Aluna dan Askara

121 13 8
                                    

VOTEE!!! BACA SAMBIL KOMEN!!

§§§

"ALUNA, BANGUN! SETENGAH TUJUH, LO ENGGAK SEKOLAH?"

Aku menggeliat di atas kasur. Suara menggelegar itu sungguh mengusikku dari alam mimpi. Aku mendongakkan kepala. Huh, ternyata si kakak menyebalkan, Askara. Meskipun lelaki dan umurnya terpaut enam tahun denganku, ia begitu bawel jika aku belum beranjak dari kasur kala matahari telah menampakkan sinarnya. Padahal, hari ini sekolah diliburkan.

Askara, kakak lelaki paling cerewet dan terajin yang kutahu. Wajahnya yang sangat mulus seperti tugas skripsinya itu, sudah sangat jelas mengambarkan dirinya yang apik. Berbeda dengan diriku ini. Kedua pipi yang dipenuhi bopeng serta jerawat, kulit gelap, ditambah pula rambut yang terbalut kerudung ini sering kusut sebab jarang disisir.

Aku bukan pemalas. Siang hari, aku menyapu rumah. Lalu, petang tiba aku mengupas dan mengiris bawang kala ibu meninggalkan masakannya untuk menyambut ayah yang baru pulang dari kantornya. Setelah itu, semua penghuni rumah dilarang menganggu ketenanganku. Sebab, aku akan rebahan dengan membaca novel fiksi.

"Aluna, kalau libur sekolah, cepat mengepel lantai kamar lo! Bau telur busuk tahu, sebulan kagak dipel sama lo," pekik Askara dari luar kamar.

"IYA, BERISIK!"

Aku beranjak dari kasur. Askara tidak akan membiarkan aku tenang sebelum aku bangun. Huh, menyebalkan sekali.

***

"ALUNA, BA-"

"LIBUR, BANG! BIARIN GUE TIDUR SIANGAN, SAMA IBU BOLEH. LO ENGGAK USAH MENGATUR, SIANG NANTI GUE SAPU RUMAH," teriakku kesal.

Hari Sabtu ini waktunya hibernasi, tetapi Askara kembali membuat aku emosi.

"Aluna!" Askara menarik selimut yang membaluti tubuhku.

Aku melotot marah. Segera saja aku berdiri, lalu menarik Askara keluar dari kamar kesayanganku.

Dengan berkacak pinggang, aku berseru, "Jangan ganggu gue. Pergi sana, enek gue punya abang macam lo."

Aku berbalik. Setelahnya, terdengar bunyi pintu dibanting. Masa bodoh dengan sopan santun, aku tak peduli!

***

"Gue sudah bangun. Tolong, jangan berisik ya, Abangku sayang."

Aku memasang wajah datar menatap sosok menyebalkan yang telah berdiri di depan pintu kamar. Sosok yang setiap pagi selalu siaga menganggu kenyamananku bersama bantal serta selimut.

Ia menaikkan alisnya. "Tumben, Dik. Tapi, bagus deh. Tolong, temani gue beli camilan di toko depan kompleks. Lo mandi dulu sana."

Askara melenggang begitu saja tanpa menunggu persetujuan dariku. Ah, dia memang semena-mena.

Aku memilih langsung menuju kamar Askara tanpa mandi ataupun mengganti baju tidur yang melekat ditubuhku. Biar saja, agar nanti Askara malu dengan penampilanku yang kusut, kemudian tak jadi minta antar ke toko. Ide bagus bukan?

Aku menggedor-gedor pintu kamarnya. "WOI, AYO CEPAT!"

Wajah Askara muncul. Tangan kanannya sudah menggenggam sebuah dompet. Tak lupa, kaos hitam dan celana jeans selutut yang ia pakai. Matanya tampak menelisik penampilanku dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang