Bab 1. Alergi Menikah

20.6K 1.6K 269
                                    

🌟🌟🌟🌟🌟

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌟🌟🌟🌟🌟

"Na, jadwal hari ini apa?"

Mbak Nola bertanya padaku sambil memoles bibirnya pakai lipstik. Dia berkaca lewat compact powder yang selalu dibawa dalam tasnya.

Setelah briefing pagi, aku sama mbak Nola balik lagi ke ruangan manajer Food and Beverage ini untuk siap-siap melanjutkan pekerjaan berikutnya. Aku duduk di kursiku sendiri, mbak Nola duduk di kursinya yang berjarak 2 meter dari kursiku.

Sebagai seorang asisten manajer, tugasku mengikuti kemana pun dia pergi, menyusun jadwal, membantu proses administrasi kontrak kerjasama dengan rekanan, cek stok dapur, dan menggantikan kehadirannya kalau dia lagi nggak bisa menghadiri pertemuan.

"Habis ini ada meeting sama tim HRD, Mbak." Aku menggulir jari di layar ponsel untuk membacakan serangkaian jadwal hari ini. "Terus dilanjut inspeksi dapur sama uji resep baru. Yang terakhir, makan siang sama pimpinan Heaton company di resto."

Waktu aku mendongak, kulihat Mbak Nola manggut-manggut. Lipstik dan compact powder-nya sudah diletakkan di atas meja. Kepalan kedua tangannya ada di depan mulut. Tatapannya menerawang, kayak lagi mikir.

Aku kagum. Perempuan ini cantik banget. Duduk diam gini aja aura elegannya sudah memancar kuat. Padahal hari ini kostumnya sama seperti hari-hari biasa. Pakai blazer hitam dirangkap kemeja putih dipadukan rok span selutut. Tapi wajahnya itu, lho, cantik alami. Nggak menor kayak anak-anak front office yang genit-genit, yang sok kekinian pakai tutorial make-up Tasya Farasya, padahal nggak cocok!

Mbak Nola ini meskipun wajahnya tanpa sulam alis, tanpa ekstensi bulu mata, tanpa botox atau apalah itu, masih tetep cantik banget. Bukan berarti dia nggak pakai Make-up sama sekali. Pakai, kok. Buktinya tadi barusan touch up bedak sama lipstik. Tapi make-upnya ringan, nggak terlalu glowing ala-ala selebgram gitu. Soalnya kulitnya sendiri udah putih, cerah alami. Bawaan orok juga mungkin, ya.

Kalau divisualisasikan, sosok mbak Nola ini mirip Raisa. Bedanya, Raisa kalem, dia ....

"Heh, Nyet! Diajak ngomong malah ngelamun lu."

Nah, itu.

Dia kasar banget kayak preman pasar. Wajahnya cantik, tapi kelakuannya minus, kalau ngomong suka nggak difilter. Mungkin karena dia asli Betawi, jadi kalau ngomong kayak orang ngajak berantem.

Namanya juga manusia, nggak ada yang sempurna. Begitu juga mbak Nola.

Aku nyengir. "Maaf, Mbak. Ngomong apa tadi?"

Mbak Nola geleng-geleng kepala. Wajahnya keliatan kesal, tapi masih tetap cantik.

"Lu nanti gantiin gue ketemu pihak Heaton. Gue males. Palingan cuma penawaran produk baru."

Baby Bala Bala (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang