Pacar atau Sahabat?

219 67 8
                                    

Malam ini terasa seperti malam terakhir yang amat indah bagi SMAN 1 Harapan, dikarenakan adanya acara perpisahan yang sangat meriah, juga dengan ramainya lautan remaja yang ditemani oleh luapan kebahagiaan sebab telah berhasil melalui masa putih-abunya. Suara dengan nada canda dan tawa memenuhi seluruh lapangan dengan diiringi pertunjukan dari siswa-siswi seperti nyanyian dan musik bernotasi klasik. Ditambah lagi, bulan dan bintang yang bertebaran mengikut sertakan kemeriahan acara malam ini. Itu semua sudah menjadi bukti bahwa, kini para insan tengah berbahagia tanpa alasan untuk bersedih. Namun, jika dicermati lebih detail, ada seorang gadis yang sedang duduk sendirian di kursi pojok lapangan dengan tatapannya yang sendu dan kosong tanpa ada tersirat rasa kebahagiaan.

Adrianne Tansy. Seorang gadi berumur enam belas tahun dengan wajahnya yang manis serta kulitnya yang putih membuat orang yang melihatnya berpikiran bahwa ia telah memiliki seorang kekasih atau yang kerap disebut pacar. Kini, ia sedang bergelut dengan pikirannya yang kacau. Sedih, kecewa, kesal, dan merasa dikhianati. Bukan karena pacar, melainkan karena dirinya yang ditinggal oleh sang sahabat. Mungkin kata 'ditinggal' terlalu berlebihan, tetapi, kenyataannya memang begitu.

Anne, bersama ketiga sahabatnya yang sudah jauh-jauh hari merencanakan ingin ikut menghadiri acara perpisahan ini walaupun mereka masih kelas sebelas, lalu berjanjian memakai dress dengan warna senada, dan juga berangkat bersama-sama menggunakan mobil pribadi milik Anne. Tapi, ketika baru sampai di depan lapangan, dengan santainya mereka memisahkan diri masing-masing dan menghampiri pacarnya, lantas Anne ditinggalkan seorang diri. Dan, ia tidak suka sendiri.

Anne jadi berspekulasi bahwa memiliki pacar itu hal penting, sebab melihat ketiga sahabatnya yang begitu senang ketika pacarnya menggenggam tangannya lembut, mengacak-acak rambutnya, dan saat pacarnya membelikan mereka sebuah coklat. Apakah pacar itu sumber kebahagiaan? Padahal, menurut Anne itu semua bisa dilakukan bersama sahabat, tidak perlu dengan seorang pacar.

Anne yang masih bergelut dengan pikirannya, sampai-sampai tidak sadar bahwa sedari tadi ada seorang cowok yang duduk di sampingnya. Cowok itupun menepuk pelan pundaknya karena penasaran dengan Anne yang melamun. Anne terbelalak kaget dan menatap cowok itu tidak senang. Kedatangan cowok itu semakin merusak mood-nya. Sontak, Anne ingin pergi dari tempatnya, tetapi cowok itu malah menahannya dengan mencengkram tangan Anne.

"Tunggu sebentar, saya tau pikiranmu sedang kacau. Tidak mungkin bukan kamu pergi dengan keadaan seperti ini?" ucapnya yang membuat Anne berdecak sebal.

Anne menatapnya tajam sembari menjawab, "Siapa lo?"

"Duduklah, sebentar. Saya Anta Gionard, teman sekelasmu. Apa kamu tidak ingin bercerita pada saya? Mungkin, saya bisa membantu," kata Anta ramah. Ia mengulurkan tangannya dan tersenyum manis.

Anne mengubah mimik wajahnya datar. Ia baru sadar, selama ini tidak ada teman sekelasnya yang ia hafal, kecuali ketiga sahabatnya itu. Paling maksimal, ia mengetahui nama teman sekelompoknya. Lalu, ketika sudah tak ada berkelompok ia sudah lupa nama temannya itu. Ck, Anne terlihat buruk sekali.

Anta kembali menarik tangannya ketika tak dapat sambutan dari Anne. "Ya sudah kalau keberatan untuk bercerita. Tapi, tawaran saya masih berlaku jika kamu berubah pikiran."

Anne menghela napas panjang. Akhirnya, ia memutuskan untuk duduk kembali. Sebab, ada benarnya juga perkaatan lelaki itu bahwa tidak memungkinkan Anne pergi dengan keadaan kacau.

"Menurut lo, pacar itu penting ga?"

Anta tersenyum simpul. "Tergantung sih. Tapi, menurut saya penting juga karena bisa menjadi sumber semangat atau agar hidup tidak membosankan? Entahlah, soalnya sejauh ini saya belum pacaran lagi."

Anne mengangguk kecil. Wajah datarnya mulai tergantikan menjadi ramah. "Pas lo pacaran, seneng banget ga?"

Anta menepuk-nepuk paha seraya menatap kosong ke depan. "Senang awalnya saja waktu saya pacaran. Karena lama-kelamaan pacar saya ninggalin saya begitu saja. Dari situ, saya tak pernah coba pacaran lagi." Anta menghirup udara dalam sebelum melanjutkan, "Sebenarnya kamu itu ada masalah apa? Tentang pacar?"

"Bukan. Sebenarnya, gue ada masalahnya sama sahabat. Mereka ninggalin gue dan lebih milih berduaan sama pacarnya. Gue bingung. Emangnya pacar lebih penting dari sahabat?"

Seketika Anta tertawa-tawa sendiri membuat Anne mengernyit bingung. Menurut Anta, pemikirin Anne sangatlah konyol. Sudah jelas, pasti akan lebih penting sahabat dibandingkan dengan pacar.

Kemudian Anta meredekan tawanya, lalu berkata, "Pasti lebih penting sahabat, lah! Lihat saja, nanti kalau butuh apa-apa pasti larinya ke kamu. Ketika susah juga, mereka akan lebih milih cerita denganmu. Dan, saya ramal sebentar lagi sahabat-sahabatmu datang!"

Setelah itu, Anta melenggang pergi begitu saja bersamaan dengan lambaian tangan dan juga senyum manisnya. Mulut Anne menganga, bingung.

"Anne! Pulang yuk, udah malem. Maafin kita ya tadi ninggalin kamu sendirian."

Terlihat ketiga sahabatnya berlari menghampirinya dengan raut menyesal.

Tamat

Temen laknat, dasar. Mending si Anne sama Anta aja tuh, cocok. Wkwkwk

Oke, DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT GUYS, PLEASE. Terima kasih.

Salam,
Dinni_DAR2

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang