Bagian Kesembilan

4.3K 246 10
                                    


Akhirnya setelah tiga hari menjadi tahanan di rumah sakit, hingga membuat kedua kakak nya harus bergantian menjaga nya, kini Rio pun diperbolehkan untuk pulang. Shania dan Laurent sampai sekarang belum pulang karena pekerjaan disana belum terselesaikan dan mereka semua mencoba untuk memahami itu.

Alvin kini tengah sibuk memasukkan baju-baju Rio ke dalam tas sedang sedangkan Zidan tengah mengurus administrasi. Rio sendiri hanya bisa memperhatikan bagaimana Alvin dengan telaten memasukkan baju-bajunya.

"Nanti kalau udah di rumah langsung istirahat, jangan kecapean dulu. Besok juga jangan dulu sekolah, izin aja dulu nggak apa-apa, "ucap Alvin yang mana membuat Rio mendengus.

"Nggak ah, lagian gue juga udah absen banyak. Mau langsung sekolah aja, "ucap Rio yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Alvin.

"Nurut bisa ?"tanya Alvin yang membuat Rio dengan terpaksa menganggukkan kepalanya.

Keheningan tercipta karena Alvin kini kembali fokus dengan baju milik Rio sedangkan Rio kini menatap sendu kearah Alvin. Kini dia membuat kedua kakak nya itu harus tidak sekolah hanya karena untuk mengurus kepulangannya.

"Maaf ya, kak," ucap Rio yang membuat Alvin mengerutkan keningnya. Dia menatap Rio bingung.

"Maaf buat apa deh ?"tanya Alvin. Rio menghela nafasnya.

"Karena udah nyusahin lo, mungkin," ucap Rio sambil tersenyum miris dan Avin membenci senyuman itu.

"Udah ah, lo itu nggak pernah nyusahin gue ataupun siapapun. Jangan mikirin yang aneh-aneh deh, nggak baik buat kesehatan lo tau," ucap Alvin sambil menutup tas nya. Dia menepuk tas itu beberapa kali kemudian berjalan menghampiri Rio lalu duduk disampingnya.

"Kata om Ryan gimana ? Kanker nya udah naik ya stadium nya ?"

Pertanyaan yang Rio lontarkan itu membuat Alvin bungkam. Rio yang melihat keterdiaman Alvin pun tersenyum miris, seolah sudah mendapatkan jawaban dari diam nya seorang Alvin itu.

"Jadi, kanker nya udah naik ya ? Jadi berapa ? Apa langsung jadi stadium akhir ?"tanya Rio yang membuat Alvin tersadar.

"Apaan sih, jangan ngomong sembarangan deh, "kesal Alvin.

"Ya kan siapa yang tahu. Lagian lo ditanya kok malah diem sih, kak ? Gue kan butuh jawaban, bukan dikacangin," ucap Rio dengan nada kesal.

Alvin berdecak. Dia mengacak-acak rambut Rio dengan gemas.

"Gue kan butuh waktu kali buat ngomong. Lagian kata om Ryan semuanya baik-baik saja kok, jangan khawatir," ucap Alvin yang tetap berusaha untuk tenang.

"Enggak. Semuanya nggak akan baik-baik aja apalagi kata om Ryan kanker lo sekarang udah naik jadi stadium tiga dek. Tapi, gue selalu berharap bahwa semua bakalan baik-baik saja."

"Yakin nih ? Nggak lagi bohong kan lo ?"tanya Rio yang merasa tidak percaya. Dia memicingkan matanya curiga.

"Iya ih. Kalaupun kanker nya naik stadium juga lo bakalan baik-baik aja. Gue kan nanti bakalan selalu jagain lo. Tenang ya adek ku sayang," ucap Alvin. Kemudian dia pun mencuri kecupan pada pipi Rio.

Rio melototkan matanya. Dia menatap horor kearah Alvin yang kini tengah tersenyum kemenangan.

"IH KAKAK JIJIK!!"teriak Rio. Dengan tergesa dia mengusap pipi yang sudah mendapatkan kecupan gratis dari Alvin.

"Biar lo tambah ganteng," ucap Alvin tanpa dosa. Dia tertawa melihat wajah kesal Rio yang sialnya malah semakin membuat adiknya terlihat imut.

"Ganteng enggak, bau jigong iya sih, kak," kesal Rio sambil mendelik. Alvin tertawa.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang