Aku tau aku itu laki-laki brengsek. Aku salah telah menyakiti perempuan yang selalu tulus menemani dukaku. Dia yang tak pernah pergi ketika aku berulang kali mencoba mengusirnya. Dia yang selalu memaafkan segala kesalahanku. Namun, aku sadar aku telah terlambat.
Aku menemukannya, ketika ia telah berada dipuncak keputus asaannya. Aruna Wimala, cahaya di kala fajar. Memang sesuai dengan dirinya yang sesejuk fajar. Aruna, dialah yang membawaku kedalam arus kebahagiaan disaat aku kehilangan segala hal dihidupku.
"Hei, aku Aruna. Kamu Kala kan? Ingat namaku yaaa A-R-U-N-A" Ucapnya dengan sangat ceria, padahal aku belum menjawabnya. Namun, ia tetap tersenyum yang membuatku salah tingkah.
"Iya, salam kenal" Hanya itu yang mampu kujawab. Begitu dingin dan cuek. Namun, senyumnya tak pudar.
"Hehe, salam kenal Kalaa kita tetangga bangku lo." Jawabnya tak kalah ceria, aku hanya mengangguk. Dan dia pun kembali sibuk berbincang dengan teman sebangkunya.
Aruna, memang gadis yang ceria. Dia sedikit aneh menurutku, tapi unik. Dia, bisa saja menari dengan cerianya padahal sebelumnya ia sedang sangat diam. Aku suka melihat wajahnya, ketika kujaili dia.
Namun, yang kulihat beberapa hari ini hanya Aruna yang tergeletak tak berdaya di tempat tidurnya. Sekitar seminggu yang lalu, aku bertemu dengan kakaknya. Aku mendapat bogeman mentah dari kakaknya. Biarlah, aku memang pantas aku telah menyakiti hati adik yang ia cintai. Seharusnya aku menghilang saja. Setelah puas membuatku babak belur, Kak Langit menceritakan tentang keadaan Runa.
Bahkan Kak Langit hingga menitikkan air matanya. Kak Langit, berkata kondisi Runa sangat lemah. Runa mengidap Thalasemia, jujur ketika aku mengetahui hal itu, aku seperti dihantam ribuan palu godam.
Ingatanku kembali membayang, keadaan 5 tahun lalu. Ketika aku pergi meninggalkannya, ia hanya bisa terduduk lemas dan setitik darah mengotori rok kremnya.