The Royal Love
Part 6:
Oleh: Fitria LKTanpa menunggu lama, segera saja aku hubungi nomor asing ini. Memastikan keadaan Kina sebenarnya.
“Haalllooo... Kinaa...” ucapku panik.
“Toloooong Maaaas!! Aku di jebak,” jawabnya dengan suara terisak-isak. Nada suaranya seakan dicengkam ketakutan.
“Kamu di mana sekarang?”
“Hotel tempat kita bertemu pertama ka...” suaranya tercegat.
“Heeeehhh... kembalikan ponselku! Kamu coba-coba hubungi orang lain, haahh!” suara laki-laki begitu garang. Dan sambungan terputus.
Aku harus ke sana. Pasti terjadi sesuatu padanya.
Segera aku berlari keluar dari pusat kebugaran menuju area parkir. Dengan cepat aku buka handle pintu mobil. Melintasi jalan raya yang sekarang mulai ramai.
“Ya Allah... macet lagi!” gumamku. Perasaan berkecamuk.
“Ya Allah... kumohon tolong aku...” ucapku lirih. Hati dan pikiran hanya tertuju pada Kina.
“Ayolllaaahh... cepat jalaan...!!” Aku menekan klakson berkali-kali. Seakan memaksa kendaraan yang ada di depanku untuk bergerak.
“Ya Allah... kumohon beri kesempatan untuk menolongnya...” Seakan kepalaku mau pecah saja. Jantung ini semakin berpacu cepat. Berharap ada jalan untuk segera bergerak menuju hotel.
“Ya Allah... berilah pertolongan-Mu. Hanya pada-Mu, aku memohon...” Tanganku terkepal memukul dahiku berkali-kali. Pikiran seakan buntu seketika.
Di samping mobilku ada pengendara motor balap yang tidak asing bagiku. Aku membuka kaca pintu mobil.
“Hanafi?” Kucoba menyapanya. Pria itu menoleh padaku. Membuka kaca helm.
“Pak Salman?” jawabnya terkejut.
“Ya, kamu Hanafi kan?”
“Benar, Pak. Ada apa?” tanyanya. Dia salah satu karyawan di kantor cabangku.
“Bisa minta tolong? Ini segera. Menyangkut nyawa orang lain,” permintaanku padanya.
“Ya Pak. Dengan senang hati.” Dia menggulirkan senyum sangat sopan.
“Kamu bawa mobilku, aku pinjam sepeda motormu. Bawa saja mobilku ke rumahmu. Nanti sepeda motormu aku antar di rumahmu,” ucapku.
“Ya Pak.” Segera dia turun dari sepeda motornya dan aku turun dari mobil. Meski suara klakson mobil silih berganti, seakan meneriaki aksi kami bertukar kendaraan.
Jaket kulit milik Hanafi juga aku pinjam, lengkap sarung tangan dan helm. Mengendarai sepeda motor, cara tercepat untuk bisa menyusupi jalan sempit di saat kemacetan yang menyergap. Memangkas waktu lebih banyak untuk segera menuju hotel.
Butuh lima menit aku terbebas kemacetan. Aku pacu dengan kecepatan lebih dari100 kilo meter per jam dari jarum speedometer sepeda motor. Tidak peduli. Aku begitu garang menyalip sisi kanan hingga kiri kendaraan. Banyak teriakan dan umpatan yang terdengar samar dari pengendara kendaraan lain yang aku lintasi, hampir-hampir menyerempet bagian sisi badan kendaraan. Aku tidak peduli. Itu yang ada dalam pikiranku, hanya mampu berdoa dalam batin, semoga aku tidak terlambat menolongnya.
Aku telah memasuki hotel, tepat di depan halaman lobi. Sorot lampu yang begitu terang, membuat para pengunjung hotel melihatku. Turun dari sepeda motor dan membuka helm. Resleting jaket kulit aku turunkan hingga terbuka sebagian dadaku yang terbalut kaos hitam.
Tidak semestinya sepeda motor berhenti di depan halaman lobi hotel. Ini yang menyebabkan petugas keamanan mencegahku untuk masuk di dalamnya.
“Pak, demi kenyamanan pengunjung yang lain, mohon segera pindahkan sepeda motornya ke tempat parkir sepeda motor sebelah sana,” ujar pria jangkung berbadan kurus dengan seragam berwarna cream dengan celana warna capuccino.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Love
ActionCEO single yang sukses, berani memboking seorang pelacur selama 30 hari. Apa motivasinya? Bahkan dengan bertaruh nyawa, CEO tampan dan jago berkelahi ini membuat club tempat pelacur yang disewanya kocar-kacir, hingga harus melepaskan satu pelacurnya...