Bab 9. Bertemu Bi Sumi

8.1K 1.1K 166
                                    

Silau.

Pipiku panas kena sinar matahari. Artinya, ini udah pagi. Aman bagiku untuk buka mata.

Kubuka mata pelan-pelan. Alhamdulillah. Beneran udah pagi. Terang benderang, nggak gelap lagi.

Masih dalam posisi meringkuk di bawah selimut --kayak janin dalam perut ibu-- aku berusaha mengingat semuanya.

Semalam bener-bener kacau, kayak ikut acara uji nyali. Bedanya, di acara uji nyali kita bisa menyerah kalau nggak kuat takut. Di sini, tadi malam, kami nggak bisa menyerah meskipun udah ketakutan setengah modyar!

Gimana nggak takut? Semaleman pintu mobil kami digedor-gedor tanpa henti. Bukan cuma diketuk lho, tapi DIGEDOR. Tau kan bedanya? Kalau diketuk tuh pelan, sewajarnya. Ini semalam kacanya digebrek-gebrek kayak mau dijebol gitu. Ngeri!

Jelas kami nggak berani lihat siapa yang gedor-gedor pintu. Jangankan aku sama pak Mursid, orang bule sekelas Kevin yang otaknya logis aja ketakutan, kok. Dia meringkuk terus di bawah selimut, kayak anak kucing takut disuruh mandi.

Selain itu, kemarin malam rame banget. Kayak ada perayaan atau festival apa gitu, tapi pesertanya makhluk halus semua. Setelah kereta kencana lewat, ganti rombongan kuda lumping yang lewat di depan mobil kami. Aku ngelihat arak-arakan itu dari balik selimut sama Kevin. Sedangkan pak Mursid jongkok di bawah setir, nggak berani nongol. Dia depan sendiri sih, jadi langsung jelas kelihatan. Sedangkan aku sama Kevin masih ketutupan jok mobil depan.

Yang bikin kami makin ketakutan, bentuk mereka aneh-aneh! Ada yang nggak punya kepala, ada yang lidahnya menjulur panjang sampai ke tanah, ada yang cuma kepala terbang, ada yang tinggi banget kayak tiang listrik, ada yang bongkok, ada yang rambutnya panjang sampai nyapu tanah. Ngeri semua!

Saking ngerinya, kami nggak bisa tidur. Aku sama Kevin menggigil pelukan di bawah selimut. Aku nggak inget kapan kami tidur. Tau-tau sekarang udah pagi aja. Padahal semalaman kami berada di dalam mobil tanpa AC, kok bisa masih hidup, ya? Aku menoleh ke arah kaca jendela, ternyata udah dibuka ujungnya sedikit.

Eh.

Aku baru sadar pinggangku dipeluk Kevin. Kuputar tubuhku pelan-pelan biar dia nggak bangun. Waktu memutar tubuh, aku juga baru tahu kalau kedua kursi jok kami udah diturunkan jadi kasur yang luas. Meskipun kedua kaki Kevin nekuk banget saking panjangnya, tapi punggungnya nggak kebentur sama kursi. Harusnya dia bisa tidur bebas tanpa meluk aku, tapi dari semalam sampai sekarang, dia melukin aku terus. Duh, aku jadi meleleh.

Kami berhadapan. Kulihat wajahnya pas lagi tidur ... cakep banget. Hidungnya mancung. Bulu matanya lentik. Bibirnya tipis, orang ini apa nggak pernah ngerokok, ya? Bibirnya bisa pink gemes gini.

Setelah kemarin dibuat kagum sama pemandangan alam, dan dibuat ngeri sama makhluk ciptaan Tuhan dari dimensi lain, sekarang aku dibuat kagum sama ciptaan Tuhan di hadapanku ini. Kevin Heaton. Dia ganteng banget, Ya Allah.

"Are you OK?"

Duh, kaget. Aku nggak tau kalau dia udah bangun bahkan udah buka mata. Fokusku ke bibir seksinya, sih.

Aku ngangguk, natap mata birunya. Wow. Dilihat dari dekat gini ternyata mata birunya bagus banget. Kayak kelereng. Waktu kecil aku sering mainan kelereng sama mas Arya. Mainan itu persis manik matanya Kevin sekarang. Ada bulatan hitam di tengah, terus di sekitarnya berwarna hijau pucat gradasi biru terang. Indah banget.

"Wajahmu pucat. Are you sure, you're OK?" Kevin tanya sambil ngusap pipiku lembut.

Aku mengangguk lagi." ...."

Lho, eh! Suaraku ke mana?

Aku udah buka mulut tapi suaraku nggak ada. Kucoba ngomong lagi, suaraku masih tetep nggak keluar. Kenapa ini? Apa aku jadi bisu? Nggaaak! Nggak mau!

Baby Bala Bala (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang