B u C i N ~ T u J u H

1K 41 6
                                    

Selamat membaca!
___________________________________________

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Membuat seluruh siswa siswi SMA Gemilang Cahaya bersorak gembira.

Tapi tidak untuk kelas SEPADU. Di dalam sana masih terdapat guru yang sedang menjelaskan materi siang ini.

Gia menghela napas kasar. Buku tulisnya sudah dipenuhi oleh berbagai macam coretan.

Bukan coretan matematika tentunya, melainkan coret-coretan gambaran yang tidak jelas.

Dari gambar orang yang sedang senyum, tanda tangan nya, bahkan tanda tangan satu kelas pun ada di dalam belakang bukunya Anggia Putri Rahayu.

Karena sudah terlalu lama ia memberikan peluang untuk Bu Hilda menjelaskan materi, ia berdiri.

"PULANGKAN KAMI." Gia berteriak – menggerakkan anak kelas SEPADU – untuk demo agar semua dibolehkan pulang.

Mulai dari satu orang, menjadi dua, bahkan Tejo pun ikut berdiri dan berkat seperti yang Gia ucapkan tadi.

"Pulangkan kami!" ucap mereka serentak.

Kata-kata itu terus saja terulang dan semakin kencang, membuat Bu Hilda yang semula sedang menulis sesuatu di papan tulis, berbalik untuk melihat anak muridnya.

"Cukup!" Bu Hilda memukul meja dengan rotan kesaktiannya.

Dan berhasil. Satu kelas pun terdiam. Lebih tepatnya kaget dan takut kalau Bu Hilda benar-benar marah.

Ketika kelas benar-benar hening, entah keberanian darimana, Tejo masih berkata, "Pulangkan kami." Sambil menjulurkan tangannya keatas.

Semua orang menahan tawanya. Terkecuali Bu Hilda yang sedang menahan amarahnya.

"Ma-maap Bu."

Mata Bu Hilda tidak lagi melihat kearah Tejo, melainkan semua anak kelas SEPADU.

"Ibu tau kalau kalian ingin pulang, sama. Ibu pun ingin pulang, ketemu anak yang-"

"Lah malah curhat," bisik Gia kepada Agam.

Agam tersenyum licik, ia mengangkat tangannya membuat Bu Hilda menghentikan ucapannya.

"Ada apa Agam?"

"Kata Anggia, 'lah malah curhat' gitu Bu."

Mata Gia membelalak ketika mendengar ucapan Agam.

"Aduh ganteng," ucapnya geram.

Tatapan Bu Hilda kini berganti kearah Gia. "Bener itu Gia?"

"Em."

Lagi-lagi Bu Hilda memukul rotan nya ke meja yang berada di depannya. Membuat semua anak tersentak – kaget–

"Kalau ditanya tuh jawab!"

Aduh ini guru kenapa baperan banget sih?! Batin Gia.

"Iya Bu."

"Sini kamu!" Gia berjalan dengan ragu menghampiri Bu Hilda.

Ketika sudah di depan, Bu Hilda menatap Gia dari atas sampai bawah.

"Kamu ini. Lihat, rambut berwarna kayak anak ayam, baju ketat, rok pendek bahkan robek, sepatu putih," ucap Bu Hilda.

"Mau jadi apa kamu hm?"

"Bidan."

Tangan Bu Hilda terulur lalu menarik telinga kanan Gia.

"Jawab terus ya Gia!"

"Aduh Bu sakit."

Tatapan Bu Hilda kini beralih pada anak murid yang masih terdiam.

"Berdo'a menurut kepercayaannya masing-masing, dimulai!"

"Selesai."

"Kalian semua Ibu pulangkan terkecuali Anggia."
Gia mengerutkan alisnya.

"Kamu, Ibu hukum untuk mengunci semua ruangan."

"Lah, pulang sore dong? Terus buat apa ada satpam?"

"Ngebantah?"

Gia menyengir. "Engga kok Ibu Cantik."

"Tapi Bu, masa saya sendiri? Aturan tuh ketua kelas bantu jagain saya biar ga kabur."

Bu Hilda berpikir sebentar. "Boleh deh. Agam, kamu jagain Anggia. Kalau sampe Gia bisa kabur dari hukumannya, Ibu tidak segan-segan memberi hukuman juga untuk kamu."

Gia tersenyum penuh kemenangan melihat protes Agam yang ditolak oleh Bu Hilda.

"Sekarang pulang!"

Gia berjalan menuju Cantika dan memeluknya. "Yes, tunggu gue di cafe  Terserah Chayank ya. Nanti gue nyusul." Setelah itu, Gia berlari menuju Agam yang masih duduk di bangkunya.

"Apa katanya?" tanya Tejo.

"Mau main."

Tejo menganggukkan kepalanya. Lalu melihat kearah mereka berdua – Gia dan Agam – yang masih beradu mulut.

• B u C i N •
___________________________________________

#SuaraAuthor

JANGAN LUPA VOTE AND COMENT NYA YA.
KARENA SATU VOTE AND COMENT KALIAN ADALAH SALAH SATU APRESIASI BAGI PENGARANG UNTUK MELANJUTKANNYA KARYANYA
( *¯ ³¯*)♡

___________________________________________

Jakarta 12 Desember 2019

BUCIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang