Pengkhianat

201 47 19
                                    

Sampah sisa makanan tampak berserakan dimana-mana. Seprai sudah kusut tidak tertata. Belum lagi, beberapa novel terlihat tergeletak begitu saja. Sedangkan, dua orang gadis di sana malah asyik dengan permainan yang ada di ponselnya tanpa menghiraukan kondisi kamar yang telah mirip seperti kapal pecah.

"Argh! Kalah lagi, gue," gerutu Denaya, gadis pemilik kamar ini.

Denaya menaruh ponselnya di atas nakas. Lalu, ia berlari kecil menuju toilet seraya berkata, "Sebentar, Ra. Kebelet banget, nih. Nanti kita lanjutin,"

Temannya yang bernama Vara mengangguk seraya berucap, "O-" Perkataannya terhenti sebab dirinya mendadak terbatuk-batuk kecil. Tenggorokannya terasa kering. Dengan segera, Vara mengambil segelas air putih yang ada di atas nakas lalu meneguknya secara perlahan. Tiba-tiba, ponsel yang ada di atas nakas berdering nyaring. Vara menaruh gelasnya. Kemudian, tanpa melihat nama yang ada di ponsel itu, ka menekan tombol hijau di sana sembari berjalan menuju sofa.

"Halo."

Terdengar suara lelaki yang membuat jantung Vara berdetak tak keruan. Ia tidak salah dengar kan? Suara ini merupakan suara milik lelaki yang sebulan terakhir ini selalu adanya dipikirannya.

"Halo!" ujar seseorang disana lagi. Kali ini dengan sedikit berteriak.

Pandangan mata Vara terlihat kosong. Sungguh, antara terkejut dan senang. Suara ini benar-benar milik pacarnya yang sebulan ini menghilang.

Dengan gugup, Vara pun menjawab, "Eh i-iya."

Hening. Suara disebrang sana tidak lagi terdengar. Tetapi, durasi telepon masih berjalan. "Apa mungkin dia kaget juga? Tapi, ini kan dia yang duluan telepon. Ish!" batin Vara.

"Ekhem. Ini Vara Bintang?" katanya tak yakin.

Dengan bergetar menahan tangis, Vara kembali menjawab, "Iya! Ini aku, Vara Bintang. Pacar kamu, Rei! Sebulan ini aku selalu mikirin kamu yang ga tau kemana. Aku selalu cari kamu di sekolah, tapi ga pernah ketemu. Kenapa kamu baru ngabarin aku, Reino?!"

Di sebrang sana, terdengar Reino berdeham. "Ngomong-ngomong, gue bukan pengen nelepon sama lo, Var. Lagian sebelum gue blokir nomor lo, gue bilang hubungan antara kita udah selesai," ucapnya terjeda. "Oh iya, ini kan nomornya Denaya. Gue mau bicara sama dia, ada kan?

Vara termenung memikirkan ucapan Reino. Ia baru teringat Reino telah memutuskan hubungannya lewat pesan. Sial, rasa cinta yang belum hilang membuat dirinya lupa diri. Satu lagi, kenapa ia tak menyadari kalau ponsel digenggamnya ini milik Denaya. Kemudian, ada hubungan apa Reino dengan temannya itu? Dengan perlahan, Vara pun melihat layar ponsel itu. Vara membelalakan matanya kaget. Lalu, tanpa disuruh air matanya jatuh begitu saja. Di sana terpampang jelas nama 'Reino Sayang' yang membuat hatinya terasa ditusuk belati. Sungguh, ia sangat tidak menyangka kalau teman yang selama ini sangat dipercaya, malah mengkhianatinya.

"Ra, ayo main lagi. Perut gue udah lega nih," ucap Denaya yang belum menyadari perubahan raut wajah Vara.

"Eh, lo kenapa?"

Vara berdiri seraya menggendong tas kecilnya. Dengan amarah yang tersulut, ia menampar keras pipi putih nan mulus milik Denaya. "Perut lo lega, hati gue sesak! Ga nyangka gue sama sikap lo selama ini. Mulai sekarang gue putusin, kita bukan lagi teman apalagi sahabat, Pengkhianat!"

Kemudian, Vara melenggang pergi dengan air matanya yang bercucuran serta meninggalkan Denaya yang memegangi pipinya serta memikirkan hal yang telah ia lakukan.

---

Mirip cerita part sebelah ye, wkwk. Gatel publikasi abisnya, hehe.

Yaudah. DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT, PLEASE!
Thankyou.

Happy reading, all.

Salam cinta,
Dar.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang