Permulaan

127 5 0
                                    

Walaupun hanya satu orang, itu cukup membuatku merasa dihargai

-A

...

Sendiri diantara keramaian.

Padahal suasana di sekeliling ramai, sangat ramai. Ada yang bercanda dengan teman-teman, ada yang bercerita dengan serius, ada yang mentraktir temannya makan karena sedang berulang tahun, mendengar musik, bermain ponsel, dan banyak lagi.

Jangan ditanya aku sedang apa. Pasti semua orang tahu. Menunduk fokus pada ponsel digenggaman.

Perkenalkan, aku, Kaira Lizanthy. Sering di panggil Ira. Seorang mahasiswa baru.

Teman, tentu saja aku punya. Safina namanya, gadis cantik, dan tinggi.

Bukan hanya Fina, aku juga punya banyak teman di kelas yang tidak bisa ku perkenalkan satu persatu.

"Ra" Fina mengarahkan kamera ponselnya kearahku.

"Sumpah beda banget muka lo, Ra" dia menunjukkan hasil jepretannya kepadaku. Wajah mulus, bibir penuh nan merah muda, beda seratus delapan puluh derajat dari keadaan wajah asliku.

Walaupun wajah ku gak jelek-jelek amat. Enggak malu-maluin lah diperkenalkan sebagai pacar.

Aku terkekeh melihat wajahku yang terpotret di ponselnya. Hasil karya dari salah satu aplikasi pemercantik wajah.

"Lagi Fin!" Aku ketagihan saat melihat wajahku yang menjadi cantik di kamera ponselnya.

"Oke, gue gak di ajak. Cukup tahu"

Aku menghela napas pelan. Eka selalu bersikap seperti itu, dan berhasil membuatku jengkel.

Alhasil Fina mengarahkan kamera ponselnya ke arah Eka dan mulai berfoto berdua. Tanpa diriku. Karena posisi Fina berada diantara aku dan Eka.

"Gila! Gila! Langsung di read bang Adit!" Tari yang posisinya disamping Eka berteriak heboh saat abang senior incarannya membalas pesannya dengan cepat.

Aku sedikit menoleh ke arah Tari yang sudah ditempeli Eka dan Fina untuk melihat balasan dari abang gebetan. Mereka tampak antusias sambil terkekeh lebay dengan berkata menggoda menggumamkan kata 'abang'. Aku tidak tertarik dengan aktifitas mereka.

Aku kembali fokus dengan ponsel. Membuka WA, melihat feed terbaru di Instagram, melihat story orang. Berulang-ulang hingga bosan.

Dosen pengampuh mata kuliah tidak hadir membuatku semakin tidak bersemangat karena tidak tahu apa yang mau di kerjakan.

Teman yang lainnya sibuk dengan kelompoknya masing-masing.

Hingga akhirnya....

"Pulang wee.. " sang komting memberi aturan.

"Percuma udah ngapal tapi dosennya gak datang!" Gerutuan yang berasal dari arah belakang ku setujui. Jadwal kami hari ini UTS dengan metode lisan.

"Udah lah! Ayok balik"

Kami semua keluar kelas, berkerumun di depan ruang 23 gedung FIS. Aku ingat minggu depan giliran kelompokku presentase mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi.

"BOBBY!" Seruku saat melihat Bobby dengan santainya berjalan ke arah tangga bersama teman laki-laki lainnya.

"OY" Balasnya tak kalah kuat.

"Ngerjain PIE, geblek! Jangan kabur lo!" Dia langsung berbalik arah menuju tempat ku berdiri.

Mendengar kata PIE, Nadia langsung menghampiriku.

"Jadi ngerjain nya, Ra?"

"Jadi. Dimana maunya?" Aku membiarkan mereka memilih tempat yang enak untuk berdiskusi.

"Sambil makan deh, lapar gue"

"Kantin!" Bobby dengan semangat menerima usul Nadia. Alhasil aku mengikuti kemauan mereka.

⚛⚛⚛

Jangan heran jika nanti gedung kuliah ku berganti entah dimana, Karena rakyat FEB sudah maklum kelasnya melang-lang buana entah ke fakultas mana. 

Kami bertiga sudah berada di kantin bersama para lelaki gank Bobby. Ada juga Rahma, Novi, Yani yang juga bagian dari gank Bobby. Aku merasa seperti anak buangan disini. Aku tidak minder sama sekali saat bergabung dengan gank mereka, malah senang. Karena mereka semua tipe temanku, tapi namanya juga mereka berkelompok yang aku bukan bagian di dalamnya tetap membuatku tidak enak hati.

Mereka memesan makanan dan minuman saat abang kantin menawarkan beragam menu.

"Gak pesan kak?" Tanya abang kantin padaku.

"Enggak bang" jawabku seadanya.

Aku mengeluarkan laptop dan memberikannya kepada Bobby, biar dia yang mengerjakannya.

Pesanan datang, mereka segera menyantap pesanan mereka. Aku fokus pada laptop yang sudah berpindah tangan kepadaku.

"Serius banget, Ra" Novi yang posisinya di depanku tersenyum jahil.

"Aku juga yang ngerjain sendiri. Mending di rumah aja ngerjainnya!" Aku kesal sendiri jadinya. Sudah aku yang bawa laptop, aku yang ngerjain, nanti aku pula yang nge print, sedangkan temanku yang dua itu sibuk dengan celotehan dan juga ponsel.

"Hehehe. Kerjain tuh, Nad." Bobby yang posisinya tepat di sampingku menyengir sambil memperingati Nadia yang sibuk melahap bakso pesanannya.

Novi yang tadi menegurku tertawa pelan. Aku menggeser laptop ke arah Bobby dan Nadia.

"Lihat deh, mana yang kurang, ditambahin" pesanku.

Selagi mereka mengambil alih laptop. Aku menanyakan keberadaan Fina lewat aplikasi ponsel.

Dimana Fin?

Si Fina online, dia membaca pesanku tapi tidak kunjung membalasnya membuatku kesal sendiri.

Aku sibuk dengan ponselku, sedangkan gank Novi tertawa cekikian di ujung meja. Aku tidak pandai cara memasukkan diri kedalam grup yang telah terbentuk.

Tapi aku bisa memasukkan diri saat mereka sedang masing-masing. Aku sering mengajak mereka ngobrol saat mereka tidak bersama ganknya. Karena saat bersama ganknya aku merasa tersingkir karena bingung mau mulai percakapan. Padahal itu hanya perasaanku saja, buktinya mereka mengajakku bicara.

Walau hanya Novi.

⚛⚛⚛

Tinggalkan jejak dengan vote dan comment cerita ini:)

-Danke-

IRA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang