Derap langkah kaki terdengar begitu menggema disebuah gedung yang berisi ruangan serba putih itu. Langkah kaki itu begitu tergesa-gesa bahkan berulang kali Sang pemilik kaki itu menabrak orang-orang yang ada disana.Zidan.
Pemilik langkah kaki itu adalah Zidan. Dia segera meninggalkan kelas setelah Laurent memberi kabar jika Rio masuk rumah sakit. Tanpa pikir panjang, bahkan tanpa memperdulikan kelasnya yang sebenarnya belum usai, Zidan segera pergi ke rumag sakit. Meninggalkan dosen yang kebingungan dan Seila yang menatap cemas kearah dirinya.
Disana, Zidan dapat melihat Shania nya yang sedang menangis di pelukan Laurent dan Alvin yang hanya bisa menyenderkan tubuhnya dengan lemas ke tembok. Perasaan Zidan semakin tidak enak, dia semakin mempercepat langkahnya.
"Pa, Bun!"Panggil Zidan. Dia berlari kecil menghampiri Shania, Laurent, dan juga Alvin.
"Rio gimana ? Kenapa bisa drop lagi ?"Tanya Zidan khawatir.
"Dia masih diperiksa di dalam. Kamu yang tenang "Jawab Laurent. Dia mencoba menenangkan anaknya meskipun sebenarnya dia juga merasa takut.
Zidan menghela nafasnya lelah. Kemudian dia berjalan menghampiri Alvin yang kini tengah menatap kosong kearah ruang rawat Rio. Zidan menepuk pundak Alvin.
"Ada apa sebenarnya ?"Tanya Zidan dengan lembut. Dia begitu terluka saat melihat tatapan kosong dari Alvin. Sudah lama dia tidak melihat Alvin seperti ini.
"Ini semua salah Gue, kak. Gue nggak bisa jaga Rio "Ucap Alvin dengan suara bergetar. Matanya berkaca-kaca. Dia menyesal karena sudah memarahi Rio, dia yakin Rio seperti ini karena merasa bersalah kepada dirinya.
"Udah, ini semua bukan salah Lo. Lo jangan kayak gini, Vin. Jangan buat bunda sama papa makin kacau "Ucap Zidan sambil menarik Alvin ke dalam pelukannya. Dia menepuk punggung Alvin berulang kali.
"Gue takut, Rio tadi kesakitan banget, kak. Gue bisa lihat rasa sakit itu lebih parah daripada yang sering dia rasain "Ucap Alvin dengan suara pelan.
Zidan yang mendengarnya terdiam. Pikiran negatif ikut menyergap namun dia dengan cepat menepisnya. Adiknya pasti akan baik-baik saja.
"Nggak, itu pasti cuma perasaan Lo doang. Rio bakalan baik-baik saja. Kita akan jaga dia selalu. Lo harus percaya itu "Ucap Zidan.
Dia melepaskan pelukannya setelah Alvin sudah merasa tenang. Tak lama kemudian dokter yang memeriksa Rio pun keluar.
"Gimana keadaan anak gue, Yan? Dia baik-baik saja kan ?"Tanya Laurent kepada dokter yang bernama Ryan itu. Dokter Ryan memang merupakan sahabat Laurent semasa SMP. Syukurlah, persahabatan mereka tetap terjalin sampai sekarang.
"Rio kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Namun ada sesuatu hal yang harus gue pastikan lagi karena kemungkinan terburuk, kanker Rio naik menjadi stadium tiga "
Kaki Shania terasa sangat lemas. Dia jatuh terduduk dengan air mata yang semakin deras mengalir. Laurent, Alvin, dan juga Zidan hanya bisa berdiri mematung. Terlalu terkejut dengan apa yang baru saja mereka dengar.
"Secepat itu ?"Tanya Zidan tak percaya. Ryan menggelengkan kepalanya.
"Hal ini belum pasti, Zidan. Om akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang akurat. Namun kemungkinan terburuk dari hasil pemeriksaan adalah itu "Jawab Ryan yang mencoba memberi pengertian kepada semuanya.
"Tolong sembuhkan anak gue, Yan. Gue akan bayar berapapun demi kesembuhan dia "Ucap Laurent dengan mata yang berkaca-kaca.
Ryan menepuk pundak Laurent untuk menguatkan.