HARI KESEBELAS PART I

7.6K 296 2
                                    

Tidak pernah terpikirkan sejak datang ke Solo, namun tiba-tiba mimpi semalam itu hadir dan melihat sosok yang sangat aku kenal. Pak Abdul, salah satu sahabat bapak yang seingatku rumahnya juga ada di Solo.

Aku sering diajak kerumahnya oleh bapak, Pak Abdul ini sosok orang yang mungkin tahu tentang masalah yang dialami bapak selama ini. Sebagai seorang sahabat, tentu bapak sering menceritakan segala masalah yang ada di hidupnya.

Aku mencoba untuk kembali menghapal alamat rumah Pak Abdul, karena seringnya dulu diajak kesana. Jadi tidak begitu susah untuk kembali menghapal alamat rumahnya. Ya aku bakal menemuinya setelah pulang kerja.

Dering telpon di meja membuyarkan lamunanku, terlihat dilayar nama Kirana.

"Kamu itu jahat Han, aku kecewa denganmu..." tiba-tiba Kirana langsung berkata seperti itu tanpa menyapa atau apapun.

"Kemarin itu aku...." belum sempat menyelesaikan pembicaraan tiba-tiba sambungan telpon dimatikan olehnya.

Mungkin karena kemarin malam aku tidak sengaja ketiduran, membuatnya kecewa dan akhirnya sekarang masih dalam mode marah besar. Aku sudah mencoba menghubunginya kembali, tapi selalu gagal.

Kirana pasti butuh waktu, dan aku percaya bahwa kami masih akan saling mencintai. Ini hanyalah cobaan sesaat.

Segera aku bersiap-siap untuk pergi ke kantor agar tidak terlambat, setiap guyuran air dari gayung aku hanya menambah rasa bersalah kepada Kirana. Melukai perempuan yang selalu ada bukanlah perilaku yang baik.

Pagi ini seperti biasa, aku ditemani oleh abang-abang ojol untuk pergi ke kantor. Ada obrolan yang cukup menarik didalam perjalanan tersebut.

"Lho jenengan tinggal di rumah itu mas ?" tanya Abang-abang ojol kepadaku yang masih memikirkan Kirana.

"Iya mas, memang ada apa ya ?" balasku dengan rasa penasaran, memangnya rumah peninggalan bapak terkenal ?.

"Kalau tidak salah, itu rumah yang kabarnya ditemukan mayat satu keluarga. Jenengan keluarganya ya mas ?" ujar Abang-abang Ojol yang sepertinya cukup tahu berita tentang kejadian dua tahun yang lalu.

"Iya mas, saya anak kedua dari pemilik rumah tersebut. Dan kebetulan saya waktu itu sedang kuliah di luar kota" balasku sambil melihat kondisi Kota Solo dipagi hari.

"Saya turut berduka mas, namun bukannya ingin lancang. Sebenarnya, ada yang ganjil dengan kejadian tersebut" ujar abang-abang Ojol yang membuatku tertarik dan mulai fokus kembali kepadanya.

"Iya mas tidak papa, aneh bagaimana mas ?" tanyaku dengan rasa penuh penasaran.

"Setelah kejadian tersebut, saya mencoba masuk ke rumah itu. Mohon maaf kalau saya lancang mas, Cuma ada yang ganjil disana. Kematian itu seperti sebuah kematian yang terjadi karena kerja sama dengan jin" ujar abang-abang ojol yang tidak langsung aku balas.

Aku hanya masih mencerna perkataan abang-abang ojol ini dengan beberapa hal yang ditemukan selama tinggal disana. Namun siapa sebenarnya yang melakukan hal musyrik seperti itu ? lalu untuk apa juga, itulah yang masih coba untuk aku pecahkan.

"Kenapa mas bisa tahu, kalau kematiannya karena kerja sama dengan jin ?" tanyaku yang masih terus mencari pintu kebenaran dari kematian keluargaku yang ganjil.

"Saya menemukan beberapa alat yang biasanya mengarah kesana mas, dan itu banyak sekali. Namun saya tidak tahu, siapa yang melakukan persekutuan dengan makhluk halus".

Obrolan kami akhirnya terputus karena tujuanku sudah terlihat, aku tidak menyalahkan abang-abang Ojol. Menurutku, dia hanya ingin membantu dengan caranya.

Sesampainya di kantor, aku mencoba fokus untuk bekerja. Mengerjakan beberapa kerjaan yang kemarin belum sempat untuk diselesaikan. Menjadi karyawan perusahaan startup itu memang ada suka, namun juga adapula duka.

Tangan, mata dan pikiran aku pacu untuk mengejar pekerjaan yang memang belum selesai. Lagi hikmatnya bekerja, tiba-tiba...

"Dek Burhan..." suara yang sangat aku kenal terdengar dari belakang tempat duduk ku saat ini, bukan sesuatu yang aneh jika dibelakang seseorang bisa lewat. Sementara ini, di belakangku tidak memungkinkan siapapun bisa lewat.

Bulu kuduk langsung berdiri tanpa komando, pandanganku seakan kosong. Tidak tahu mau berbuat apa, suara itu...

"Mas, kenapa bengong saja daritadi ?" ujar salah satu teman kantor yang ternyata memperhatikan tingkahku.

"Oh...tidak kenapa-kenapa mas, sebentar aku mau ke pantry dulu" balasku yang sedikit kaget dengan sapaannya.

Inilah salah satu kenikmatan kerja di startup, apalagi kalau bukan bebas makan dan minum di pantry pada jam kapanpun. Yang terpenting, pekerjaan harus selalu selesai sesuai dengan deadline perusahaan.

Segelas kopi sudah siap ku nikmati untuk menenangkan pikiran yang sempat tidak karuan hari ini, baru saja satu tegukan kopi hitam panas. Sosok bayangan hitam terlihat dari sela-sela korden didepanku.

"Tolong...jangan ganggu aku di sini" ujarku spontan, tidak mau berpikir panjang. Segera aku bawa segelas kopi kembali ke meja kerja.

"Wih..enak juga nih, pagi-pagi minum kopi panas, ikut buat ah" ujar teman yang kebetulan hari ini duduk di sampingku.

"Iya mas, apalagi kalau pikiran sedang penuh kayak gini". Balasku, dengan menggodanya menggunakan segelas kopi yang masih tampak asap panasnya. Dia hanya mengerutkan wajahnya dan berlalu dari hadapanku, sudah pasti ke dapur ?.

*****

(Misteri) Rumah Peninggalan BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang