Prolog

436 28 1
                                    

Kirana menghela napas ketika dirinya duduk sendiri di ruang tunggu khusus untuknya. Wajah dan penampilannya sudah dirias sedemikian rupa menyesuaikan tema pemotretan hari ini.

Ia cemas. Tangannya sejak tadi tidak berhenti meremas satu sama lain. Terkadang ia menggigit ujung kukunya hanya untuk membuat dirinya merasa tenang walau itu tidak berpengaruh sama sekali.

Lidahnya sudah ingin mengeluarkan berbagai umpatan dan sumpah serapah pada tim ambassador yang dengan seenaknya mengganti pasangannya untuk pemotretan kali ini. Bagaimana tidak? Pasangannya diganti hanya berselang dua jam sebelum pemotretan dimulai dan ia tidak punya kesempatan untuk menolak atau mengajukan keberatan.

Kirana mungkin akan baik-baik saja jika pasangannya kali ini bukanlah pria nomer satu yang masuk dalam daftar orang paling dihindari di dunia versi dirinya sendiri. Beberapa tahun sudah berlalu dengan dirinya yang sudah bisa menjalani hidup dengan baik, tapi apa yang terjadi saat ini? Kirana harus dihadapkan lagi pada penyebab kehancuran hidupnya di masa lalu.

Ia tahu tidak seharusnya merasa seperti ini. Ia harus menunjukkan bahwa ia sudah lepas dari masa lalunya. Ia harus menunjukkan pada pria itu bahwa ia juga bisa hidup dengan baik-baik saja.

"Na, kamu udah siap?"

Kirana menoleh saat manajernya datang. Tiani masuk dengan dua minuman dingin di tangannya.

"Minum dulu nih."

Kirana menerimanya dengan senyum masam. Biasanya teh hijau bisa membantu dirinya rileks, tapi hari ini hal tersebut tidak berlaku.

"Pemotretannya gak ada pose yang mengharuskan kalian pelukan atau apa kok. Tenang aja, Na."

Kata-kata Tiani tidak membantu sama sekali. Kirana sudah tahu soal itu, tapi tetap saja, berhadapan dengan pria yang sudah menghancurkannya membuat Kirana tidak rela.

"Kalau gitu bisa gak minta waktu pemotretannya dipisah? Tinggal edit aja kan nanti."

"Gak bisa, Na. Kamu tau kan tema hari ini apa." Jawaban Tiani membuat Kirana hanya bisa menghela napas. "Kamu tenang aja. Dia gak akan bisa macem-macem."

Kirana hanya mengangguk kecil, lalu mereka keluar bersama setelah salah satu kru memberitahu bahwa pemotretannya akan segera dimulai.

Kirana melihat segala sesuatunya sudah dipersiapkan. Sebuah kamar bernuansa putih sudah didekorasi sedemikian rupa. Tempat tidur besar tersedia di tengah ruangan. Dan Kirana melihat pria itu baru saja selesai berbicara dengan fotografer.

Pandangan mereka bertemu. Pria itu memberikan sebuah senyuman, tapi Kirana memilih untuk mengabaikannya.

Sesi pertama dimulai dengan pemotretan individu. Kirana tidak mengalami kesulitan sama sekali. Ia berpose dengan natural hingga membuat fotografer senang dengan hasilnya.

Pria itu juga menjalani pemotretan dengan lancar dan Kirana harus mengakui bahwa pria itu terlihat lebih tampan dari sebelumnya. Ia melihat foto-foto pria itu melalui layar monitor dan hasilnya memang menakjubkan.

Tiba saat mereka diharuskan berpose bersama. Karena bertema lovely couple, mereka harus berakting layaknya sepasang kekasih yang jatuh cinta. Kirana dituntut untuk menampilkan senyumannya dan itu cukup sulit. Ia tidak bisa tersenyum walau pria itu selalu tersenyum menatapnya.

"Kirana, tolong senyum sedikit." Fotografer memberikan instruksi untuk kesekian kali.

Hanya pose saling menatap saja terasa begitu sulit padahal jarak mereka terhalang oleh tempat tidur besar.

Sang fotografer mendekat dan memberikan arahan langsung mengenai pose selanjutnya. Sontak kedua mata Kirana melebar sempurna ketika mengetahui bahwa pose yang akan dilakukan adalah kepala Kirana yang harus bersandar di bahu pria itu.

