.
Adam menatap pantulan dirinya sendiri di cermin.
Pria itu memiringkan wajahnya, ke kanan dan ke kiri. Memajukan tubuhnya, lalu menjauh. Ia menyipitkan matanya dan mengulangi pola yang sama untuk kesekian kalinya.
Tidak ada keriput.
Tidak ada kantong mata.
Tidak ada jerawat.
Mukanya mulus dengan rambut kecoklatan yang kini berantakan karena Mas kita satu ini baru selesai mandi. Wajahnya tampan, Adam yakin sekali dengan hal ini. Tidak ada laki-laki yang jelek di garis keturunan MV.
Tapi bukan ketampanannya yang menjadi masalah. Komentar si Dewi tentang ia yang terlihat seperti bapaknya, itu yang menjadi masalah.
Adam saja baru 39 tahun! Walaupun sudah menikah sekali, tapi bukan berarti ia dapat dikategorikan sebagai 'bapak'.
Setua itukah aku, batin Adam sambil mulai mencukur cambangnya, sampai sama seperti seorang bapak dengan anak seusia Dewi?
Adam tidak biasanya menanggapi omongan orang seserius ini. Ia sudah menghabiskan lebih dari setangah umurnya untuk menerima lebel 'gay' yang seenak dengkulnya ditempelkan semua orang kepadanya.
Jadi, kenapa pula ia harus mengambil hati terhadap komentar dari bawahan tergoblok dalam sejarah Lock-On? Seorang manusia sejenis Dewi? Jangan bercanda!
Seharusnya begitu, tapi alam bawah sadar Adam tidak demikian.
Sang Pemimpin Redaksi memandangi lagi cermin itu dan menyondongkan tubuhnya agar dapat memperhatikan pantulan wajahnya dengan lebih jelas. Masih bertanya-tanya, bagian mana dari wajahnya yang terlihat tua.
"Kamu ngapain, Mas?"
Adam langsung berhenti mencukur cambang dan menoleh ke sumber suara, seorang pria tampan lain yang berdiri di sampingnya dan mulai merangkulnya.
"Kamu ganti sampo lagi, Mas?" ujar pria itu, "Nanti cepet botak, loh."
Adam hanya bisa menghela nafas dan mendorong pria satu ini menjauh darinya. Kemudian ia mengambil handuk dan mengeringkan rambutnya dengan malas. Pria tampan tadi mengekor Adam, bahkan ketika sang pemimpin redaksi itu berjalan menuju ruang tamu.
Baru ketika Adam duduk di sofanya, ia berujar, "Siapa yang memperbolehkan kamu masuk? Aku tidak pernah ingat memberikan kunci rumahku ke siapa pun."
Pria tadi lalu mulai menarik-narik lengan kaos Adam, "Mas, aku nginep sini, ya, malam ini. Hehehe."
Adam pun menghela nafas lagi dan berujar, "Lakukan sesukamu asal...."
"Tidak naik ke lantai dua," potong pria tampan tadi, "Naik pun juga gak masalah. Tidak ada yang harus ditutup-tutupi lagi, aku tahu rahasiamu, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS ADAM!
RomancePemimpin Redaksi minim ekspresi yang tampan, Mas Adam, berusaha memonopoli bawahannya demi memuaskan hasratnya terhadap hobi yang tidak normal. Sang bawahan yang terjebak kemiskinan, Dewi, mencoba menguak misteri terbesar atasannya, Apakah Mas Adam...