"Assalamualaikum" seruku dari luar pagar Rumah Pak Joni, belum sempat mulut ini mengucapkan salam yang kedua. Suara balasan dari dalam rumah terdengar diiringi dengan nyalanya lampu rumah.
"Walaikum sallam" sosok Pak Joni keluar dengan mengenakan baju polos dan juga sarung.
Seperti budaya Orang Jawa lainnya, setiap tamu yang datang baik itu dekat maupun jauh akan dipersilahkan untuk duduk dulu di ruang tamu. Sementara pemilik rumah akan menyiapkan minuman seperti teh atau kopi dan beberapa makanan kecil jika ada.
"Ini mas, silahkan diminum dulu" ujar Pak Joni menawarkan secangkir kopi yang sudah tersuguhkan di atas meja. Meskipun tidak begitu haus, namun basa-basi untuk meminum meskipun Cuma satu seduhan adalah hal yang wajib.
"Oh iya pak, kenapa kok tadi rumah gelap semuanya ya ? jenengan kemana pak ?" tanyaku yang memang masih penasaran dengan kehidupan Pak Joni yang tampak tidak wajar ini.
"Tadi saya ketiduran sebelum Maghrib mas, saya lupa menghidupkan lampu rumah sebelum tidur". Jawaban Pak Joni memang masuk akal, namun yang menjadi pertanyaan adalah jika suara adzan yang cukup keras saja tidak dia dengar. Kenapa suaraku yang tidak terlalu keras malah dia dengar ?.
Ah sudahlah !!! daripada pikiran ini kemana-mana, mumpung ingat mending aku bercerita tentang maksud surat yang ku dapatkan kemarin. Mungkin saja, Pak Joni lebih paham tentang arti surat tersebut.
"Ternyata ketiduran to pak, saya kira ada apa-apa tadi. Sebenarnya saya kesini ingin tanya sesuatu kepada Pak Joni".
"Tanya tentang apa mas ?".
Aku pun memulai cerita tentang kronologis menemukan surat misterius yang kemungkinan besar dari Almarhumah Ibu. Aku beberapa kali melihat ekspresi Pak Joni sambil terus bercerita, pandangannya selalu mengarah kebawah dan seperti khusyuk mendengarkan ceritaku yang cukup menyita waktu itu.
"Kalau menurut saya, surat tersebut kemungkinan besar ada hubungannya dengan meninggalnya keluarga Mas Burhan dua tahun yang lalu. Dan surat tersebut, mungkin menggambarkan perasaan ibu Mas Burhan sebelum kejadian" jawaban Pak Joni benar-benar sesuai dengan apa yang aku bayangkan sebelumnya.
Aku melirik ke arah jam dinding yang ada di ruang tamu, waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Sepertinya, ceritaku tadi cukup banyak menyita waktu. Karena sudah tidak enak dengan Pak Joni yang juga sudah terlihat pucat, aku segera berpamittan.
Baru saja tangan ini menyentuh daun pintu halaman rumah, suara tangisan terdengar dari atas Pohon Mangga. Reflek mata melihat dan mencari sumber tangisan tersebut, terlihat sosok berbaju putih dengan rambut panjang membelakangiku.
Tanpa perintah, keringat mulai membasahi seluruh badanku dan tidak ketinggalan pula kaki ku mulai bergetar hebat. Kalau aku tetap berdiri di depan pintu, mungkin saja aku bisa pingsan dengan celana basah, karena aku merasakan ada yang akan menyembur dari balik celana.
Dengan langkah yang tidak pasti, kaki ini mulai memberanikan melangkah satu demi satu langkah dengan mulut yang terus mendengungkan Ayat Kursi. Sepanjang langkah menuju rumah, mata ku tidak terbuka sama sekali.
"Alhamdullilah, sampai juga. Lho kok basah celanaku ?, aduuuh kecolongan" ujarku sembari memeriksa celana yang sudah basah kuyup. Untung saja tidak ada Kirana disini, bisa-bisa aku ditertawakan dia semalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Misteri) Rumah Peninggalan Bapak
Mystery / ThrillerBurhan adalah sosok laki-laki yang baru saja menyelesaikan kuliahnya, dan kini dia sudah mendapatkan pekerjaan di Kota Solo. namun siapa sangka, hal ini malah membuatnya terjebak dalam dunia yang tidak dia inginkan. Apalagi semuanya juga berhubung...