Harap

115 20 13
                                    

Didedikasikan untuk orang yang mengulang tahun lahirnya kemarin, NR_Putri.

Eits, VOTE sama KOMEN dilarang lupa. Aku senang kalau dapat notifikasi dari kalian.

Selamat membaca sambil dengar lagu di bawah ini↓

Ada Aku Di Sini - Dhyo Haw

*^*^*

Semenjak menjejaki Kota Patriot, aku tak pernah absen mengunjungi Taman Sehati sebab keberadaan gadis yang berhasil menggelitik mata dan hatiku. Sesosok yang dapat menciptakan debaran aneh, juga menggugah hati untuk bertekad memilikinya. Padahal, dia belum lama kukenal.

Dia Matahari. Selayaknya nama gadis tersebut seperti titik pusat tata surya yang menyinari dunia, ia pun sama halnya dengan itu. Bedanya, Ata bukan menyinari dunia, melainkan menyinari ruang gelap pada hidupku. Ata juga telah menjadi titik pusat semangat hidupku. Meskipun, aku hanya dapat melihatnya dari jauh karena lebarnya jarak yang membentang.

Setiap sore hari, aku selalu mengamati Ata yang duduk di kursi taman seraya tersenyum bahagia yang disebabkan oleh ... pacarnya, Awan. Aku hanya dapat tersenyum kecut. Membayangkan betapa beruntungnya menjadi seorang Awan, bisa dengan bebas dan kapan saja berbagi tawa dengan Matahari. Berbeda denganku, hanya dapat mengamati tanpa bisa mendekati.

Pagi itu, aku menilik Matahari seperti kehilangan jiwanya. Sinarnya tertampik dan lenyap oleh kemurungan yang menguasai dirinya. Ya ampun, tak tahan rasanya melihat dia di bangku taman dengan keadaan seperti itu. Entah bagaimana, mendadak raga ini mendekati Matahari lalu duduk di sampingnya dengan sembarangan. Oh ayolah, biarkan jiwa pengecutku ditekan sedikit.

"K- kamu kenapa?"

Matahari menoleh ke arahku. Tolong, tatapannya hampir mematikan detak jantungku. Aku hilang kendali dibuatnya. Bahkan, ketika Ata telah memalingkan wajahnya, aku masih sedikit salah tingkah.

"Kamu siapa?" tanya Ata.

Suaranya menimbulkan sengatan dalam hatiku. Aduh, sepertinya aku sebentar lagi akan gila.

Aku berdeham. "Bulan. Salam kenal."

"Oh, aku Matahari," katanya sembari tersenyum manis, namun terkesan terpaksa.

Lantas itu, entah bagaimana caranya aku dan Matahari bisa mengobrol santai. Aku berhasil menciptakan kembali lengkungan persis bulan sabit di bibirnya, sinar Matahari pun telah kembali. Sampai akhirnya, aku memberanikan diri menyinggung perihal Awan, pacarnya.

Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal. "Jadi, tadi sebenarnya kamu murung sebab pacarmu itu?"

"Iya." Ata mengangguk kaku.

"Eh, maaf lancang, Ta."

Aku cengengesan tak jelas. Berharap suasana kembali mencair dan juga berharap semoga Ata tak menyadari jika aku cemburu oleh Awan. Karena mau bagaimana pun, bagi Matahari diri ini hanyalah seorang Bulan yang baru ia kenal beberapa detik yang lalu.

^^^

Setelah kejadian saat itu, aku dan Matahari semakin dekat. Sedari awal yang hanya bertemu di taman pada pagi hari, kini justru pagi dan sore hari. Setiap hari, selalu begitu, selalu tanpa Awan. Walaupun, Matahari masih saja mengharapkan orang itu.

Sore ini, aku kembali menanyakan hal yang sama, "Ta, kamu masih menunggu Awan?"

Ata tersenyum lebar. "Iya. Aku yakin, Awan sedang sibuk saja, makanya tak dapat meluangkan waktunya."

Aku menghela napas. Matahari selalu optimis bila tentang Awan. Sama halnya denganku yang selalu optimis jika berharap pada Matahari.

"Eh, Bul. Daripada kamu terus menanyakan hubunganku dengan Awan, tengok depan sana deh. Aku perhatikan gadis itu selalu mengamatimu setiap kita duduk di sibi." Matahari menyipitkan matanya lurus ke depan.

Sehingga, aku turut melihat ke sebrang taman. Ada sosok yang juga menatapku begitu dalam, layaknya penuh pengharapan.

"Bumi ..."

Matahari mengernyit heran. "Kamu kenal dia? Dekati sana!"

"Apa kamu tak cemburu?" Helaan napas keluar dari hidungku. "Aku tahu, Awan sudah lama hadir di dalam hidupmu. Tapi, Ta, kalau hanya meninggalkan jejak kecewa untuk apa? Aku memang orang baru, tapi aku bisa bahagiakan kamu. Aku cinta kamu, Matahari!"

Aku menutup mata, tak berani melihat wajah Matahari. Aku sadar posisi masing-masing.

Harap ini tak akan menemukan atap untuk menetap. Sebab, Sang Pencipta telah mengatur sesuai arahNya.

Awan akan selalu bisa mengiringi jalan Matahari, bahkan dapat pergi pula tanpa pamit meski Matahari telah berusaha untuk menggait. Lantas, Bulan dan Matahari tak dapat bersama. Bulan dan Matahari ada pada satu semesta, namun jalan yang berbeda. Sudah sepatutnya Bulan berjalan mengitari Bumi, walaupun Bulan tak pernah berniat untuk mendampingi Bumi. Karena pada akhirnya, harap-harap ini memang tak bisa dipaksa untuk bersua.

√√√

Heyyoooo.

Sekarang ini, lagi marak banget Covid-19, ya. Untuk kalian, lebih baik tetap di rumah sambil berdoa supaya cepat berakhir, ya. Selalu jaga kesehatan, semua!

Eh, bicara soal penyakit, silent readers juga termasuk penyakit, lho. Penyakit pelit. Cepat vote dan komen makanyaa!😁

Salam sayang,
DAR.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang