Semesta, pada akhirnya aku meninggalkan dia. Aku bukan lagi lilin baginya. Akhirnya aku lenyap karena apiku sendiri. Mungkin, memang inilah akhir pengabdianku sebagai bunga matahari baginya. Aku hanya sanggup memandang wajah sayu dan terluka itu. Wajah dari sesosok manusia yang mampu mengambil duniaku. Sesosok manusia yang kembali kujumpai lima hari yang lalu. Dan memoriku memutar kembali pada masa itu, masa 8 tahun silam.
Pagi itu, hari pertamaku duduk dibangku Sekolah Menengah Atas. Kusapu sekelilingku dengan pandangan penasaran tak satupun yang kukenal disini. Aku yang hanya sendiri hanya bisa membaca setumpuk novel yang sengaja kubawa dari rumah. Sebisa mungkin tak kupedulikan suara-suara menelisik disekitarku. Sebenarnya aku bukan anak pendiam yang tak suka bersosialisasi, tapi aku hanya bingung harus berbuat apa jika diantara orang yang tak kukenal.
"Hei, apakah kamu duduk sendiri?" Sebuah suara lembut mengagetkanku
"Iya, aku duduk sendiri. Kamu bisa ikut duduk disini kok" Kataku menjawabnya
"Oh iya, perkenalkan namaku Nalani. Kamu?" Tanyanya dengan riang, sungguh cantik sekali gadis ini
"Namaku Aruna, salam kenal yaaa. Semoga kamu betah berteman denganku yang sangat berisik ini" Kataku tak kalah riang.
Itulah perkenalan sederhanaku dengan sahabat sejatiku. Sahabat yang Insyaallah akan menemaniku hingga jannah.
Tapi bukan itu inti dari kisah ini, bukan Nalani yang kukatakan sesosok itu. Sesosok manusia yang secerah mentari itu bernama Kala Andhanu. Namanya berarti seseorang yang membawa kebahagian dan riang. Namun, dia tak seperti namamya. Kala, laki-laki paling sulit tertawa. Laki-laki yang punya mata sayu nan sendu.