08.Angkot

57 39 3
                                    

Bulan keluar dari rumahnya, dan sudah memakai seragam, dia akan ke pinggir jalan untuk mencari angkot, dia menutup pintu lalu berbalik, ia terkejut malihat Bintang yang sangat dekat dengan mukanya, Bintang memasang muka sok coolnya.

"Lo ngapain di sini, pagi-pagi gini?"tanya Bulan.

"Mau jemput lo, kita ke sekolah bareng. "kata Bintang, sepertinya itu pertanyaan, tapi pernyataan.

"Tapi gue enggak mau, gue bisa naik angkot sendiri. "tolak Bulan dan mencoba pergi dari hadapan Bintang, tapi Bintang memegang pergelangan tangannya.

"Oke, kalo gitu gue juga naik angkot ke sekolah. "Kata Bintang, maksa banget sih dia, pengen banget tuh berangkat bareng sama Bulan.

"Motor lo gimana, udah deh enggak usah sok-sokan naik angkot segala."kata Bulan menoleh kearah Bintang.

"Titip di sini bentar." jawabnya datar.

"Enggak boleh."

"Bun titip motor  Bintang bentar ya." teriak Bintang dari depan pintu, Bulan membuatkan matanya. senekat itu?

"Iya." teriak Mira dari dalam rumah.

Bintang tersenyum penuh kemenangan sedangkan Bulan memutar bola matanya malas.

Gimana mungkin seorang Bintang menaiki angkot ke sekolah.

***

Bulan melambaykan tangannya saat melihat angkot dari ujung jalan, angkot itu berhenti tepat di hadapan Bintang dan Bulan, Bulan menaiki angkot itu dan diikuti oleh Bintang, mereka duduk bersebelahhan.

"Lo setiap hari naik angkot?" tanya Bintang mecahkan keheningan.

"Iya, Lo enggak pernah naik angkot ya?" Tanya Bulan, dia sudah tau jawabannya pasti enggak, mana ada seorang Bintang naik angkot.

"Siapa bilang." kata Bintang dengan menaikkan sebelah alisnya."Ini gue lagi naik angkot."

Bulan menghebuskan nafas kasar. Bukan itu yang dia maksud.

Setelah sampai di depam sekolahnya Bintang dan Bulan turun secara bergantian.

"Ini pak." kata Bintang dan Bulan bersamaan menyodorkan uang kepada supir angkot.

"Biar gue aja." kata Bintang menatap Bulan dengan mata tegasnya, lalu memberikannya pada sopir angkot itu. Bulan mengembalikan uangnya ke saku bajunya.

Mereka berjalan menuju kelas, semua mata melihat mereka sinis, tapi Bintang tak menanggapi itu sedikit pun, Sedangkan Bulan sudah risih, dia tidak pernah jadi objek sorotan mata murid di sekolah ini.

***

"Traktir dong yang baru jadian." kata Leksa dengan seringai menggodanya, dia melirik Bintang yang sibuk memamian headphonenya.

Sekarang mereka sedang berada di kantin, yang enggak ada pasti si Miko.

Bintang mengangkat kepalanya dan menatap Leksa yang sekarang sedang memasang muka memelasnnya.

"Pesen aja, entar biar gue yang bayar semua." kata Bintang lalu kembali memainkan headphonenya.

"Bener?"

"Iya."

"Tar enggak usah, kalo lo traktir dia entar dia pikir kita  beneran udah jadian." celetuk Bulan.

"Udah biarin aja." jawab Bintang datar.

"Tuh kan sama Bintang aja boleh, lagian baru jadi pacar ajah udah pelit." grutu Leksa.

"Udah deh terselah lo." kata Bulan sudah lelah, selalu mendengar pernyataan 'dia sudah jadian sama Bintang'.

Leksa  beranjak dari tempat  duduknya dan berjalan untuk memesan makanan.

Dasar Leksa maunya gratisan aja.

***

Tok tok tok

'siapa malem-malem gini' monolog Bulan saat mendengar ketukan pintunya.

Bulan beranjak dari tempat duduknya dan menuju kedepan pintu untuk membuka pintu.

Bulan membuka pintu secara perlahan dan ternyata Leksa yang berdiri di depan pintu rumahnya.

Seperti biasa Leksa selalu tidur di rumah Bulan saat malam minggu, karena mereka sama-sama tidak punya pacar, jadi sepi deh.

"Masuk." suruh Bulan.

Mereka berdua masuk ke kamar Bulan, Bulan langsung duduk di meja belajarnya dan berkutat dengan bukunya, sedangkan Leksa menjatuhkan tubuhnya di kasur Bulan.

"Lan emang lo beneran enggak jadian sama si Bintang?"tanya Leksa menoleh kearah Bulan yang sibuk dengan bukunya.

"Mau berapa kali sih gue bilang, gue nggak pernah jadian sama Bintang dan enggak akan pernah." kata Bulan menekan setiap kata tanpa menoleh sedikit pun.

"Lo masih ngarepin dia, Lo masih berharap dia kembali yang belum tentu dia punya niat untuk kembali, dan meskipun dia kembali mungkinkah itu untuk lo?, di sini lo nutup hati lo rapat-rapat untuk siapa pun, belum tentu dia, mungkin sekarang dia udah dapetin pengganti lo lan."kata Leksa sambil melihat nanar Bulan.

Bulan menoleh kearah Leksa yang sekarang menatapnya sendu.

"Sampai kapanpun gue bakal nunggu dia, dan gue percaya sama dia. Gue bakal ngelupain dia saat dia dateng dan  nyuruh gue untuk ngelupain dia."

"Lo harus bangkit lan, lo enggak boleh selalu hidup di bayang-bayang dia." kata Leksa nanar. "Bintang orang yang baik, buktinya sebelum kenal sama lo dia mau bantuin lo saat lo kesusahan, gue yakin dia nyimpen perasaan sama lo." tambah Leksa.

"Gue nerima dia dalam kehidupan gue, bukan berarti gue suka sama dia." kata Bulan dengan menekan setiap katanya.

"Kalo lo enggak suka sama dia, jangan beri dia harapan, itu akan membuat dia sakit."

"Gue enggak pernah ngasih harapan sama dia, mungkin dia yang banyak berharap tentang gue." kata Bulan sekarang duduk di pinggir kasurnya.

"Lo mau di ajak dia pergi, di anter pulang, berangkat bareng sampai naik angkot segala ,lo bilang itu enggak ngasih harapan." kata Leksa.

"Gue cuma balas budi karena dia udah bantuin gue waktu itu." kata Bulan dengan nada datarnya. "Dan kenapa lo malah belain dia dari pada sahabat lo sendiri."tambah Bulan.

"Gue enggak belain siapa-siapa, gue enggak mau lo bakal sakit karena lo enggak dapetin apa yang lo harapin."kata Leksa lalu duduk di sebelah Bulan.

"Udah nggak usah bahas itu, gue ngantuk. "Kata Bulan lalu berbaring di atas kasurnya.

Leksa menghembuskan nafas kasar lalu ikut berbaring di sebelah Bulan.

Jangan lupa
Tinggalin jejak kalian..

Bye bye

The Hope Of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang