The Truth

672 81 18
                                    

Jeongyeon

Suara musik instrumental yang mengalun lembut di seluruh penjuru Paris Baguette di sore itu menemani Jeongyeon, yang sedang duduk sendirian, lengkap dengan sepotong kue red velvet-nya yang belum habis dan bungkusan cinnamon roll untuk Nayeon yang rencananya akan dibawakannya ke rumah sahabatnya itu. Ini adalah kali pertamanya Jeongyeon pergi ke tempat ini—bakery favorit Nayeon—sendirian, tanpa Nayeon duduk di hadapannya. Bakery ini memang dikenalnya dari Nayeon dan ikut menjadi tempat favoritnya, tetapi tidak pernah sekalipun ia dengan sadar pergi ke sini sendirian. Mereka selalu mengunjungi bakery ini berdua, paling sering dengan ajakan Nayeon yang selalu random dan tiba-tiba mengidamkan cinnamon roll atau kue-kue lain milik bakery ini. Saking seringnya, penjaga kasir tadi sampai menanyakan kenapa Jeongyeon datang sendiri kali ini.

"Sendirian saja? Biasanya kau datang berdua." petugas kasir dengan papan nama bertuliskan Park Dongwoon bertanya dengan senyum ramah, sembari mengambil uang yang Jeongyeon sodorkan.

Jeongyeon ikut tersenyum dan mengangguk, "Ya, temanku sedang sakit." jawabnya dengan asal.

Tidak, Nayeon tidak benar-benar sakit, hanya saja gadis itu sedang tidak ingin diganggu dan sedang berusaha untuk meminimalisir interaksinya dengan orang-orang. Setiap kelas selesai, Nayeon akan kabur secepat mungkin dari lingkungan kampus dan pulang ke rumahnya. Bahkan tadi saat Jeongyeon mengajaknya ke bakery ini, Nayeon menolak dan memilih pulang duluan, walaupun tetap meminta satu cinnamon roll untuknya yang harus Jeongyeon antar ke rumah gadis itu. Jeongyeon sendiri tidak habis pikir kenapa ia mengiyakan permintaan Nayeon. Kalau saja Nayeon tidak mengeluarkan jurus ampuhnya—meminta dengan suara memelas dan merengek seperti gadis kecil berumur lima tahun—Jeongyeon harusnya bisa menolak, tetapi dengan suara Nayeon yang terkesan sangat memelas tadi ditambah dengan kesulitan yang akhir-akhir ini dihadapinya, Jeongyeon menyerah dan memilih untuk membelikan Nayeon, daripada harus hidup dengan suara menyebalkan dan dibuat-buat itu selama seminggu ke depan.

Anyway, ini sudah minggu kedua sejak Nayeon bertransformasi menjadi mahasiswa kupu-kupu, alias mahasiswa kuliah-pulang-kuliah-pulang, sikap yang sangat bertolakbelakang dengan identitas Nayeon sendiri sebagai primadona kampus. Sebagai sahabatnya, Jeongyeon tentu saja tahu dan sadar akan hal itu. Biasanya sepulang kuliah, Nayeon akan menghabiskan waktunya di klub teater, Paris Baguette, kafe-kafe lucu di sekitar Cheongdamdong, dan masih banyak lagi. Tapi dua minggu ini Nayeon seperti menghindari segala macam kontak dengan manusia—selain Jeongyeon dan beberapa temannya yang lain—tentu saja karena kejadian yang baru saja menimpanya, yang melibatkan Chanyeol dan juga Jinyoung. Nayeon enggan menampakkan batang hidungnya di tempat-tempat dimana kedua laki-laki itu bisa muncul, dan karena hal itulah Jeongyeon akhirnya harus kemana-mana sendirian. Awalnya, Jeongyeon tidak keberatan, tetapi lama-lama ia mulai merasa kesepian karena tidak ada celotehan berisik Nayeon yang mengganggunya seperti biasa.

Hidup menjadi seorang primadona memang tidak mudah, Jeongyeon membatin kemudian menghela napasnya berat. Diam-diam, ia juga merasa kasihan pada Nayeon yang terus ditimpa masalah bertubi-tubi, belum lagi gosip-gosip yang selalu mencemari nama sahabatnya itu di kalangan teman-teman mereka. Jeongyeon menyaksikan itu semua dan hanya bisa bersyukur hubungannya dengan Jimin selama ini baik-baik saja, dan tidak ada gosip aneh-aneh tentang dirinya.

Jeongyeon meraih ponselnya yang terletak di atas meja dan membuka aplikasi chatting yang digunakannya sehari-hari, dan membuka pesan yang masuk. Satu dari Jimin, dan satu lagi dari Nayeon.

 Satu dari Jimin, dan satu lagi dari Nayeon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang