9 | #rejected

7.3K 724 48
                                    

Tolong tandain kalau ada typo atau kalimat yang rancu, ya~


Makin lama, tentu saja suasana kantin jadi makin ramai.

Jika tadinya masih ada tempat kosong di sebelah Anda maupun Gera di bangku panjang yang mereka duduki, kini telah penuh ditempati teman sekelas Gera yang baru selesai menyalin PR.

Sudah pasti, makin banyak pula cewek-cewek yang memperhatikan mereka berdua, diiringi kasak-kusuk.

Anda sadar, mendatangi Gera di kantin IPS berarti menjadikan diri sendiri sebagai bahan gunjingan.

Mungkin, sebagian dari dirinya menyesal telah bertindak sembrono, tidak memikirkan jika bisa saja yang dia dapat nanti tidak sebanding dengan yang dia korbankan.

Mungkin juga, sebagian dari dirinya merasa bersalah, karena menggunakan Gera untuk kepentingan pribadi. Saat ini, dia memang sedang capek. Tapi, Gera bukan menjadi satu-satunya penyebab. Dan menjadikan cowok itu sebagai pion, jelas membuat Anda merasa buruk.

Meski begitu, Anda tidak bisa mundur begitu saja. Di saat hampir setiap pasang mata di kantin telah memperhatikannya.

Lagipula, Gera juga bukan korban.

Kalau saja cowok itu tidak sengaja membuat Anda berada dalam radarnya, dengan alasan apa pun, atau minimal memberi wanti-wanti bahwa hal konyol semacam ini bisa saja menimpa Anda jika sampai terlihat berdekatan dengannya sekali saja, Anda nggak akan sekesal ini melihat tampangnya.

"Cabut sekarang?" Gera menghentikan obrolan dengan teman yang duduk di sebelahnya, tatkala melihat satu roll sushi di piring Anda telah tandas.

Sambil menutup kembali tumblernya, Anda menoleh pada teman-teman Gera sekilas, kemudian mengangguk.

Detik berikutnya, dia telah mengikuti Gera bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju pintu keluar.

"Tadi pagi lupa bilang, nanti sore ada latihan basket. Jadi nggak bisa nebengin pulang." Cowok itu berujar sambil berjalan dengan langkah-langkah santai.

Syukurlah, Anda masih bisa mendengar ucapannya, meski fokusnya sedang berada di tempat lain. "Udah kelas dua belas gini masih ikut ekskul?"

Gera kemudian menjawab singkat. "Semester ini terakhir."

Baru juga beberapa langkah meninggalkan kantin, kasak-kusuk di belakang tadi sudah berubah menjadi riuh.

Ketika Anda menoleh ke balik punggungnya sendiri, segera dia menangkap basah wajah-wajah yang sedang melotot ke arahnya terang-terangan.

"Spit it out, Nda." Cowok di sebelahnya itu berujar tak acuh, seolah tidak ada hingar bingar di balik punggungnya yang berdiri tegap. "Sebenernya ada perlu apa kamu ke sini?"

Anda menyipitkan mata sejenak. Mencoba meraba.

Benarkah cowok ini tidak peduli dengan kegaduhan itu, saking terbiasanya?

Atau, justru dia menikmati spotlight yang diberikan orang secara cuma-cuma?

Anda dilema. Membayangkan akibat terburuk dari keputusannya siang ini.

Tapi kemudian, dia mengangguk, meyakinkan diri sendiri.

"Anak-anak lihat aku turun dari mobilmu di parkiran, Jumat kemarin. Waktu kita berangkat ke sekolah cuma berdua," jawabnya. Sesaat, dia menerka-nerka, apa kiranya arti ekspresi di wajah Gera. Tapi Nihil. Anda tidak berhasil membacanya. "Mereka ngira, aku yang bikin kamu putus sama mantanmu."

Sebuah perubahan samar tampak pada ekspresi cowok itu. Tapi masih terlalu samar untuk Anda ketahui maknanya.

"Did they ..." Gera menjeda kalimatnya. Kecepatan langkah kakinya ikut surut, membuat Anda agak was was. " ... harass you?"

Priit, Kartu Merah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang