The Winner

724 82 20
                                    

Nayeon

"Jadi kau pingsan? Dan Jinyoung menggendongmu ke ruang perawatan, lalu mengantarmu pulang?" Jeongyeon mengulang apa yang barusan Nayeon ceritakan, dengan nada setengah tidak percaya. Kedua alisnya terangkat, dan matanya penuh dengan tanda tanya.

Nayeon mengangguk, sambil mengunyah makanan yang disiapkan ibunya tadi. Hari ini, ia menuruti kata ibunya untuk istirahat di rumah saja. Jadi itulah yang dilakukan Nayeon, izin dari perkuliahan dan latihan klub teater untuk hari ini. Sementara Jeongyeon yang baru mendengar berita tentang Nayeon yang sakit tadi pagi karena tidak menemukan batang hidung Nayeon dimana pun, langsung menjenguk sahabatnya begitu kelasnya selesai.

"Wah, syukurlah, Jinyoung sudah berani sekarang." kata Jeongyeon sambil tersenyum bangga. Seolah-olah apa yang dilakukan Jinyoung adalah sebuah prestasi.

Kening Nayeon berkerut, tidak mengerti dengan apa yang Jeongyeon katakan barusan. "Maksudmu? Berani? Sekarang?" tanya Nayeon.

"Aish," Jeongyeon menggerutu lalu melempar salah satu boneka Nayeon ke arah wajah sahabatnya itu, "Kau belum sadar juga? Bahwa selama ini Jinyoung menyukaimu?"

Tiba-tiba bubur yang tadi sedang disantap Nayeon tersangkut di tenggorokannya dan membuatnya terbatuk-batuk. Nayeon tidak tahu apa yang membuatnya tersedak, buburnya, atau apa yang dikatakan Jeongyeon barusan.

"Jangan mengada-ada." Nayeon mencibir setelah tenggorokannya kembali lega.

Jeongyeon menggeleng melihat kelakuan sahabatnya, "Astaga, aku selalu berpikir bahwa kau ini bodoh. Tapi tidak kusangka kau sebodoh ini, Im Nayeon."

"APA?!"

"Silakan saja tanya semua orang, mereka juga tahu kalau selama ini Jinyoung punya perasaan untukmu." lanjut Jeongyeon lagi, kali ini sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Bahkan sejak kita masih sekolah dulu."

Wajah Nayeon memanas begitu mendengar Jeongyeon, ditambah lagi ingatan tentang kejadian kemarin saat Jinyoung mengantarnya pulang kembali muncul di pikirannya. Nayeon tidak mau langsung percaya dengan apa yang dikatakan Jeongyeon, tapi apa yang Jinyoung akan pikirkan tentang Nayeon kalau itu memang benar?

"Jinyoung orang yang baik, jelas lebih baik dari si brengsek Park Chanyeol itu." Jeongyeon menatap Nayeon dengan serius, "Kalau kau tanya padaku, sebagai sahabatmu, tentu saja aku lebih merestuimu dengan Jinyoung daripada Chanyeol."

"Hei, Yoo Jeongyeon, kau berbicara seolah-olah aku bisa memilih di antara mereka berdua. Chanyeol sudah bahagia dengan pacar barunya yang cantik bak supermodel itu, dan aku bahkan tidak yakin Jinyoung menyimpan perasaan seperti itu padaku." Nayeon melemparkan boneka yang tadi mendarat di wajahnya ke arah Jeongyeon. "Sudahlah, kau membuatku semakin sakit kepala."

Nayeon meletakkan mangkuk buburnya di meja, lalu merebahkan tubuhnya. Nayeon tidak bohong, kepalanya terasa sakit lagi setelah mendengar celotehan Jeongyeon—yang akhirnya menyerah dan ikut merebahkan tubuhnya di kasur sambil membolak-balik majalah fashion terbaru milik Nayeon. Harusnya Nayeon tidak usah memikirkan macam-macam, tapi semuanya sudah terlambat karena berbagai macam skenario kini sudah bermain di kepalanya.

Bagaimana kalau apa yang dikatakan Jeongyeon benar—bahwa Jinyoung.. menyukainya?

Jinyoung memang selalu baik terhadap Nayeon, apalagi akhir-akhir ini. Awalnya, Nayeon mengira bahwa sikap Jinyoung padanya hanyalah sebatas manner biasa. Lagipula, ia selalu berpikiran baik tentang Jinyoung—laki-laki itu adalah salah satu laki-laki terbaik yang pernah dikenalnya bahkan sejak mereka sekolah dulu—tapi tidak pernah terlintas di kepalanya bahwa Jinyoung melakukan semua hal baik itu karena ia menyukai Nayeon.

TornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang