Tahun ajaran baru, semester baru, kelas baru, dan tentunya awal yang baru untukku. Di depan sana, SMA Angkasa sudah menantiku. Setahun sebelumnya telah aku jalani dengan semampuku sebagai gadis biasa, tidak cantik, tidak fashionable, ataupun pintar. Bahkan, mereka terkadang memanggilku cupu, tapi aku tidak pernah mempermasalahkannya selama masih di ambang batas.
Dan aku juga bukan gadis cupu yang terkenal se-antero sekolah karena berpacaran dengan the most wanted boy di sekolahku. Pembullyan tak selalu aku dapatkan seperti di kisah cerita yang lainnya. Aku juga tidak terlalu menutup diri dengan dunia luar, ya, inilah aku, dan kisahku yang entah akan ada apa di kemudian hari.
"Ale!" Dia adalah Amira Dewantara-Mira-gadis manis yang baru saja membuyarkan lamunanku.
"Ya ampun Mira, kenapa kamu mengagetkanku?" tanyaku dengan tersenyum dan melanjutkan langkahku yang tertunda.
"Lagian lo ngapain sih melamun di depan gerbang, bukannya masuk. Mau pdkt sama siswa kelas sepuluh, ya?"
"Apasih, enggak. Ayo ke mading, kita cari kelas kita!"
Tubuhku yang terbilang kecil sangat mudah untuk menyelinap di kerumunan siswa lain yang sedang melihat di mana kelasnya. Mataku sangat lihai dalam meniti setiap nama, berharap apa yang aku cari segera aku dapatkan. Dan, yup, namaku tertulis di sana, XI MIPA 2. Aku melihat nama-nama teman sekelasku. Ada satu nama yang sangat asing, seingatku tidak pernah ada nama itu di angkatanku. Aku tau banyak orang, tapi aku tidak dekat, aku sangat suka menanyakan nama-nama teman se-angkatanku pada Mira. Dan jika dia tidak tahu, aku akan sedikit memaksanya untuk mencari tahu, tidak sulit karena dia adalah anggota OSIS.
Aku segera mengenyahkan pikiran itu dari otakku, untuk apa aku memikirkannya. Toh nanti akan tahu saat di kelas.
"ALEEE! Kita satu kelas lagi!" Oh Mira dia membuatku malu, untuk apa dia berteriak seperti itu. Aku bahkan tidak tuli, pendengaranku masih berfungsi dengan baik.
"Kenapa kamu berteriak seperti itu? Ayo kita ke kelas." Aku menarik tangannya untuk keluar dari kerumunan itu.
"Sekali lagi kamu berteriak seperti itu dan membuatku menjadi pusat perhatian, aku akan mencekik lehermu, ingat itu."
"Ish ish jangan galak-galak dong, nanti jeleknya hilang lho. Nanti nggak tembem lagi itu pipinya."
Oh lihatlah, dia sangat suka sekali menggodaku. "Sudahlah, ayo ke kelas, nanti wali kelas baru kita keburu masuk duluan."
"Ale, lo duduk sama gue ya. Takutnya lo nggak punya temen 'ntar di kelas."
Aku memutar bola mataku malas, "bilang saja kamu membutuhkanku."
"Unch, lo nih ya tahu aja," ucapnya sambil menarik salah satu kepangan rambutku dan membawa lari ikat rambutku.
"MIRAAA, kembalikan tali rambutku." Oh dia cepat sekali berlarinya, dan ini rokku terlalu panjang sedikit menyulitkanku untuk mengejarnya.
Saat aku sedang berlari, tanpa sengaja aku menginjak kulit pisang dan aku terjatuh, dengan pantat menempel sempurna di lantai. Jangan lupa sepatuku yang terlempar ke tempat sampah di depanku. Hari pertama, dan aku sudah mendapatkan kesialan yang pertama. Saat ini aku sangat berharap saat aku terjatuh, ada seorang lelaki tampan yang menangkapku dan kami berpandangan tanpa melepaskan kontak fisik. Tapi semua itu hanyalah mimpi, saat ini aku kembali menjadi pusat perhatian, sudah sakit, malu juga aku dapat. Oh mamah..., rasanya aku ingin pulang dan menyembunyikan wajahku di balik bantal untuk menutup rasa maluku.
Jangankan tangan lelaki tampan yang membuatku berdiri, mereka kembali tak mengacuhkanku seperti tak ada orang yang sedang membutuhkan bantuan. Ah sudahlah..., aku mencoba bangkit dengan pinggang yang rasanya sangat sakit. Aku meringis kesakitan dan menuju ke tempat sampah untuk mengambil sepatuku. Aku harus menerima nasibku, hari pertama aku harus bersekolah tanpa mengenakan alas kaki.
