani mengancamku, Dewi?"
Dewi memiringkan kepalanya sambil memandang sinis ke arah Adam. "Mas Adam pikir aku tidak bisa apa-apa? Hidup bertahun-tahun di area kumuh itu lebih keras daripada 50 sekian tahun hidupmu, Mas. Aku bahkan nyaris membunuh kerabatku yang mencoba memperkosaku. Sayang sekali," ujar Dewi, "Aku lebih memilih kembali ke hidupku yang dulu ketimbang saru-saruan sama kamu, mas. Aku punya harga diri."
Adam kembali terkejut ketika menyadari kata-kata sinis Dewi ternyata tidak kalah sinis dari ancamannya. Gadis ini semakin lama semakin menarik, batinnya. Ia pun berdiri dan mengangkat bahunya.
"Aku rasa memang perlu ada kesepakatan baru diantara kita," ujar Adam. Ia kemudian menggerutu dan menambahkan dengan suara pelan, "Dan aku baru 39 tahun, sialan."
"Bukannya udah 50 sekian tahun? Bapakku umurnya segitu dulu pas meninggal."
Adam berdecak dan hanya bisa mengumpat dalam hati. Percuma juga merespon, anak itu belum tentu paham.
Masih dengan waspada dan menjaga jarak, Dewi menyipitkan matanya. "Kesepakatan? Maksud e?"
"Baiklah, aku setuju dengan tawaranmu. Tidak ada saru-saruan atau apalah itu. Tapi aku tidak akan menolaknya jika kamu yang menawarkan, gadis nakal," jelas Adam.
Ia menghela nafas dan melanjutkan perkataannya, "Aku tidak akan menyerangmu untuk saru-saruan, itu kesepakatannya. Hanya saja, setiap malam aku ingin menyentuh itu-mu." Adam melirik ke jemari Dewi, "Durasinya kau yang tentukan. Tapi jangan kembali ke tempat kumuh itu, demi apapun."
Dewi mengelus dagunya kemudian mengiyakan tawaran Adam itu.
Apa salahnya dengan memperbolehkan jarinya disentuh? Dewi merasa tidak ada yang salah pada hal ini. Jadi, dia pun setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS ADAM!
RomancePemimpin Redaksi minim ekspresi yang tampan, Mas Adam, berusaha memonopoli bawahannya demi memuaskan hasratnya terhadap hobi yang tidak normal. Sang bawahan yang terjebak kemiskinan, Dewi, mencoba menguak misteri terbesar atasannya, Apakah Mas Adam...