yang terteduh

499 118 6
                                    

ps. please play multimedia.






MENAPAKI bagian bumi di stasiun yogyakarta subuh tadi, awan memimpin penjelajahan dengan penuh asa.



di pagi sebelum bulan tenggelam, tak kuasa matahari yang berjalan di bawah awan untuk menahan rasa girangnya sebab baru kali ini awan terlihat begitu berapi.



sebelumnya mereka sama sekali tidak pernah menggunakan peta sebagai tuntunan namun kali ini awan menggenggam peta pada harapnya yang telah lama usang, alamat yang tersamar membuat jalan ke rumah terasa panjang terlalu banyak liku dan persimpangan membuat debarnya kembali terguncang ragu.








saat berhadapan dengan rumah sederhana keduanya beku mengisi sepi di bawah matahari yang belum tinggi, tapi kemudian pintu yang telah di lahap rayap itu terbuka dengan suara reyot yang khas.



nduk,”


awan merasa di tekan oleh panggilan halus itu pun di dorong menyuarakan kata lama yang terpenjara dalam lubuk.



“ibu, awan pulang”


getar nada yang terdengar jadikan matahari ikut serta merasakan ada cemas yang sama.



cah ayu, sini nduk” suaranya melambai sendu di antara kedua tangan yang terbuka. selanjutnya awan terlahap dalam dekap, meringkuk terluka.




pada mega sang api keabadian dan panorama di hadapannya matahari bersumpah bila rindu yang terpancar jelas ini terlampau silau nyaris membuatnya buta.



pada peraduan yang sesungguhnya berteduh awan ingin merajuk, teruntuk tahun-tahun yang telah lalu juga penyesalan yang tertinggal dan setia menghantui.



“sayang aib sebesar apapun harus di selesaikan, pergi jauh melarikan diri itu bukan solusi. tapi akhirnya kamu pulang nduk, ibu ndak mau kehilangan sampeyan. ibu selalu nerima kamu apa adanya. cobaan harus dijalani dengan sabar ya cah ayu





matahari masih terkelu, ada yang sama sekali tidak bisa di tebak hari ini. namun satu yang pasti, kerut halus di sekitar mata sang ibu yang selalu terhujani tanpa musim kerap berbicara memalui untaian lafal doa pada penguasa semesta.





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
perangai selaksa si matahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang