One

29 6 0
                                    

     Aku mengenalnya sebagai laki-laki tetangga bangkuku di kelas tambahan. Dia sangat pendiam. Aku tak pernah melihatnya tersenyum ataupun tertawa. Jangankan tertawa, bersuarapun sangatlah jarang. Dia selau sibuk bermain ponselnya. Mungkin, dia sedang menghubungi kekasihnya. Kala itu aku berpikir, apakah ada wanita yang betah bersama laki-laki pendiam seperti itu? Dan semesta, akhirnya membawaku menjadi wanita itu.
     Hingga sebuah senyuman ia tunjukkan padaku. Satu senyuman tipis yang mampu membuatku terpesona hingga saat ini. Senyuman tipis yang mampu membuatku mencintainya bahkan setelah 8 tahun berlalu. Saat itu juga, aku telah berjanji akan membuatnya tetap tersenyum bahkan jika harus bahagiaku yang kupertaruhkan. Begitulah cinta, terkadang tak bisa diterima oleh logika.
Aku suka sekali melihatnya tertawa, aku suka melihatnya tersenyum, aku juga suka melihatnya berbicara. aku ingat ketika pertama kali ia mengajakku berbicara. Lidahku kelu, aku pun menjadi gagap. Tak kusangka seorang Aruna yang sangat berisik bisa membisu didepan seorang Kama.
     Bisa dibilang Kala lah cinta pertamaku. Cinta yang tak pernah bisa kuhilangkan bahkan hingga waktuku telah habis. Kami berbagi segalanya, berbagi cerita, berbagi isi pikiran, berbagi canda bahkan berbagi duka. Kami berdua bisa dibilang sama-sama pernah tersakiti oleh takdir yang kejam. Bahkan aku hampir menjadi njenat dalam nyenyatnya malam itu.
Namun, aku akan hidup lama dan membuatnya bahagia. Aku akan menjadi lilin bagi dia. Lilin yang akan menjadi lentera dalam setiap langkahnya.
"Hei, maukah kamu menemaniku?" Tanyanya secara tiba-tiba.
"Nemenin kamu kemana?" Tanyaku kebingungan.
"Yaa, nemenin aku kemanapun. Nemenin aku biar ngga kesepian lagi" Katanya dengan tawa yang menyebalkan.
"Yee, maunyaaaa. Emang kamu mau ditemenin orang yang berisik seperti aku?" Tanyaku kepadanya.
"Maulah, kamu kan meskipun berisik tapi ngangenin" Jawabnya dengan senyum manis itu.
     Setiap mengingat momen itu, hatiku selalu menghangat. Walau impian hanyalah sekedar impian. Aku tak pernah bisa memilikinya. Aku mengingatnya kembali, hingga sebuah suara kecil membuyarkan ingatanku.

Sejenak Tentang Sang MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang