"siapa namamu?"
"satu"
"kamu"
"dua"
"kamu"
"tiga"..."empat"..."lima"..."enam"..."sepuluh"
Barisan itu usai. Seorang gadis kecil baru saja keluar dari antrian setelah sekian lama berbaris memanjang. Kini didadanya tersemat nametag baru. Ia melihat jam digitalnya. Pukul 5. Masih tersisa setengah jam waktu bersantai sebelum pelajaran dimulai. Gadis itu berjalan disekeliling gedung. Disana banyak anak anak lain yang juga bersantai tapi tak benar benar bersantai. Kebanyakan mereka mempelajari materi yang akan diajarkan nanti. Beberapa melakukan eksperimen kecil mereka. Dalam pikiran gadis itu muncul kemungkinan bahwa satu dua anak tengah berusaha membobol sistem keamanan sekolah. Sungguh lucu. Bocah kecil ingin melawan orang dewasa yang jauh diatas mereka. Sebentar lagi mungkin akan ada nama anak yang dipanggil. Lalu masuk ruang investigasi.Gadis itu tak terlalu peduli. Ia pergi ke taman belakang gedung. Disana lebih tenang dan tidak menegangkan. Ia duduk diatas rumput sintetis yang dibuat sekolah. Agak aneh memang baginya yang baru satu bulan ditempat itu. Semua yang ditaman adalah rekayasa. Jangan berpikir tamannya asri. Ditempat itu banyak tanaman bunga dan pohon, tapi semuanya sintetis. Tak ada tumbuhan apalagi hewan. Mereka sudah diawetkan untuk dijadikan properti belajar.
Mengingat itu membuatnya semakin miris. Bayang bayang rumahnya terlintas. Ia rindu orang tua,kakak, dan juga teman temannya. Ia merasa asing ditempat itu. Tempat belajar yang menurutnya seperti tempat pengurungan anak anak tak bersalah.
Tempat itu isinya anak anak jenius. Mereka dilatih untuk menjadi ilmuwan. Membuat rekayasa ,membela diri ,dan bertahan hidup.
Gadis itu melihat sekelilingnya. Beberapa anak sedang duduk duduk juga. Memegang tab.
"hai"
Sebuah suara muncul dekat sekali. Disana berdiri anak laki laki seusianya. Bocah itu ikut duduk disampingnya."1090. Panjang sekali namamu. Akan susah kalau memanggilmu" ucapnya.
Gadis itu tersenyum.
"bukan pilihanku juga"
"ha...ha...ha.." anak itu tertawa.
"kuperingatkan jangan mengeraskan tawamu atau kita akan dipanggil" ucap gadis itu. Anak laki laki itu langsung menutup mulutnya. Masih ada tawa disana. Akhirnya tenang beberapa saat."kau nomor 1" ucap gadis itu.
"bukan nomor tapi nama".
"iya. Itu maksudku,maaf aku belum terbiasa"
"tidak apa apa"Anak anak lain mulai pergi dari taman.tinggal 10 menit waktu beristirahat.
"kelasnya siapa?" tanya si anak laki laki.
"mr. 1b"
"wow. Hati hati mulutnya sungguh berbisa. Kamu bisa mati" ucap satu sambil memperlihatkan wajah horornya.
1090 tertawa kecil menanggapi.
"aku akan tenggelam dibelakang supaya tak terkena bisanya"
"yeah,itu bagus""kami akan membicarakan rekayasa membuat semacam tikus dari beberapa gas. Dan aku belum melihat materinya sama sekali" ucap 1090 tak acuh.
"kau jenius. Pasti akan langsung bisa"
"terimakasih""Ayo pergi" 1090 berdiri dari duduknya.
"eh ngomong ngomong siapa nama aslimu?" tanya satu. Ia ikut berdiri.
"kita tak boleh membicarakan hal ini disekolah. Itu sangat terlarang"
"kenapa? Disini tak ada orang dan alat penyadap." 1090 terdiam ditempatnya. Menyebutkan nama asli akan membawanya pada hukuman terberat. Tak boleh berhubungan dengan keluarga selamanya."ini hanya akan menjadi rahasia kita" ucap satu. Anak laki laki itu mendekatkan mulutnya ditelinga 1090.
"namaku adam. Aku protestan paling taat digereja dulunya. Aku ikut paduan suara dan aku bangga dengan suaraku" bisiknya. Gadis itu tersenyum canggung. Anak itu telah melakukan kesalahan besar. Bahkan lebih besar karena menceritakan tentang dirinya sendiri.
Gadis itu balas berbisik.
"aku hamra artinya merah. Semerah bunga mawar. Dan aku seorang muslim""wow" desis satu takjub.
"setahuku mereka melakukan ibadah setiap hari. Apa kamu tak takut dihukum atau kamu meninggalkan ibadahmu?" tanya satu.1090 tersenyum menanggapi.
"aku tetap ibadah. Bahkan tak ada yang kutinggalkan. Aku beribadah dengan caraku supaya aku tetap menghadap-Nya"
Gadis itu tersenyum lagi.
"jadikan pembicaraan ini benar benar rahasia kita" imbuhnya. Setelah itu ia pergi kekelasnya. Pelajaran akan dimulai sebentar lagi. Jika ia telat maka hukuman berat akan menimpanya. Perjalanan ini baru bermula. Mungkin kebiasaannya yang aneh suka diam sendiri dibelakang akan menjadi pembicaraan. Kebiasaan itu terjadi lima kali sehari. Ia tak tahu bagaimana keadaannya nanti setelah ketahuan ia masih beribadah. Karena semua yang ada ditempat itu dilarang beragama.END
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepingan Serpih
Short Story"kurasa kita tak benar-benar bersenang-senang". Ia membuang puntung tembakaunya. "kesenangan ini mungkin hanya sebuah tuntutan. Kita butuh ruang kembali. Kembali seutuhnya, tanpa beban". Aku mengerutkan alis. Perkataannya membuatku harus berpikir ap...