Kau wanita jahat!
Kau merebutnya!
Kau membuat dia membenciku!
"TIDAK!!!"
Jieun memekik—tersadar dari alam mimpi. Napasnya tersengal-sengal. Keringat membasahi pelipis, juga punggungnya.
"Aku tidak merebutnya, sungguh ...," lirih Jieun sambil menyembunyikan wajah di kedua telapak tanganya.
Tok!
Tok!"Kak!" panggil seseorang dari luar kamar Jieun.
"Iya! Sudah bangun!" sahut Jieun to the point.
Selang 30 menit, Jieun keluar kamar dan menuju ruang makan rumahnya.
"Kau bekerja?" tanya Dongwook
Jieun menganggukkan kepalanya, lalu duduk di samping sang ayah.
"Wajahmu masih pucat. Beristirahatlah di rumah," nasihat sang ayah.
"Kakak sakit?" tanya Hangyul.
"Menurutmu?" Eunsang menyahut.
"Aku bertanya pada kakak, bukan padamu, Bocah!" sinis Hangyul.
"Aku sudah besar!" sangkal Eunsang.
"Besar apanya? Kelakuan seperti bocah!" ejek Hangyul.
Eunsang hendak membalas ucapan kakak keduanya itu. Namun, sang ayah lebih dulu melerai. "Sudah, jangan ribut terus, kakakmu sedang sakit," katanya. "Cepat habiskan sarapan kalian, lalu pergi ke sekolah. Jangan sampai tertinggal bus lagi!"
"Salahkan saja kakak. Dia yang membuatku tertinggal bus!" kata Eunsang sambil menunjuk Hangyul dengan dagunya.
"Hei! Kau yang bangunya kesiangan! Kenapa jadi menyalahkanku, sih?" Hangyul tak terima dengan tuduhan Eunsang.
"Ckk! Berisik! Ayah, aku berangkat saja. Pusing mendengar para bocah itu mengoceh yang tak jelas!" sarkas Jieun.
"Kakak yang tak jelas!" seru kedua anak lelaki sambil menatap Jieun sinis.
"Kenapa jadi aku? Kalian yang mengoceh, aku yang disalahkan begitu? Sinting!"
"Sudah-sudah! Kenapa senang sekali adu mulut, sih?!" Dongwook kembali melerai. "Cepat habiskan sarapannya!"
🍁🍁🍁
Ren sedang meracik teh di pantry samping ruangannya. Tangan kanan wanita itu sibuk mengaduk dan tangan kirinya sibuk mengangkat telepon. Bibirnya? Sedang mengoceh, tentu saja.
"Yak! Jangan berbohong! Kalau aku pulang masih berantakan, awas saja! Ku buang semua buku-buku itu!" omel Ren.
"Aku tidak mau tahu! Pokoknya, cari sampai ketemu. Itu milikku, Leo!" Ren masih saja marah-marah. Sampai ia menyadari bahwa, sedari tadi ada seseorang yang memperhatikannya. "Ku tutup teleponnya."
"Kenapa tiba-tiba muncul? Kau tahu? Ku kira kau hantu!" omel Ren pada Han Jessie teman satu ruangnya.
Jessie tergelak. "Haha, Ren. Sebentar lagi kau akan menua, karena terus memarahi adikmu."
Ren mendelikkan matanya. "Jangan mengejekku, Jessie. Leo itu memang menyebalkan. Kau tidak tahu saja."
Jessie mengedikkan bahunya. "Kurasa tidak. Dia itu menyenangkan. Sangat menyenangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDERSTANDING OF LOVE
RomanceTakdir itu terkadang terasa menyakitkan, seperti sebilah pisau yang menyayat tubuh. Namun, takdir juga membahagiankan, ibarat pemandangan di musim semi. "Kau jahat, karena meninggalkanku tanpa alasan yang jelas." Lee Jungkook. "Aku tak bermaksud p...