"Ale, sini." Kulihat Mira melambaikan tangannya, terlihat bangku kosong disebelahnya, "lo kenapa? Kok jalannya kayak nenek-nenek patah tulang?"
"Huft sudahlah, mana ikat rambutku."
"Ehehehe, iya santai dong, jangan melotot gitu ah. Nih, mau gue bantuin ngiket nggak?"
"Tidak, aku bisa sendiri, awas aku mau duduk." Sakit sekali rasanya, untuk sekarang aku menginginkan kursiku seperti kursi guruku di depan sana, yang tidak sekeras batu.
"Selamat pagi anak-anak." Oh tidak, dia adalah guru yang sangat killer, menurut teman-temanku.
"Pagi, Bu."
"Mulai hari ini saya yang akan menjadi wali kelas kalian. Dan satu lagi, kalian mendapat teman baru, tapi kelihatannya dia belum bisa masuk hari ini. Okey cukup sekian, silahkan kalian mempersiapkan diri kalian untuk pelajaran selanjutnya. Ibu berharap kalian lebih baik lagi dari kelas sepuluh kemarin, ingat! Kalian sudah SMA, bukan anak SD atau SMP yang masih bermain-main." Dan blablabla, huft, rasanya sangat menyebalkan mendengar guru yang selalu menuntut muridnya untuk lebih baik lagi hanya karena jenjang sekolah yang lebih tinggi.
"Apakah ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidak, Bu." Seru satu kelas yang aku yakin mereka sangat ingin Bu Aradel aka wali kelasku cepat keluar.
"Baiklah, kita mulai dari pemilihan struktur kelas." Aku melihat teman kelasku menghela napas panjang karena harapan mereka harus pupus.
Aku tidak berniat untuk mencalonkan diri sebagai salah satu pengurus kelas jadi lebih baik aku diam saja dan melihat teman-temanku yang saling menunjuk satu sama lain."Ale, lo gamau jadi sekretaris? Tulisan lo kan bagus, ya meskipun lebih bagusan gue," bisik Mira yang aku balas dengan gelengan.
"Aku gamau."
Setelah selama dua jam kelas menjadi ricuh, akhirnya susunan kelas sudah penuh semua dengan pembagian hari piket juga. Hari rabu, tidak begitu menyeramkan, dan aku piket di hari yang sama dengan orang itu. Aku semakin penasaran, siapa dia?
"Baiklah anak-anak, cukup sekian. Selamat berjuang." Bu Ara meninggalkan kelas yang otomatis menjadi ricuh karena lelaki yang sibuk berdebat dengan perempuan. Mereka merasa tidak adil dengan regu piket yang telah disepakati, jelas saja di setiap harinya selalu ada satu cewek yang menurutku sangat galak dan itu merupakan siasat untuk menangani lelaki yang sering bolos piket.
"Mira, aku mau tidur, kalau sudah istirahat bangunkan aku."
"Lo tuh nggak berubah ya, bukannya ikutan join sini sama yang lain malah milih tidur." Dia berlalu menuju sekumpulan siswi yang sedang berbincang dan saling memperkenalkan diri. Ya meskipun tau nama jika tidak sekelas atau satu organisasi pastinya belum pernah berkomunikasi. Dan aku yakin, setelah mereka akrab pasti berlanjut memperbincangkan rumor yang masih hangat, seperti itulah yang dibilang Mira kepadaku.
Kringgg ... kringgg
"Ale bangun." Goyangan ditanganku membuat rasa kantukku seketika lenyap.
"Ehm, (*woam), baiklah ayo ke kantin. Hari ini aku tidak membawa bekal."
"Wihh tumben banget, karena hari pertama sekolah ya? Jangan bilang lo beneran mau deketin salah satu adik kelas ya?" Aku menatap Mira dengan raut wajah datar, bagaimana bisa ia berpikir seperti itu. Untuk apa coba aku mendekati adik kelas, memangnya aku kakak kelas yang seperti itu apa. Lebih baik aku segera menuju ke kantin, kasihan perutku sudah unjuk rasa di bawah sana.
"Aleee, kok lo malah ninggalin gue sih!" teriak Mira sambil berlari ke arahku.
"Aku lapar, berhenti menggodaku kalau kamu tidak ingin aku makan sekarang juga." Dan berhasil, Mira terdiam.
Gimana awalnya? Penasaran? Atau biasa aja?
Tenang ... akan ada beberapa kejutan di cerita ini, jangan lupa dukungan dan sarannya.
See you on the next part guys!
😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Alesya
Teen Fiction'Tentang sebuah hubungan, tentang lara yang tak kasatmata, tentang rasa yang tak pernah ada' Selama ini hidup Alesya biasa saja, tidak ada yang menonjol terkecuali penampilannya. Sebelumnya kehidupannya, dirinya, dan rasanya tidak ada yang luar bias...