Hangyul dan Eunsang sedang menunggu bus di sebuah halte dekat sekolah mereka. Kedua remaja itu tampak sibuk dengan ponsel masing-masing.
"Kak," panggil Eunsang.
"Apa?" sahut Hangyul.
"Minggu depan, Kakak ikut, 'kan?" tanya Eunsang.
Ya, kedua remaja itu sudah mengetahui kabar pernikahan ibu mereka.
"Tidak."
"Tapi, kenapa—"
"Ku bilang tidak, ya tidak. Jangan pernah bertanya lagi tentang itu," tegas Hangyul.
"Aku tahu. Sebenarnya Kakak peduli pada ibu. Hanya saja Kakak malu mengungkapkannya," ujar Eunsang.
Hangyul menoleh. "Kau ini bicara apa? Jangan mengada-ada."
"Aku bahkan tahu, Kakak menangis tengah malam karena merindukan ibu." Eunsang mengambil sebuah lolipop di sakunya.
Hangyul tak bisa menyangkal. Mau bagaimana lagi? Perkataan adiknya itu benar. Dia memang sesekali menangis saat merindukan sosok wanita itu—ibunya.
"Masih tidak mau datang ke acara Ibu?" tanya Eunsang, lalu kembali mengulum lolipopnya.
Hangyul bungkam. Bimbang rasanya. Harus memilih datang atau tidak.
Sebuah mobil berhenti dan terlihat kaca jendela kananya terbuka.
"Menunggu bus?"
Hangyul dan Eunsang nampak terkejut. "Kak Jimin?"
Jimin tersenyum. "Masuklah. Sepertinya bus kalian akan terlambat. Jalanan sangat padat hari ini."
Tanpa berpikir panjang, Hangyul dan Eunsang segera memasuki mobil Jimin. Hangyul duduk di samping Jimin, sedangkan Eunsang duduk di kursi belakang.
"Tumben sudah pulang? Biasanya kalian pulang hampir jam 9 malam," tanya Jimin.
"Tidak ada les," jawab Hangyul. "Tapi, kalau Eunsang—sepertinya dia membolos," celetuknya.
Eungsang memukul bahu Hangyul dari belakang. "Sembarangan! Guru les ku ada kegiatan lain hari ini. Mana ada Eunsang membolos!"
"Cih! Kejadian senin lalu itu, apa?" sarkas Hangyul.
"Aku tidak membolos. Hanya salah informasi saja. Lagi pula, guru les ku memaklumi. Dan Kakak harus tahu, itu semua ulah teman-temanku," ungkap Eunsang.
"Tetap saja. Namanya bolos, ya bolos." Hangyul bersikeras.
"Sudah ku katakan. Aku tidak membolos, Kakak!" seru Eunsang.
"Hahaha ... lihatlah, kau marah-marah seperti itu? Berarti kau benar membolos," goda Hangyul.
"Kak Jimin, aku benar-benar tidak membolos." Eunsang mencari pembelaan pada Jimin.
"Kau ini seperti anak perempuan. Merengek-rengek begitu," ejek Hangyul.
"Kakak yang—"
"Sudah-sudah. Tidak perlu ribut. Sebaiknya kita makan. Pasti kalian belum makan, bukan?" lerai Jimin.
"Hmm ...," jawab Hangyul dan Eunsang.
Mereka berhenti di sebuah kedai ramen. Ini memang tempat favorit mereka. Ketiga pria itu sering sekali menghabiskan waktu bersama.
Tiga mangkuk ramen, satu piring topokki, dan tiga kaleng cola sudah tersaji di atas meja. Asap yang berasal dari ramen itu benar-benar menggugah selera. Lantas, ketiga pria itu langsung melahapnya.
"Kalian tahu? Kemarin aku resmi berpacaran dengan Kak Jieun," ungkap Jimin.
Hangyul dan Eunsang menatap Jimin dengan tampang terkejut.

KAMU SEDANG MEMBACA
UNDERSTANDING OF LOVE
RomanceTakdir itu terkadang terasa menyakitkan, seperti sebilah pisau yang menyayat tubuh. Namun, takdir juga membahagiankan, ibarat pemandangan di musim semi. "Kau jahat, karena meninggalkanku tanpa alasan yang jelas." Lee Jungkook. "Aku tak bermaksud p...