The Royal Love (Part 3)

1.9K 58 3
                                    

The Royal Love
Part 3:
Oleh: Fitria LK

Bangku kayu yang sama. Saat lembaran demi lembaran proyek yang menyulitkanku menikmati hidup. Tapi dengan lembaran-lembaran ini, ada banyak mimpi menjadi nyata. Begitu banyak pelangi mewarnai hitamnya hidup dan banyak pula harapan yang akan tumbuh.

Aku bukanlah sosok malaikat yang terbelenggu dalam tubuh manusia. Aku tetaplah aku. Manusia naif, yang masih berkutat akan dosa dan kekhilafan. Sama halnya manusia yang mestinya mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup lebih baik. Bekal hidup yang membawanya menjadi insan Sang Pencipta yang sesungguhnya.

‘Dttttt...’

Ponselku bergetar. Sebuah pesan singkat dari Kina. Aku membukanya.

KINA:
Mas

AKU:
Assalamuallaikum.
Biasakan ucapkan salam dong.

KINA:
Iya iyaa
Walkumslm.

AKU:
Wa’alaikumusalam
Biasakan tulis dan ucapkan yang lengkap. Karena ada doa di dalamnya.

KINA:
Iya. Iya. Bawel banget sih.

AKU:
Heemm.

KINA:
Mas di mana sih

AKU:
Aku kirim lokasinya. Kamu sini ya. Ingat pakai hijab!

KINA:
Iyaaaa... ihhh... (emoji sebal)
Mas, gak jemput aku?

AKU:
Jangan manja.
Aku sibuk nih. Ini sambil kerja.

KINA:
Ihhh... sok sibuk!

AKU:
Heheheheee... terserah deh. Gak ketemu berarti hari ini cancel dan masih terhitung kurang 27 hari. Oke! (emoji ketawa kepingkal-pingkal)

KINA:
(emoji marah tiga kali)

Huufffttt... hari yang melelahkan. Proposal pengajuan proyek perlu dicek ulang. Bukan berarti tidak percaya anak buah. Tapi di dalam proyek ini banyak harapkan. Upah karyawan, tambahan bonus kerja, dan ada hak-hak orang lain yang lebih membutuhkan.

Sesekali kulepas penatku dengan mengamati sekumpulan air yang melengkung indah dengan warna kehijauan. Rerumputan hijau yang terawat. Pepohonan rindang yang sekarang menaungiku dari terik mentari.

Tidak terlalu ramai. Ini bukan hari libur seperti biasanya, saat banyak pengunjung bercengkerama bersama orang-orang terkasih menikmati cendayam suasana asri di sini.

“Heiii... sampai puter-puter capek tau,” keluhnya.

Aku mengamati penampilannya. “Bagus,” jawabku singkat.

“Bagus? Maksudnya?”

“Penampilanmu, jadi makin bagus saja. Pakai aksesoris pula. Seterusnya jangan lepas ya.”

“Heem. Tapi sepertinya setelah kontrak ini selesai, aku harus melepasnya,” ujarnya. Ikut duduk di bsngku yang sama. Memandang ke arah danau dengan mata nanar.

“Semua dari niat kamu. Sekuat apapun orang lain mengingatkan, namun kamu tetap memilih jalan sesat ya tetap saja.”

Sekilas aku memandangnya. Pandangannya yang lepas namun terbelenggu sesuatu hal. Harapan besar ingin melepas kehidupan kelam yang mengimpitnya.

“Entahlah... aku harus menghidupi dua anakku,” ujarnya kemudian.

“Dengan uang haram?” jawabku spontan.

“Sudahlah, kamu juga munafik. Kamu telah boking aku. Seorang pelacur!” Dia menekan suaranya.

Ucapannya yang mempertegas dirinya begitu tidak berdaya. “Sejak kapan kamu bekerja seperti ini?”

The Royal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang