6 | seperti mimpi

7.8K 815 53
                                    


SEPERTI mimpi, tau-tau Anda sudah duduk di jok penumpang mobil Gera sepulang sekolah sembari menahan-nahan rasa tidak nyaman di dada.

Ni cowok ... sadar nggak, kalau Anda-lah yang menginterupsi pertikaiannya dengan sang mantan pacar di depan toilet perpus tadi siang?

Tapi cewek itu kemudian menggeleng-gelengkan kepala.

Why would she care? Bukan salahnya, kan? Mana dia tau bakal ada yang berantem di depan pintu selagi dia pipis?

Tapi meski begitu, terpaksa berduaan dengan Gera seperti ini, mau tak mau Anda merasa seolah sedang dihakimi. Padahal, mustahil Gera mengira dia sengaja menguping demi mendapat bahan gosip terkini, kan?

"Besok-besok ...." Si cowok menoleh.

Anda menahan napas menunggunya melanjutkan.

"... kalau pulangnya tunggu di kantin parkiran aja, gimana?" tanyanya, lebih seperti memberi saran. "Nunggu di pinggir jalan kayak tadi, takutnya aku nggak lihat. Juga kan, nggak bisa berhenti lama-lama, takut ganggu kendaraan lain."

Anda merenungkan ucapan si cowok sejenak, mempertimbangkan hal baik dan buruk yang terlintas di kepala. Tapi ketika dia bersuara, jawaban yang keluar dari mulutnya cukup keras kepala. "Kalau pas kamu lewat nggak lihat aku, langsung tinggal aja. No big deal. Kalau aku udah di situ, pasti aku lihat kamu duluan. Kalau belum ada, ya mungkin aku emang udah pulang, atau masih ada urusan. Nggak apa-apa, langsung tinggal aja. Kan kamu juga udah pegang kunci rumah."

Gera menghela napas.

Anda membalas tatapannya, menolak diintimidasi.

Tapi ternyata, tu cowok nggak mengatakan apa-apa lagi. Melainkan segera kembali fokus ke jalanan macet di hadapan, dan menyetir dalam diam.


~


Setengah jam lamanya Anda duduk bertopang dagu di kitchen island yang dingin. Menatap kosong teras belakang yang lampunya baru saja menyala otomatis.

Di hadapannya, terbuka sebuah laptop yang layarnya sudah mati setelah dipakai untuk mendaftar bimbel. Dan sekarang dia tidak tahu harus melakukan apa lagi. Tidak ada ide. Tidak ada motivasi.

Baru juga dia memutuskan hendak mencari Mbak Astrid, pengurus rumahnya yang baru kembali dari libur bulanan, untuk minta dibuatkan makan malam, layar ponselnya tiba-tiba menyala di meja.

Siapa lagi kalau bukan Nunung?

Dengan enggan, cewek itu menggeser icon telepon warna hijau dan menempelkan ponselnya ke telinga.

"Nda, aku nonton Raisa di UMM Dome." Teman sebangkunya itu melapor sedetik setelah sapaan Anda lewat. "Terus, di parkiran tadi banyak cewek-cewek sekolah kita ngerumpi."

Well, well, well. Anda tidak antusias. "Terus?"

"Aku nguping, gara-gara nggak sengaja denger nama Gera."

Anda memutar bola mata. As if she would care. Mau semua anak SMA di Malang nyebut-nyebut Gera kek, urusannya sama dia apa??

"Terus ada yang bilang lihat doi pulang sama cewek. Dan pada mikir kalau tu cewek adalah pelakor yang bikin doi diputusin Aprinta."

Anda menjauhkan ponselnya sejenak. Merasa kupingnya berdengung mendengar pengeras suara di belakang Nunung.

"Konsernya belum mulai emang?" Anda ngode biar temannya segera menyudahi telepon tidak penting mereka.

Priit, Kartu Merah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang