Part 6

31 8 0
                                    

"Bersamamu aku nyaman dan bersamamu aku tidak sendrian."

🌺

Alesya Adeline Sungkar

»»»»»

"Makasih." Ale memberikan helmnya dengan wajah yang sangat ceria. Saat ini mereka di depan rumah Ale, Andrian mengantarnya pulang setelah 5 jam ia menculik Ale.

"Lo udah berapa kali sih bilang makasih. Harusnya gue yang bilang makasih, karena gue yang ngajak elo. Yaudah gue balik ya." Andrian mengenakan helmnya dan beranjak meninggalkan rumah Ale.

Setelah Andrian tak terlihat Ale memasuki rumahnya. "Assalamualaikum."

"Darimana saja kamu? Pulang sekolah itu jam 2 bukan jam 7 malam. Mau jadi jalang kayak ibu kamu!?" Ale memejamkan matanya mencoba mengendalikan emosi saat mamahnya dicaci maki seperti itu oleh ibu tirinya.

"Paling juga nge-jablay kayak mamahnya," ucap Sesil saat di anak tangga terakhir.

"Emang ya, anak sama ibu sama aja. Sama-sama murahan."

"CUKUP! KALIAN BOLEH MENGHINA SAYA, TAPI TIDAK DENGAN IBU SAYA. INGAT! DISINI ANDA YANG MENGHANCURKAN KELUARGA SAYA, ANDA YANG MENGGODA AYAH SAYA SAMPAI AYAH SAYA BERUBAH. MAMAH SAYA BUKAN JALANG KALAU ANDA TIDAK MENJEBAKNYA, SELAMA INI SAYA SABAR. TAPI KALIAN SEMAKIN KETERLALUAN. JADI DISINI, SIAPA YANG JALANG!? ANDA ATAU MAMAH SAYA!?"

Jika ada orang yang diam saat dihina jangan pernah mencoba untuk menguji seberapa sabarnya dia. Dia diam bukan berarti tidak peduli, hanya saja ia sedang mengumpulkan tenaga. Tenaga untuk melawan seorang pengecut bermulut tajam.

Plak

"Ke kamar sekarang juga, SEKARANG!" bentak papah Ale setelah menampar pipi Ale. Ini yang Ale benci, airmata Ale tak mampu terbendung lagi. Bulirnya mengalir di kedua pipi Ale. Sakit, rasanya sangat sakit saat menerima tamparan dari seorang ayah. Ayah kandung yang selama ini ia harapkan kepedulian dan perlindungannya.

"Kenapa? Papah nggak terima aku sebut dia jalang? Memang kenyataannya Pah, gara-gara dia Papah berubah, gara-gara dia Papah sering kasar sama Bunda. Gara-gara wanita sialan itu keluarga kita hancur Pah dan karena dia Bunda pergi ninggalin kita selamanya! Papah tau? Bunda sering nangis setiap malam. Tiap Papah gak pulang ke rumah karena bersamanya. Setiap Papah menggunakan tangan Papah untuk menyakiti Bunda. Kurang ya? Kurang buat Papah? Atau Papah juga mau aku mati?" Ale tak menyangka ia berani mengucapkan kalimat seperti itu. Ia sendiri tidak tau kenapa ia melawan, karena biasanya ia hanya akan menangis.

"KENAPA DIAM PAH!? Ale benci sama Papah." Lirih, tapi penuh dengan luka. Ale kembali keluar dari rumah itu, ia tak tahan di sana. Ia ingin pergi jauh, hanya saja Bundanya menyuruh Ale untuk selalu di samping Ayahnya. Itu alasan Ale masih bertahan.

Dulu, Ale bukanlah gadis yang seperti itu, ia gadis yang sangat ceria, manis, penuh kelembutan, dan manja. Karena banyak hal yang menimpanya, ia berubah secara perlahan. Tidak ada gadis ceria melainkan gadis pemurung, tidak ada gadis manis melainkan gadis cuek, tidak ada gadis yang penuh kelembutan karena yang ada hanyalah gadis lemah, dan sekarang tidak ada lagi gadis manja. Ale yang sekarang adalah gadis mandiri, ia kuat meskipun rapuh di dalam. Ia tidak pernah mau merepotkan orang lain, ia tertutup, dan ia penyendiri saat malam hari.

Ale berjalan tak tentu arah,  di jalanan yang mulai sepi karena sudah  semakin malam. Ia terduduk di pinggir jalan. Awan mendung dengan gumpalan kelabu menutupi sinar bintang. Dan langit seakan peka padanya, ia menumpahkan hujannya untuk menutupi seberapa terlukanya Alesya. Air langit itu turun bersamaan dengan airmata gadis malang, Ale.

AlesyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang