Langit bagai Cermin
•••
Pria bertubuh tegap itu hanya terkekeh sembari mendekat. Tak seperti biasanya, gelagatnya berbeda.
Alova mengerenyitkan dahi, "Lo sariawan?" lalu ia menopang dagu seperti sedang berpikir, "ah pasti lo lagi mencret ya? Hahaa"
"Euu markonah, masa gue harus pecicilan kek biasanya. Kali kali lebih egelan" sambil mengibas rambutnya.
Alova memutar bola matanya kesal, "Elegan kampret bukan egelan."
"Gimana gue padahal mah."
"Yakan gue benerin, sewot dah."
Kenzie tidak balik menanggapinya, ia terduduk di bibir kasur. Pikirannya mulai berkeliaran memikirkan suatu hal, namun sepertinya kurang pas jika mendiskusikannya sekarang. Ia melirik nakas, ternyata makanan Alova masih utuh.
"Vio, ko ga dimakan sih?" katanya sambil menyentuh pipi Alova dengan telunjuknya.
Yang diajak bicara malah diam sejenak sebelum terduduk lalu menampilkan deretan giginya, "Pas banget diingetin, suapin!"
Begitulah, Alova yang manja. Dimata Kenzie hal tersebut sudah biasa ia dapatkan. Malah mereka dengan senang hati menuruti kemauan Alova.
"Gue suapin disitu ya?" telunjuknya mengarah ke balkon, "pamali kalo makan dikasur"
Alova menganggukan kepala, tanda persetujuan. Ia membuka pintu kaca menuju balkon, disusul oleh Kenzi dengan nampan makanan Alova.
Mereka beranjak ke kursi yang ada di balkon. Semilir angin yang menggelitik memberikan sensasi berbeda, geli. Alova memejamkan matanya, menikmati tiap hembusan yang ada. Disisi lain, Kenzie memperhatikannya.
"Sini aaaa dulu." Kenzie menyodorkan sendok ke arah mulut Alova.
Alova dengan otomatis membuka mulutnya dan menikmati setiap suapan yang ia terima, diiringi obrolan ringan.
Langit pun meredup, mendung. Angin berhembus makin kencang membuat rambut Alova yang tak terikat berantakan.
Alova menangkup tubuhnya, "Uhh dingin juga."
Tak butuh waktu lama, Kenzie lebih merapatkan tempat duduknya lalu merangkul Alova dengan santai. Seperti sedang memberikan kehangatan.
Alova hanya tersenyum simpul dan menjatuhkan kepalanya dibahu Kenzie. Keduanya bungkam, hanya menikmati langit yang tenang. Mereka bergelut dengan pikirannya masing masing.
Dalam dekapannya, Kenzie merasa Alova makin kurus. Walaupun tidak terlihat jelas namun terasa. Matanya yang sayu lah yang mendukung beberapa alasan mengapa Alova bisa sekurus ini.
Alova membuka pembicaraan, "Kalo gue gemuk bagus ga sih?" pertanyaan Alova sontak membuat Kenzie tertegun, seperti bisa membaca apa yang dipikirkannya.
"Lo mau kaya gimana pun juga tetep aja." Kenzie menanggapinya dingin.
Alova memainkan pipinya, "Pipi chubby, lah pipi gue ilang sekarang."
"Pipi lo ilang darimananya?"
"Daritadi"
"Bukan gitu, pipi lo masih ada kan cuma ga se-chubby dulu aja."
"Gue harus gendut."
"Makin kek emak emak dah haha."
Alova melipat tangannya di dada, lalu menatap Kenzie kesal, "Ledek terus, ntar lo dapetin istri nenek nenek tau rasa. "
Kenzie terkekeh, kemudian mengusap puncak kepala Alova, "Masa nenek nenek sih, kan nanti istri gue itu lo."
Alova memantung, ucapannya membuat ia berpikir. Namun tak ada rasa bahagia ketika mendengarnya. Malah terngiang dalam benaknya sosok pria yang sangat dirindukannya.
•••
Jangan lupa masukin reading list, vote dan komentar juga yaa!!
Makasih🙏🏻💛21 November 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Alova
Teen Fiction"Sialan lo, Lex!!" teriak Alova di sela sela isakan tangisnya. Hancur. Satu kata yang dapat menggambarkan bagaimana perasaan Alova saat ini. "Lo tinggalin gue dengan 14 teka teki ini." batinnya lirih. Aku memaafkan kepergianmu, namun bagaimana denga...