BERBEKAL dengan patah hati pada puncuk pinus dibeku subuh, matahari dan awan menapaki belantara hutan.
kala jingga mempakkan cahayanya sedikit demi sedikit ikut terpencar sang surya. siluet nyata, dibelakang itu ada matahari serta awan-awan putih dari mulutnya di rongak pagi berkabut.
“saya tidak akan meminta maaf untuk penggalan diri saya saat ini” perkataan matahari sebelum kembali menghirup cerutu di ujung tanduk.
mengabaikan, awan memilih menikmati nada untuk alam dari para burung yang berlalu-lalang di langit.
sebagian pepohonan daunnya mulai melayu,
embun menyerupa bulir-bulir hujan, serasa ingin ikut mengubur dalam-dalam luka masa lalu disetiap tetesan yang jatuh, kalau tidak bisa saat ini awan ingin mengadu saja pada alam sebab belenggu itu mengekang.“karena saat ini saya belum bisa melekapmu hanya rokok satu-satunya penghangat”
bualan salah satu matahari bagai musik klasik di radio tanpa antena, lalu tertulis;
Kulit cokelatnya menarik,
tapi penuh dengan ketidakpastian.“apa menurutmu kata itu pilihan terbaik dalam menyampaikan rasa?”
menyadari matahari membaca goresannya awan langsung memperingati dengan gunturnya. “aku bangkit, aku sudah tidak sakit tapi ingat bukan berarti aku sudah membuka hati”
“tunggu saja awan!”
matahari yang idiot telah terbit pagi ini, “selamat pagi awan, ini saya matahari dengan segala keraguanmu.”
terkelu,
ada yang salah
ada yang sangat salah
awan tak ingin dimanipulasi oleh bisikkan sejuta rasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
perangai selaksa si matahari
Short Storyʜ ᴀ ᴇ ᴄ ʜ ᴀ ɴ 「 bertudung mendung dilangit bogor, hakikatnya haechan hanya ingin membuktikan bahwa matahari yang merekah pun dapat membakar luka dan dia terus meyakini bila h...