Akhir Dari Pencarian

11 3 0
                                    

Papa
Mama

Tulisan yang tak begitu rapi itu tercetak di kertas lusuh. Tintanya sudah luntur, tapi masih bisa dibaca dengan jelas. Papa, Mama. Dua kata yang berarti segalanya bagi seorang anak.

Namun lain dari seorang laki-laki kecil penyendiri ini. Namanya Raka. Usianya 8 tahun. Kertas itu berada digenggamannya. Dulu waktu menulis kata itu ia tidak tahu maknanya. Ia hanya tahu jika teman-teman disekolah menyebut kata-kata itu. Kata mereka, papa dan mama adalah orang paling berharga dan bisa membelikan apa yang mereka mau.

Itu dulu,sebelum ia paham siapa papa dan mama. Namun, selama ini ia tak pernah punya papa dan mama. Yang ada hanya bunda. Bunda galak yang suka menghukumnya. Dan ia benci atas perbuatan bunda padanya. Ia bocah kecil yang bandel. Tak pernah punya teman dan suka mengganggu. Bunda tak pernah mengerti seorang dirinya. Yang mereka tahu, ia adalah anak paling bandel dan aneh. Padahal, tiap malam, saat semuanya tidur, ia merenungkan sesuatu. Siapa papa dan mamanya. Di mana mereka? Kenapa mereka menitipkannya di panti ini? Kenapa tak menjenguknya? Kenapa tak memberinya hadiah tiap hari raya? Pertanyaan itu selalu muncul tapi tak pernah terjawab. Hingga memenuhi kepalanya.

Suatu saat, kepalanya penuh pertanyaan menggantung. Bunda tengah duduk diruang bayi. Ia meninabobokan Nada, bayi kecil yang tiba-tiba sudah datang di tempat itu. Bunda memandangnya heran. Tak biasanya ia diam seperti itu. Raka hanya memainkan mainan Nada dikamar bayi. Tapi bunda tak terlalu peduli. Bocah itu memang aneh. Mungkin sudah bosan nakal atau mau merencanakan sesuatu. Batin bunda.

"Bunda", seru Raka.

"Hmm",bunda menjawab dengan gumaman.

"papa sama mama Raka di mana sih?" tanya Raka. Polos. Jika saja bunda tidak kelelahan, mungkin ia bisa mengarang jawaban. Tapi hari itu bayi-bayi sangat rewel. Bunda terlalu lelah menjawab.

"jangan banyak tanya, sana main saja!" ucap bunda. Galak seperti biasanya. Bocah itu melengos pergi dengan perasaan dongkol. Ia bermaksud bertanya dengan baik. Bunda memang tak mengerti dirinya.

Raka pergi. Berkelana menelusuri jalanan besar. Bertemu orang-orang aneh. Mereka sangat sibuk sehingga seperti tak melihat dirinya. Setelah sore, kakinya baru melangkah pulang. Lalu bunda terlihat berdiri didepan pintu. Siap menghukumnya lagi. Begitu seterusnya. Mungkin sampai bunda bosan menghukum dirinya yang bandel.

Sore itu, tak terlihat bunda didepan pintu. Hatinya sungguh senang. Hari ini tanpa hukuman, pikirnya. Tapi ada yang aneh. Didepan ada mobil bagus dan sepatu-sepatu asing berjejer dirak. Mungkin penyumbang donasi, pikirnya. Ia memasuki rumah. Ia melihat bunda tengah berbicara dengan sepasang pria dan wanita.

"Raka", panggil bunda.

"kemari", Raka memenuhi panggilan bunda.

"ayo, salam dengan bapak ibu ini". Raka mencium tangan kedua tamu itu.

"ini yang namanya Raka. Usianya 8 tahun. Dia paling bandel dan sula keluyuran", jelas bunda. Dua tamu itu tersenyum.

"Raka, ini ibu Dita dan pak Iwan", ucap bunda. Raka membungkukkan badan. Sebenarnya ia tak butuh tahu siapa mereka. Toh tak ada manfaat buat dirinya.

"halo Raka", sapa bu Dita.

"halo" balas Raka, datar.

"kelas berapa?"

"kelas tiga"

Ibu itu terlihat ingin bertanya lagi. Raka buru-buru mendahului.

"bunda, Raka mau mandi", lalu berlari kebelakang. Setidaknya hari ini tak ada hukuman.

Keesokannya bunda memanggil Raka. Ia diminta keruangan bunda. Ruangan yang sering ia masuki. Untuk apa lagi kalau bukan hukuman.

"duduklah", ucap bunda. Rautnya tampak lelah. Ia tak bicara lama. Tangannya sibuk membuka-buka dokumen.

"kamu tahu tamu kita kemrain?" tanya bunda. Ia tahu nama mereka. Raka diam saja.

"mereka adalah pasangan yang tidak punya anak dan mereka ingin punya anak. Mereka ingin menjadikan salah satu dari kita sebagai anaknya", ucap bunda.

"mereka menyukai kamu, mereka sayang padamu. Mereka ingin kamu menjadi anak mereka"

Bocah itu diam saja.

"kalau kamu ikut mereka, kamu akan dibelikan apa yang kamu mau", ucap bunda. Kali ini, Raka merasakan sesuatu. Apa yang ia mau adalah kasih sayang papa dan mama. Apakah ia bisa membeli kasih sayang itu? Bocah itu telah membayangkannya.

"ya,Raka bakal ikut mereka" ucap bocah itu. Bunda tampak kaget.

"benarkah yang kamu katakan nak?"

"Raka bakal ikut mereka, Bundaa..."

Bunda tampak terperanjat. Ia mengira bocah itu bakal memberontak. Tapi, persetujuan anak itu telah membuka jalan bagi tamu kemarin. Mereka akan memiliki Raka seutuhnya. Bunda menghela napas.

"baiklah, bunda tak bisa apa-apa"

~*~

Keesokannya lagi, tamu itu datang. Mereka tersenyum bahagia. Raka sudah rapi dengan pakaiannya. Wajahnya tampak cerah. Betapa tidak? Papa dan mama. Ia menemukan mereka. Orang paling berharga dan bisa membelikan kasih sayang untuknya. Lalu ia akan meninggalkan tempat yang menurutnya jahat dan membosankan itu. Bunda menggandengnya erat.

Sebelum mereka berpisah, bunda memeluknya.

"jaga diri baik-baik. Jangan nakal yaa... Besok kalau ada waktu luang mampirlah kesini. Dikoper ada hadiah dari bunda. Dijaga baik-baik. Oiya, sekolahnya yang benar. Jangan suka keluyuran. Patuhi perintah orang tua barumu".

Begitulah, nasihat bunda sangat panjang. Pagi itu ia meninggalkan panti. Bunda melambaikan tangannya. Perempuan Itu meneteskan air mata. Perasaan benci yang selama ini tertanam dihati Raka memudar. Menimbulkan rasa baru. Namun bocah ini tak tahu perasaan apa itu. Seandainya tahu, ia telah merasakan kesedihan akan kehilangan dan perpisahan dengan bunda. Papa dan mama yang selama ini ia cari. Seandainya bocah itu mengerti.


Kepingan SerpihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang