"Tau nggak sih? Katanya nyokap sama adeknya si Revan bunuh diri. Denger-denger sih katanya mereka stress berat.""Masa sih ? Jangan-jangan gara-gara si Alvin lagi tuh adeknya si Revan sampai mutusin bunuh diri. Kalau nyokap nya? Apa jangan-jangan suami nya selingkuh ya?
"Keluarga berantakan. Pantesan anaknya juga kurang perhatian."
"Padahal donatur terbesar. Tapi keluarganya nggak bahagia."
"Katanya sih adeknya koma. Tapi kalau nyokapnya enggak selamat."
"Seharusnya adiknya satu angkatan sama adek gue sih, tapi sayang banget cuma gara-gara cinta dia jadi keluar sekolah."
Rio yang mendengar obrolan dari siswa-siswi sepanjang koridor sekolah tentu saja terkejut begitu juga Alvin yang saat ini sudah kembali seperti semula.
Tak sedikit diantara mereka yang menatap tidak suka pada Alvin tentu saja Rio menyadari itu.
"Kak," panggil Rio saat melihat Alvin yang hanya terus berjalan dalam diam. Tatapannya terus mengarah kearah depan seolah omongan semua orang tidak dia dengar sama sekali.
"Semuanya bukan salah kakak. Jangan khawatir," ucap Rio.
"Gue sama sekali nggak khawatir. Lagian gue emang nggak bisa balas perasaan Rain. Tapi gue nggak nyangka dia bakalan segitunya," ucap Alvin.
"Emangnya kak Rain sekarang dimana kak ? Perasaan gue nggak pernah lihat dia lagi. Padahal dulu dia sering banget titip salam ke gue," tanya Rio.
"Udah lama nggak masuk sekolah, katanya sih udah keluar. Heran deh, kenapa manusia bisa begitu tergila-gilanya sama cinta sampai nggak peduli sama hidupnya sendiri ? Bahkan si Revan malah jadi segitu bencinya sama gue. Padahal kalau dia mau sekali aja lihat dari sudut pandang yang lain, harusnya dia tahu siapa yang salah dalam hal ini. Gue atau adiknya," jawan Alvin tanpa menatap Rio.
Rio menganggukkan kepalanya. Dia menepuk punggung kakak nya itu pelan.
"Gue lebih percaya sama lo kok kak. Gue yakin semuanya bakalan baik-baik saja kok. Tapi kalau dipikir-pikir lagi kasihan ya Bang Revan sekarang. Udah nggak ada Mama terus adiknya harus koma. Kakak harus hati-hati ya sekarang," ucap Rio.
Alvin terkekeh mendengarnya.
"Hati-hati kenapa emangnya? Selama ini gue nggak pernah takut sama si Revan. Lagian percuma ngeladenin si Revan, nggak bakal ada ujungnya. Kita juga sebentar lagi mau lulus, dia pasti mikir dua kali kalau mau cari keributan," ucap Alvin.
"Tapi bang Revan orangnya nekat. Pokoknya kakak harus mulai hati-hati," ucap Rio serius.
Alvin menganggukkan kepalanya, dia merangkul Rio membuat atensi semua siswa yang ada disana terpusat kepada mereka.
"Lo juga. Kalau sampai dia ganggi lo lagi, lo harus langsung lapor ke gue. Biar nanti gue yang kasih dia pelajaran," ucap Alvin.
"Makasih kak," ucap Rio sementara Alvin hanya menganggukkan kepalanya saja. Mereka pun harus terpisah di dekat tangga karena kelas Rio berada di lantai bawah sementara Alvin ada di lantai atas.
Alvin mengusak kepala Rio gemas membuat Sang adik cemberut karena rambutnya yang menjadi berantakan.
"Rese ah," kesal Rio sementara Alvin hanya terkekeh saja.
"Nanti jangan telat makan, istirahat dipakai buat makan bukan buat tidur. Kalau kerasa pusing atau apapun itu langsung bilang ke Reza, jangan ditahan sampai lo pingsan. Obat nya jangan sampai nggak diminum."
"Iya-iya, kakak sama kak Zidan udah berapa kali bilang kayak gitu sampai gue hapal banget."
Alvin yang mendengarnya mencibir.