Bagian Kesepuluh

3K 216 8
                                    


Zidan masuk ke dalam mobil dengan wajah yang terlihat keruh. Hal itu tentu saja membuat Rio dan Alvin yang sedaritadi menunggu di dalam mobil pun bingung.

"Kenapa kak ?"tanya Alvin yang duduk disebelah Zidan.

"Nggak apa-apa. Maaf kalian jadi nunggu lama," jawab Zidan sambil mulai menjalankan mobilnya.

"Yakin nih nggak apa-apa ?"tanya Rio yang masih belum percaya. Bukan apa-apa sih. Kakak nya itu suka sekali menutupi perasaan nya sendiri, makanya kalau mau jujur itu harus dipaksa dulu.

"Iya ih, nggak percayaan banget."

Akhirnya Alvin dan Rio pun memilih untuk mengalah. Mungkin memang Zidan tidak sedang ingin bercerita dan mereka mencoba untuk memahami hal itu. Bukankah ada cerita dan rasa yang tidak semua orang bersedia untuk dibagikan ?

"Eh kak. Kak Sei itu cantik ya, dia beneran bukan pacar lo, kan ?"

Zidan terkejut sebenarnya namun dia mencoba untuk tetap tenang. Sepertinya Alvin memang sangat tertarik kepada Seila.

"Bukan. Kenapa emang ?"tanya Zidan. Alvin bersorak senang. Masih ada kesempatan untuknya mendapatkan hati pujaan nya itu.

"Gue kayaknya suka deh sama teman lo itu. Bantuin gue buat pendekatan sama dia dong, kak."

Rio yang sedari tadi menyimak hanya bisa diam. Dia sebenarnya sudah bisa merasakan kembali suasana yang tidak enak--mungkin Alvin tidak menyadarinya--tapi dia tahu, Zidan sedang tidak baik-baik saja saat ini.

"Males ah. Pakai cara lo sendiri lah. Kalau mau dapetin apa yang lo mau, ya lo harus usaha sendiri. Gimana sih," ucap Zidan sambil menggelengkan kepalanya.

"Ini kan gue juga lagi usaha kak. Tapi minta bantuan lo dikit. Pelit amat lo," ucap Alvin merajuk.

"Kak Alvin kayak bocah aja,"ucap Rio yang akhirnya bersuara juga. Alvin membulatkan matanya namun Rio justru menjulurkan lidahnya yang mana membuat Alvin mendengus kesal.

"Diem aja deh lo. Masih bocah juga mana ngerti lo," ucap Alvin sedangkan Rio hanya mendengus.

"Ayolah kak," ucap Alvin yang kembali memohon kepada Zidan.

"Lo mau gue bantu apa emangnya sih Vin ?"Tanya Zidan yang lama-lama risih juga. Alvin ini memang kalau sudah ada kemauan pasti langsung mencari cara untuk dapat mewujudkannya.

"Lo punya nomor telepon dia  ? Gue minta dong," ucap Alvin sambil mengulurkan handphone nya kearah Zidan.

"Lo kira-kira dong, Vin. Kakak lo lagi nyetir nih bukan lagi dorong gerobak," ucap Zidan yang membuat Alvin meringis kemudian terkekeh.

Zidan kembali menggelengkan kepalanya.

"Nanti gue kasih, di rumah. Udah lo diam aja, anteng disitu. Gue mau fokus nih," ucap Zidan yang membuat Alvin tersenyum senang. Dia menganggukkan kepalanya dengan semangat.

"Makasih banyak, makin sayang deh gue sama lo," ucap Alvin yang membuat Zidan bergidik.

"Ngeri gue. Untung lagi nyetir, coba kalau nggak. Udah gue getok tuh kepala lo," ucap Zidan.

"Nggak apa-apa deh, yang penting gue sayang sama lo."

"Sayang tapi cuma pas ada maunya doang,"cibir Rio yang membuat Alvin menatapnya sebal.

"Nih bocah daritadi nyambung aja udah kayak bensin. Gemas gue jadinya," ucap Alvin kesal. Dia pun pindah ke kursi belakang dan langsung membawa Rio ke dalam pelukannya.

"Apaan sih kak! Lepasin nggak!"

"Nggak mau. Salah siapa bikin gue kesel terus," ucap Alvin yang semakin mengeratkan pelukannya tanpa menghiraukan Rio yang terus memberontak.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang