|||"Kalau belum menemukan bahu untuk bersandar. Masih luas bumi untuk bersujud."
|||"maaf ummi, kita sudah sering membicarakannya, dan ummi juga sudah tau jawaban Fisha". aku tertunduk di depan wanita yang begitu aku sayangi dan hormati ini, merasa tak enak lebih tepatnya.
Beliau tersenyum sambil mengangguk pelan. Sudah berapa kali aku membicarakan hal ini dengannya, dan selalu berujung melihat wajah sedih yang diklamufase dengan senyuman.
Dengan sabar dan penuh pengertian ummi selalu tersenyum padaku, padahal aku tau ummi mungkin kecewa. Pasalnya ummi sudah lebih dari sering mengatakan hal ini, memberikan wejangan atau saran walau hanya satu dua kalimat setiap kali ada kesempatan kami bertemu.
Sudah satu tahun lebih aku mengenal Ummi Fatimma, tak ada kata yang bisa mendeskripsikan terlampau baik beliau.
Bagiku, Ummi Fatimma seperti bidadari kedua setelah bunda. Beliau adalah guru yang sudah aku anggap seperti bundaku sendiri.
Ah bicara soal bunda, sedang apa ya bunda sekarang? Sudah lebih tiga minggu aku belum pulang kerumah.
Terakhir kali aku melihat bunda ketika selesai sidang skripsi. Sehari setelah sidang, aku pulang kerumah, itupun hanya tiga hari. Kemudian aku kembali lagi ke kosan karena ada tanggung jawab yang aku emban disini. Menjadi guru mengaji iqro anak-anak di TPA Al-Hidayah, setiap rabu-jumat disore hari. Selain itu, aku juga bekerja sebagai translator tulisan Perancis di sebuah perusahaan, meskipun belum menjadi pegawai tetap, tapi aku merasa senang dengan jam kerjanya yang fleksibel.
Selain itu juga aku disibukkan dengan mengikuti berbagai kajian, salah satunya kajian rutin bersama ummi Fatimma dirumahnya. Seperti sekarang ini.
Aku kembali menatap wanita yang sudah lewat setengah abad di depanku.
"Fisha belum siap ummi, masih banyak hal diluar sana yang mau Fisha lakukan, Fisha juga masih mau belajar banyak.. Ilmu agama Fisha juga masih belum baik, masih sangat kerdil. Menjalani kehidupan berumah tangga bukannya belum Fisha pikirkan, bunda juga sering rewel tentang ini, tapi Fisha belum siap um, ilmu agama adalah pondasinya, bagaimana kalau nanti..."aku menjeda kalimatku sebelum akhirnya kembali melanjutkan.
"Fisha belum siap ummi.." aku menggeleng kuat.
Ummi Fatimma membawa tanganku ke pangkuannya, mengelus dengan lembut, penuh kasih. Ummi tersenyum, "Ummi paham betul apa yang ada didalam ini." Ummi Fatimma menyentuh pelan dahiku dengan telunjuknya.
"ummi tidak memaksa Fisha, ummi hanya memberi saran. Jika memang belum saatnya Fisha menemukan bahu untuk bersandar, masih luas bumi untuk kita bersujud padaNya. Meminta yang terbaik." Ummi tersenyum tulus. Kami saling memandang, sorot mata ummi begitu teduh dan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Talks
Teen FictionAku tidak mencarinya. Sedang dia mencariku. Dan yang kucari mencari yang lain. Selucu inikah hidup? Jangan tanyakan aku, aku pun masih mencari jawabannya . Oh ya, siapakah sutradaranya?