"Tema kita hari ini lovely couple bukan musuh, jadi tolong muka kamu jangan ditekuk terus, Na." Fotografer menegurnya dan Kirana hanya menghela napas.

Kirana melirik sebal ke arah pria di hadapannya saat ini karena sudah berhasil membuatnya terlihat tidak profesional. Ia bukan model yang biasanya mendapat teguran seperti ini, tapi pria itu berhasil menjatuhkannya di hadapan semua kru.

"Ayo kita mulai lagi." Suara fotografer menjadi tanda bahwa Kirana harus bersiap pada posisi yang diarahkan sebelumnya.

Dengan tidak rela ia mendekati pria yang sudah lebih dulu duduk bersandar di kepala tempat tidur. Kirana duduk di sampingnya. Membuat pose seolah kepalanya bersandar di bahu pria itu walau kenyataannya Kirana menyisakan sedikit ruang disana.

Tidak apa kalau lehernya akan sakit setelah ini, yang penting mereka tidak bersentuhan.

Namun tiba-tiba saja satu tangan pria itu meraihnya dan membuat kepala Kirana jatuh tepat di atas bahunya yang lebar dan keras. Ingin bangkit dan melayangkan protes, suara pria itu membuat gerakannya berhenti.

"Tahan dulu. Inget kamu harus profesional."

Kirana mendengus kesal mendengar ucapan bijak tersebut, tapi apa yang dikatakan memang benar. Kalau Kirana terus seperti ini, bisa-bisa waktu untuk pemotretan ini tidak akan selesai dengan cepat.

Setelah berdamai dengan dirinya, Kirana mengikuti arahan sang fotografer tanpa banyak mengeluh. Ia tersenyum ketika diminta tersenyum dan juga bergaya dengan luwes.

Tiba pada sesi terakhir, pose selanjutnya adalah pria itu duduk di tepi tempat tidur dengan Kirana yang berdiri di depannya. Kirana harus meletakan kedua tangan di atas bahu pria itu dan mereka harus saling menatap.

Ia bergerak gugup mendekat dan memposisikan dirinya berdiri diantara kedua kaki pria itu yang terbuka. Kedua tangannya sudah bertengger di atas bahu keras pria itu.
Lampu blitz mulai menyerbu. Ditengah proses tersebut, pria itu meletakan kedua tangannya di kedua sisi pinggang Kirana tanpa permisi.

Kirana ingin sekali menepis tangan tersebut kalau saja dirinya tidak ingat ada banyak orang dan ia tidak mau ditegur untuk yang kesekian kali. Ia hanya menatap tajam ke arah pria itu yang justru dibalas dengan senyuman.

"Kirana, senyum." Suara fotografer terdengar mengingatkannya hingga membuat Kirana harus menurut. Ia bisa melihat pria itu tersenyum menahan geli dan itu membuat Kirana semakin kesal.

"I miss you, Baby."

Suara itu berupa bisikan dan hanya Kirana yang bisa mendengarnya. Pria itu kini menatapnya lekat-lekat disertai senyum tipis. Kirana berusaha mengabaikannya.

"Baby."

Kirana mendelik tajam mendengar sebutan itu. Pria di hadapannya saat ini benar-benar pengacau. Kalau bukan karena tuntutan pekerjaan, Kirana sudah pasti tidak akan tahan berdekatan dengan pria ini.

"I'm not your baby anymore. Stop calling me like that."

***

Hey, ketemu lagi sama aku.

Kenapa kok tiba-tiba bisa majang sampul cerita pakai fotonya Krystal?

Karena aku suka dia, wkwk

Sebenernya udah suka dari lama dan pengen banget bikin cerita yang pakai cast nya dia, tapi aku tuh lemah banget kalau bikin fanfiction.

Untuk bikin ceritaku yang pakai cast Baek Yerin dan Cho Kyuhyun aja kudu aku pantengin foto, video atau lagu-lagunya dia supaya aku bisa dapet feel-nya, wkwk

Yah mudah-mudahan yang ini gak mengecewakan.
Ini sih mau jadi shortstory juga kayanya.
Pemanasan gitu supaya aku lebih produktif.

Sampai ketemu di chapter selanjutnya.
Bye~~

Love,

ME
Nov, 5th 2019

Call Me BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang