Arbeiten : 2

108 31 6
                                    

Jangan lupa vote dan komen❤

Happy Reading:)

   "Baiklah nona Hana, sebaiknya kita tanda tangani surat kontraknya. Agar kau tidak kabur" Ucap pria di depanku, bahkan aku belum tau siapa namanya.

Pria itu mengeluarkan Stopmap berwarna merah, dan isinya surat kontrakn yang dia ucapkan tadi.  Ketika aku sedang membacanya, dia mengganggu ku dengan mengejekkannya.

" Sudahlah kalau tidak yakin, tak usah di ambil" Sambil mengerlingkan mata nya.

Bukannya terpesona, malah membuatku muak. Rasanya inginku kucakar wajah tampannya, tapi apa kuku ku mampu untuk menyentuh wajah bak dewa itu.

Aku cukup tersinggung dengan ucapannya. Langsung saja menandatangani suratnya. Agar membuktikan bahwa aku tidak takut di tantang oleh pria tidak tau diri ini. Dasar pria menyebalkan. Lalu surat tersebut ditandatangani pula oleh pria itu di depanku.

   " Oke, sekarang kau harus menjalankan tugasmu. Yang peetama, kau harus setiap hari datang keApartemenku." Ujarnya dengan tegas.

   " Mengapa harus di kediaman anda, saya bisa mengerjakan novel anda disini." Akupun mengelak tak mau. Karena biasanya pun seperti itu. Dan akan terdengar aneh kalau aku mengerjakan tulisannya di Apartemen bersamanya.

   "Kau sudah melewatkan isi surat kontrak kita nona, di pasal 4. Kau harus menuruti apa yang aku ucapkan. Dan pasal 5, kau harus ikut kemana saja aku pergi."

Paparnya dengan jelas tanpa melihat isi surat yang sudah aku tandatangani tadi.

  " Tapi, mengapa saya harus ikut anda tuan. Saya bisa mengerjakannya di kantor, tanpa perlu mengikuti kemana anda pergi. Dan pasti atasan saya akan menayangkan  kenapa tidak masuk kerja." Akupun tak mau kalah dengannya.

  " Oh, apakah kau juga tidak tau apa yang kamu akan kau kerjaan nona" Sindirnya dengan senyum smirknya.

Ah, apa maksudnya. Bukankah dia hanya editor untuk novelnya. Mengapa dia membingungkan seperti ini. Seolah-olah sedang ada lelucon, pria di depanku ini tertawa geli melihat raut bingung campur kaget dariku.

  "Jadi kau benar-benar belum tau nona" Dia mulai menyebalkan lagi. " Baiklah biar aku yang akan menjelaskannya. Kau akan menjadi ghost writer ku Hana Oktaviani."
 
.....

Aku menghentakkan kaki di sepanjang jalan menuju kantor tempatku kerja. Pertemuan tadi membuatku kesal. Betapa bodohnya aku menyetujui tawaran tanpa menanyakan dulu apa yang akan dikerjakan. Sial. Dan bodohnya lagi aku sudah terjebak oleh perangkap pria menyebalkan itu, dengan surat kontrak sialan.. Aghhhhhrr, ingin rasanya ku teriak sekencang-kencangnya di depan mukanya yang sangat menyebalkan sekaligus tampan.

Aku hendak meminta protes kepada bu ratu. Karena sudah di bodohi oleh nya. Semoga aja protesku ini bisa membuat Bu Ratu luluh lalu menggantikan posisiku. Yah walaupun ada sedikit rasa tidak rela, tapi entahlah tidak ada alasan untuk mengikuti kata hatiku.

   "Bu Ratu, saya mau pro_"

Kepalaku seperti terkena hantaman benda keras. Dan sekarang aku merasa blank. Sungguh kecerobohanku yang memalukan. Di depan sana Bu Ratu hanya bisa melototiku dengan kedua matanya yang tajam. Dan disisi lain aku melihat Pak Anthony-owner gedung ini- Yaampun, apa yang harus alu lakukan. Mulutku kelu hanya sekedar untuk mengucapkan maaf dan berlalu meninggalkan ruangan ini. Kakikupun seperti memiliki magnet yang kuat untul tidak berpindah tempat, sial.

   " Apakah kau editor yang akan membantu tulisannya Keano?" Tanya pak Anthony kepadaku mungkin. Siapa lagi di ruangan ini yang menjabat sebagai editor. Tapi siapa itu Keano? Apakah pria menyebalkan itu.

   "A ah_ itu. Iya pak, saya yang akan menggarap novel milik Ke_keano." Jawabku tergagap-gagap. Oh ayolah, aku tidak boleh seperti ini.

  "Dia Hana Oktaviani Pak Anthony. Yang saya tunjuk untuk membantu Tuan Keano dalam menulis novelnya. Dia memiliki bakat yang luar biasa dalam menggarap novel. Saya yakin novel tuan Keano akan melejit seperti novel-novel sebelumnya."

Untung saja Bu Ratu membantuku. Akupun pamit kepada Pak Anthony dan Bu Ratu, setelah mendengar kalimat terakhir Pak Anthony menyuruhku untuk membantu pria menyebalkan itu, yang sekarang aku tau namanya, Keano. Dan Pak Anthony juga mempercayakan kepadaku, seakan projek ini sangat penting. Siapa sih Keano itu, nanti akan ku cari tau sendiri setelah sampai di kantorku.
...

Setelah sampai di tempat kerja, aku segera menuju kursiku. Dan disambut oleh fanda, kemudian menghampiriku dengan mendorong kursinya disamping ku. Tampaknya dia yang melanjutkan novel yang kemarin sempat aku garap, namun permintaan Bu Ratu untuk menerima tawarannya, yang sekarang membuatku menyesal.

  "Han, halaman 112 bagian konflik. kayaknya perlu di sempurnain lagi deh. Sama masih ada typo di halaman 114." Kata Fanda sembari meminum kopi panasnya.

Kupijitkan pelipis kepala, agar denyutan itu mereda. Ah aku jadi ingin sekali membuat kopi, karena sekarang yang kubutuhkan kafein untuk meredakan denyutan di kepalaku.

  "Lo ga apa-apa kan Han, kayak frustasi gitu muka lo."

  "Pusing gue Fan. Rasanya kepala gue mau pecah"  Aku berdiri dan melangkah Menuju pantry kantor, yang disediakan di setiap departemen. Mungkin kopi pahit akan membuatku lebih tenang.

  "Kamu ga apa-apa Han"

Aku hampir saja menumpahkan kopi di tanganku kalau saja pegangan ini tidak cukup kuat. Ternyata Mas Reza yang mengagetkanku, dengan ekspresi cengengesan yang sudah berhasil membuatku kaget.

   "Engga apa-apa kok mas. Cuma banyak pikiran aja." Balasku, lalu meminum kopi pahit ini, tetapi tak sepahit hidupku.

   "Tapi kok yang aku liat dari tadi kamu ngelamun terus ya. Saat kamu baru turun dari lantai atas, mukanya udah di tekuk. Dan tadi aku liat kamu masuk ke ruangan Bu Ratu, eh pas keluar mukanya udah pucet banget." Ujar mas reza seraya terkekeh geli ketika mengingat wajahku.

   " Ihhh Mas Reza mahh. Ngeselin banget, bukannya dihibur gitu."

Untung saja cuma Mas Reza, pasti dia akan malu sekali kalau ada orang lain yang memergokinya lagi. Aku hanya mengerucutkan bibirku karena kesal kepada Mas Reza.

   "Oke oke, nanti aku traktir es krim dehh, sama cokelat." Bujuknya seraya tersenyum sangat manis.

   "Yeahh asyikk"

Mas reza tau saja apa kesukaanku. Dan langsung membuat moodku membaik cuma dengan iming-iming es krim dan cokelat. Memang aku lemah kalau sudah bersangkutan dengan makanan manis itu.
Aku dan Mas Reza pun memutuskan untuk kembali ke ke meja kerja masing-masing. Walaupun tadi aku sempat dapat lirikan maut dari Melani, yang melihatku keluar dari pantry  bercanda riang dengan mas Reza. Aku hanya membalasnya dengan senyuman geli. Sedangkan Mas Reza langsung melengos dan kembali ke mejanya. Sungguh kasihan melani, selama setahun dia setia menunggu Mas Reza yang bahkan tidak menganggapinya.

...

Jangan lupa vote dan komen:)

Salam hangat dari
Masih Pacarnya Lucas, gatau kalau hari Rabu:v

Annoying LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang