The Royal Love (Part 4)

1.7K 57 3
                                    

The Royal Love
Part 4:
Oleh: Fitria LK

“Sadar Mbak... Ya Allah... Mbak dulu cari enak sama pacarnya, ehh... giliran ada oroknya mau di buang dan dibunuh. Astaghfirullahalazim...” jawabku. Aku ikut kacau.

“Terus, apa yang harus aku perbuat. Tidak mungkin, janin ini aku tanggung sendiri,” ucapnya dengan berderai air mata.

“Jelas jangan Mbak yang nanggung. Sama-sama enak kok pas paitnya, pacarnya gak mau tanggung jawab.”

Air matanya menganak sungai. Aku memahami keadaannya saat itu. Dan sekarang aku harus putar otak untuk memberikan solusi.

“Gini aja, besok Mbak tunjukkan kos-kosannya. Pura-pura saya kakaknya Mbak. Minta dia tanggung jawab,” gagasku. Dia mengangguk.

“Ehh... dulu waktu kikuk-kikuk ada saksinya gak?” godaku. Dia melirikku dengan pandangan sebal.

“Apa maksudmu?” jawabnya kesal.

“Gak gitu kalau ada saksinya kan lebih mudah untuk menekannya. Hehehe,” aku terkekeh lirih. Dia terdiam lagi. Mukanya menahan marah atas ucapanku.

“Namanya siapa Mbak?” tanyaku mencoba meredakan kesedihannya.

Dia masih terdiam. Hufftt... susah juga membuat wanita berhenti dari sedihnya.

“Gimana besok misinya bisa berhasil jadi kakaknya Mbak, nama adiknya saja gak ngerti,” celetukku lagi. Masih meliriknya, menata isak tangis yang mulai mereda.

“A-a..lea...” ucapnya terbata-bata karena tertekan isak tangis di tenggorokannya.

“Alea. Sekarang Mbak Alea pulang, ini kartu namaku.”

“Pulang? Pulang ke kampung?” jawabnya pelan.

“Memang Mbak mau mengadu sama orang tuanya?”

“Ya, enggak to Mas. Aku takut e. Bapak punya penyakit darah tinggi. Bisa gawat kalau tiba-tiba tau aku hamil di luar nikah,” ucapnya penuh kenaifan.

“Situ sadar kenapa tidak dari dulu sih, gak serepot ini kan? Sudah Mbak pulang ke kosan. Besok kita cari cecunguk itu.” Nadaku kesal.

“Namanya Haris bukan cecunguk,” sanggahnya. Aku menahan tawa atas pembelaannya.

“Iya... iya... masih cinta niyeeee... Banyak doa ya Mbak semoga berhasil. Hehehe.” Aku terkekeh lirih yang tidak bisa aku menahannya. Melihat wanita bodoh yang masih membela yang jelas-jelas merusak masa depannya.

“Oh... sampek lupa. Kalian kuliah di mana?” tanyaku lagi. Untuk mempermudah akses jika si cecunguk itu tidak ketemu di tempat-tempat tongkrongannya. Alea menjawabnya bahkan memberi tahu lokasi yang sering didatangi Haris.

                                                    ***

Di meja ruangan kerjaku, masih setumpuk pekerjaan. Jam dinding masih terpaku diam, menggantung sempurna di dinding dengan jarum jam menunjuk pukul 10.30 WIB.

‘Suara panggilan masuk’

Nomor asing. Mungkin ini Alea.

“Assalamualaikum Mas,” ucapnya ragu.

“Wa’alaikumusalam. Ini Alea?”

“Iya Mas. Bisa jemput saya di kampus?”

“Oke... Oke... tiga puluh menit ya aku sampai.” Segera aku tutup panggilan. Menyerobot kunci kontak, keluar kantor menuju parkiran. Mobil hitamku telah menunggu.

“Mas Salman mau ke mana? Kok buru-buru. Ada urusan dengan cewek ya,” kelakarnya, membuatku turut tersenyum.

“Ada deh, yuk Mang. Ini untuk Mang Usup. Buat tambah bayar kontrakan.” Aku selipkan sejumlah uang secara cepat di saku bajunya. Mang Usup berterima kasih padaku.

The Royal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang