🥀🥀🥀
Happy reading
"Dari mana saja kamu?!" tanya seorang pria paruh baya diruang tamu.
Agha hanya bergeming ditempat.
"Jawab! Bukannya belajar malah keluyuran!" bentak Aludra, sang papah.
"Mau sampai kapan kamu ngga nurut?! Mau sampai kapan kabur kaburan gak jelas?! Hah?!" lanjutnya.
Mendengar itu sontak Agha mengepalkan tangannya, "Seharusnya anda berkaca! Apa yang membuat saya terus-terusan seperti ini!" sentak Agha.
Agha benar benar muak dengan sikap papahnya tak jarang ia keluar rumah biar tak bertemu sang papah.
"Nurut? Bagaimana dengan anda?! Apakah anda juga menganggap saya sebagai anak?!" sindir Agha.
"BERANINYA KAMU!"
Plakkk
Satu tamparan mendarat mulus di pipi kanan Agha.
Aludra menatap sengit anaknya bebarengan dengan itu Galen datang dari arah pintu setelah pulang dari pelatihan akademiknya.
"Pah?!" Sentak Galen buru buru mendekat ke arah Papahnya.
"Kenapa?! Anda ngerasa jadi ayah yang buruk?!" sindir Agha sambil memegangi pipinya yang terasa nyeri tetapi tak sebanding dengan apa yang dirasakannya selama sebelas tahun lalu.
"Galen mohon jangan gini pah." pinta Galen.
Setelah mendengar permohonan dari si sulung, Aludra melenggang begitu saja.
"Brengsek." ucap Agha tersenyum miring. Lalu berbalik hendak pergi.
"Mau kemana lagi lo?!" Cegah Galen.
"Bukan urusan lo!"
"Gha jangan bikin papa marah lagi."
"Marah?! Seharusnya lo sadar bokap lo yang bikin marah gue duluan. Gue liat dia selingkuh lagi!"
Ya! Agha melihat Aludra beberapa waktu lalu selingkuh tepat saat Agha terjebak lalu lintas.
Tidak ada setitik tempatkah buat Mamah di hati papanya? Tetapi Agha juga tidak butuh mamahnya untuk ditempatkan dalam hati seorang brengsek apalagi itu papahnya sendiri.
Agha segera keluar dari rumah itu.
"Gue tau Gha. Kalo gue ngebantah gue ga tau apa yang terjadi" lirih Galen.
"Gue ngga tau apa yang terjadi sama lo dan gue sendiri." lanjutnya dengan putus asa.
Hampir setelah mamah meninggal keadaan rumah sangat berantakan bukan secara fisiknya tetapi suasananya. Bukannya pulang mendapatkan sambutan kehangatan dari keluarga malah pertengkaran yang ada.
Agha mengegas montornya dengan kencang masih dengan seragam putih abu melekat ditubuhnya hanya saja ia menggunakan jaket agar seragamnya tidak dikenali.
Entahlah dia mengendarai tanpa arah tujuan. Agha hanya butuh ketenangan untuk saat ini.
🌜🌜🌜
"Vit ambilin minum dong! haus nih!" suruh Defaz sedang bermain game di ponselnya.
Vito yang sedang menatap layar ponselnya tersentak, "ambil sendiri noh! Gue bukan babu lo ya!"
"Tamu adalah raja Vit."
"Salah tuh harusnya pemilik adalah raja tamu adalah beban." sarkasnya.
Vito kembali menatap layar ponselnya merasa perasaannya tidak enak karena tadi Agha sempat mengatakan bahwa mungkin Aludra akan dirumah. Itu berarti Agha tidak baik baik saja.
Jemari Vito mulai bergerak dilayar ponsel menulis beberapa pesan untuk Agha.
"dmn?"
"Gha?"
"Kesini lo! Atau gue jemput!"
"Cepet bales!"
Beberapa kali juga Vito menelpon tetapi tidak ada jawaban.Vito yang paling peka bahkan dia tahu setiap ada keberadaan Aludra dirumah artinya keadaan Agha tidak baik-baik saja. Rumah Vito akan menjadi tempat bagi Agha dan Vito pun sama sekali tidak keberatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agha Aludra
Poetry"Kenapa lo narik gue?" tanya Dara masih dengan setia memandang kearah lain. "Enggak sengaja tapi tas gue." balas Agha mengambil tas dari tangan Dara kemudian memakainya "Kenapa ngga langsung narik tasnya?" kesal Dara. "Salah narik." "Lain kali mata...