"GERA mau numpang nginep beberapa hari. Tembok rumahnya rembes kena hujan, nyetrum semua." Devin membuat pemberitahuan begitu Anda mengangkat telepon. Rupanya, cowok itu sudah mencoba menghubungi beberapa kali, tapi karena Anda sedang fokus mengisi bak mandi, dia tidak mendengar ketika ponselnya bergetar, meski telah diletakkan di meja dekat bathtub. "Baliknya nunggu kelar renov. Paling lama seminggu."
Yang ditelepon iya-iya saja, malas mikir. Sudah banyak yang mengganggu pikirannya hari ini. Urusan teman Devin bukan sesuatu yang perlu dia pusingkan juga.
"Bentar lagi dia dateng. Anterin ke kamar tamu." Devin melanjutkan, memperjelas maksudnya, yang tidak lain tidak bukan adalah untuk merepotkan sang keponakan.
"Oke." Tapi nggak apa-apa. Anda berhutang budi padanya. Jadi kali ini tidak menolak direpoti. "Voice note-ku udah dibuka?"
"Udah."
"Nggak ada komen, atau apa gitu?"
"Ntar aja kalau ketemu."
"Oke." Anda sudah siap mematikan telepon dan mau cepat-cepat mandi, sebelum airnya keburu dingin, tapi kalimat lanjutan Devin membuatnya membatu.
"Anaknya udah deket, nih. Standby, ya. Kuping lo kan budek. Kalau lagi di kamar, nggak pernah denger suara bel."
Shit.
Batal mandi, Anda terpaksa lari ke lemari untuk mencari pakaian bersih, karena seragam sekolahnya tadi sudah keburu dicopot dan dilempar ke keranjang laundry.
Kurang dari lima menit kemudian, dia sudah siap di teras sembari membombardir WhatsApp Devin untuk menanyakan temannya sudah sampai mana.
Belum sempat terjawab, sebuah kendaraan menepi, dan tak lama kemudian bel berbunyi.
"Lho ...?" Anda mengernyit melihat sosok yang berdiri di balik pagar ketika dia membuka gemboknya.
Cowok yang tadi sore memberi boncengan pulang. Masih dengan seragam sekolah yang sama. Mobil hitam yang sama.
"Sorry, ngerepotin." Cowok itu memberi gestur agar Anda menyingkir supaya dia bisa membuka pagar. "Devin udah jelasin, kan?"
Tauk ah. Nggak ambil pusing, Anda mengangguk, langsung mempersilakan cowok itu parkir dan masuk ke dalam, lalu mengantarnya ke kamar tamu. "Kalau mau mandi, nyalain dulu krannya agak lama. Biasanya airnya rada bau kalau berhari-hari nggak dinyalain. Tapi kalau ternyata nanti nggak ilang-ilang baunya, sementara pake kamar mandi luar dulu, ya. Besok pagi Mbak yang bersih-bersih dateng. Sekarang masih pulang kampung."
Anda sudah akan pamit mempersilakan tamunya istirahat, ketika kemudian teringat sesuatu.
"Oh iya, ganti seprai, ya? Aduh ...."
Bagaimana cara menjelaskan kalau dia nggak tahu letak seprai bersih di mana, dan bahkan nggak pernah mengganti seprai dengan tangan sendiri?
"Nanti aja. Gampang, lah." Cowok itu maklum.
Anda kemudian undur diri.
~
Batal mandi air hangat, setengah jam kemudian Anda turun dengan mood kurang bagus dan perut lapar.
Devin belum pulang, dan pintu kamar tamu masih tertutup rapat.
Haruskah dia mengetuk dan menawari makan bersama?
Ah, tapi Anda malas bersosialisasi.
Jadilah dia ganti mengirim pesan ke Devin, menanyai kapan pulang, biar Devin sendiri yang mengurus tamunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Priit, Kartu Merah!
Novela JuvenilRevanda sudah merasa nyaman dengan hidup 'tidak terlihat' selama dua tahun lebih di sekolah. Tapi mendadak namanya jadi trending topic pasca ketahuan berbohong: mengakui omnya sendiri sebagai pacar, hanya demi menolak Refi. Sekarang dia kalang kabut...