🐥 metanoia [3]

488 59 31
                                    

no edit, kalo ada typo maafkeun yaa~


metanoia

bagian tiga; better better







Konser pecah!

Gak ada satupun penonton yang gak nangis atau tiba-tiba galau setelah melihat performance Enam Hari di atas panggung tadi. Siena tahu satu hal ini setelah menonton langsung penampilan Enam Hari.

Katarsis.

Pelepasan emosi yang selalu tertahan pun sengaja dilupakan.

Lagu-lagu Enam Hari memberikan feeling yang aneh, sesuatu yang tidak bisa didapatkan dalam lagu-lagu manapun. Like, bersedih dan galau tanpa harus merasa jijik dan berlebihan. Lagu-lagu Enam Hari mengajak pendengarnya untuk benar-benar merasakan kesedihan dan emosi terpendam yang seringnya manusia abaikan dan sembunyikan keberadaannya. Lagu Enam Hari membuat pendengarnya bisa menerima emosi itu, merasakan dan menghargai kehadirannya.

Sepertinya, di masa ini manusia memang sering pura-pura serta memaksa diri bahagia, bertopeng senyum palsu sampai lupa bagaimana rasanya menangis —menyembunyikan rasa kehilangan.

Lagu band milik Jay dan teman-temannya menjadi alat untuk mengeluarkan emosi itu.

Bersedih.

Terluka.

Kecewa.

Agar tetap menjadi manusia.

Siena tersenyum tipis, sebuah bimbang mengusik hatinya. Benarkah Enam Hari jujur dengan musiknya? Apa iya mereka tidak berbohong seperti papanya?

"Pulang bareng aku aja, aku anter sampe rumah," kata Jay sembari menggulung kabel. Kedua lengan dan tangannya gesit merapikan kabel-kabel yang semrawut sana sini.

Sumpah cuk, kok ganteng?

Siena terlonjak kaget, pecah lamunannya saat Jay muncul di hadapannya.

"Lhapo'o? Ganteng ya aku?"

"Om belum pernah denger orang Jakarta misuh ya?"

Jay terkekeh, "Gak usah misuh, wagu, kaku, gak enak didenger," kata Jay yang telah selesai menggulung kabel, "tapi kalo mau bilang fuck you, boleh."

Siena mendengus.

"Jadi, gimana pulang bareng ak—"

"Putri Saljuuuuuuu ...." Sapaan riang Jeno memotong ucapan Jay. Cowok itu menghampiri Siena dengan senyum manisnya.

Siena merotasikan kedua netranya, "Jijik sialan."

"Hehe," tanpa canggung Jeno tertawa. "Jadi pulang bareng kan? Biasane putri salju muleh bareng pangeran."

Siena tak menggubris ucapan Jeno ia justru menaruh atensi pada Jay, "Maaf Om, malam ini belum bisa jadi sugar baby, penyihir mau pulang bersama kawanan kurcaci."

Jay mengangguk. Jeno pamitan, "Balek sek ya, Mas."

Siena dan Jeno berjalan beriringan meninggalkan lapangan sekolah menuju tempat parkiran.

Komplek Enam Hari | day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang