Sebelas

38 9 0
                                    







Detak yang kan Tersampaikan













•••



Entah apalagi yang harus ku pikirkan untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah ini. Pikiranku sedang tidak karuan. Seantero jagat raya tidak memihak.

Aku begitu muak dengan segala perlakuannya. Bukannya aku tidak bisa melawan, aku hanya sedang berhemat tenaga. Sebab ia bukan tandinganku.

Akupun tidak perlu bersusah payah untuk meladeninya. Toh ia pun hanya berani ngoceh saja. Hanya saja emosiku berkata lain. Hampir saja aku meluapkannya, tetapi aku sadar. Aku harus berpikir berulang kali untuk menanggapinya.

Tidak ada seorangpun yang baik baik saja jika ia di rendahkan. Apalagi jika di katai dengan hal yang bukan sepantasnya. Bisa saja ku lawan. Tapi tak semestinya kan?

Tuhan menciptakanku untuk hal yang lebih berguna. Tidak seharusnya aku menyalah gunakan apa yang telah diberikan-Nya. Sebab segala sesuatu yang di lakukan memiliki pertanggung jawaban. Begitu kan?

Itulah hal yang dipikirkan Alova. Papan tulis di hadapannya pun seperti kosong, pikirannya melayang layang. Malah kalimat kalimat jahat 'itu' yang seolah olah mengisi ruangan tersebut.

Banyak beban yang telah di pikulnya, mau sampai kapan ia seperti ini? Sampai semua indah pada waktunya?

Tak ada yang bisa menandingi takdir, kita hanya perlu berdoa dan berusaha. Agar takdir berjalan seperti biasa dan seharusnya.

Alova merasakan apapun yang ada di sekelilingnya menjadi berbayang,  "Astagfirullahaladzim!" ia bergumam.

Tak lama kemudian ia mencoba untuk menenangkan pikirannya. Menenggelamkan kepalanya diantara lipatan tangannya. Mengatur nafasnya setenang mungkin. Dan semuanya menjadi gelap.







•••







Di alam bawah sadarku, aku merasakan ada suara samar samar. Kedengarannya seperti bergumam, aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

Gelap. Aku seperti terjebak dalam bangunan tak bercahaya. Namun, suara itu kian terdengar jelas.

"Darimana suara itu?" Aku masih belum bisa menemukan titik terang. Lalu bagaimana aku menemukan sosok itu. Aku mulai meraba daerah sekelilingku.

Sepi. Aku takut kesendirian, "Dimana celah yang akan memberikanku cahaya, cahaya harapan? Rasanya halu. Inikah imajinasiku?"

Semakin lama, semakin aku takut. Namun, suara itu mengingatkanku akan seseorang.

"Abang?"

Suara itu semakin lekat, suara isakan tangisnya. Aku semakin meronta, aku berkeliling mencari sumber suara. Hingga, aku melihat setitik cahaya.

Ku kejar. Terus ku kejar. Hingga ku gapai. Namun malah rasanya hangat. Ada yang menangkup tanganku di sela sela isakan tangisnya.

Aku telah kembali ke dunia nyata. Samar samar kulihat cahaya lampu yang berada tepat di atas ranjangku. Serta seorang pria yang menangkup tanganku sembari menangis.

"Maaf, Vio!  Maaf gue gabisa jagain lo! Gue gagal jadi abang buat lo! " kalimat itulah yang terlontar dari mulutnya.

Tak seharusnya ia berkata seperti itu. Karena ini semua salahku. Aku yang tidak memperhatikan kondisi kesehatanku. Aku yang terlalu memaksakan. Ini salahku, seutuhnya salahku.

Aku ingin membuatnya tak bersedih lagi. Ku balas genggamannya. Tangannya yang besar dan hangat, tangan pria yang sedang menangis itu.

Sontak ia mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arahku. Aku malah terkekeh melihat air mukanya yang tiba tiba berubah ketika ku genggam tangannya, "Abang ko nangis sih? Gue kan ga kenapa napa, hehe. "

Setelah mendengar suaraku , ia melepas genggamannya lalu memeluk ku kemudian terisak kembali. Aku balik memeluknya. Aku mengusap usap punggungnya dengan lembut.

Sebenarnya aku tak ingin melepaskan peluknya tapi tubuhku terlalu rapuh untuk di peluk,  "Cengeng banget sih, udah dong sakit nih badan gue. " mungkin kata kata itu tidak menyinggung hatinya.

Ia pun melepas pelukannya lalu menghapus air matanya. Ia tersenyum padaku, begitu tulus senyumannya.

"Jangan bikin gue khawatir dong!  Jadikan ketampanan gue berkurang 0,1%!" kata Arel cemberut.

Aku hanya tersenyum melihat kelakuannya yang aneh. Untuk pertama kalinya aku melihat seorang Arel Putra Samudra menangis di hadapanku. Padahal mungkin ia sering terjebak dalam masa sulit tetapi ia tidak pernah menangis apalagi hingga terisak seperti tadi, tepat dihadapanku.








Tuk tuk tuk












Seketika perhatianku dan Arel pecah. Otomatis pandangan kami tertuju pada pintu.










^Siapa itu? Alexi atau Kenzie?^












Ia menengok ke arahku,  "Sebentar gue liat dulu. "
Aku menjawabnya dengan anggukan.

Aku tidak bisa melihat siapa yang ada dibalik pintu, "siapa sih?" kataku bertanya tanya.

Tak lama kemudian muncul sosok pria. Aku sangat terkejut di buatnya.

Ia tersenyum sembari menutup pintu, lalu ia berjalan ke arahku. Begitu santai langkahnya. Namun sorot matanya memancarkan kesedihan. Aku tidak melihat tatapan tegasnya. Aku tidak melihat kharisma dari sorot matanya.

Ia terduduk di sebelah ranjangku,  "Assallamualaikum. " sambil menyinggungkan senyum.

Aku merasakan jantungku bermarathon. Selembut inikah nada suaranya. Aku tidak mendengar kalimat dingin dari mulutnya. Akupun tidak mendengar nada datar dari kalimat yang terlontar. Aku tersipu.

Sudah sudah tidak perlu terlena. Akupun menjawabnya,  "Waalaikumsallam. Abang gue mana? "

Tatapannya tidak berpaling dariku, ia memperhatikan setiap jengkal tubuhku. Lalu sorot matanya semakin memancarkan kesedihan.

Aku mengerti apa yang sedang di pikirkannya,  "Gue semenyedihkan apa sih? ampe lo ga kedip liatin gue" sambil menjentikan jari ke arahnya.

Ia tak bicara. Hanya menatapku. Lalu tersenyum manis sekali. Jika waktu bisa di hentikan, aku ingin seperti ini untuk jangka waktu yang cukup lama sebab untuk pertama kalinya sejak ia menempati hatiku baru kali ini aku merasakan getaran yang berbeda.

Tangannya mendekati keningku. Kurasa ia akan memastikan apakah aku benar benar sakit atau entahlah aku tidak tau apa yang dipikirkannya. Aku tak paham.

Ketika tangan itu hendak hinggap di keningku. Jantungku sudah tak karuan. Wajahku mungkin sudah matang seperti kepiting rebus.










Deg deg













Deg deg















Deg deg























Lalu semuanya menjadi gelap.
























•••

Jangan lupa masukin reading list, vote dan komentar juga yaa!!
Makasih🙏🏻💛

8 Maret 2019

AlovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang